webnovel

Melodi Cinta Aisyah

Saat pria yang dia cintai mendua, membuat  hati Aisyah semakin terluka. Apalagi kekasihnya tersebut mendua bersama sahabatnya yang bernama Salsa. Ya, Reza menjalin hubungan dengan Salsa tanpa sepengetahuan Aisyah.  Hingga suatu hari Aisyah yang identik dengan nama yang religius tersebut disuruh berhijab dan tinggal di Pesantren yang berada di pulau Jawa oleh Abinya. Awal mulanya Aisyah menolak ketika Abinya menyuruh berhijab dan tinggal di Pesantren. Namun lambat laun Aisyah semakin terbiasa tinggal di Pesantren karena ia menemukan seorang pria yang menarik perhatiannya.  Siapakah pria tersebut yang membuat Aisyah tertarik? Akankah Aisyah bisa melupakan Reza yang telah berkhianat dengan Salsa? Baca terus kisahnya hanya di webnovel. 

Zulaiha_7684 · Teen
Not enough ratings
161 Chs

Aisyah Gadis Unik

Pagi sudah menunjukkan pukul 4 subuh. Suasana pagi ini tampak begitu sepi tetapi di masjid sahut-sahutan suara azan.

Alarm di kamar Aisyah berbunyi nyaring saat jam menunjukkan pukul 4 subuh. Aisyah segera bangun karena mendengar suara alarm yang begitu nyaring. Tidak ada cerita bangun kesiangan di keluarga Aisyah karena didikan dari Abi Rozak. Tidak ingin mendengar ceramah pagi-pagi, Aisyah segera bangkit dan menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka, gosok gigi dan berwudhu.

Sebenarnya belum adzan, masih terdengar suara tarhim subuh terdengar sangat merdu ditelinga. Setelah berwudhu Aisyah masih memainkan ponsel sambil menunggu adzan. Alih-alih mengaji? Aisyah malah bermain ponsel untuk melihat pesan masuk dari Reza apakah ada. Ternyata tidak ada sama sekali padahal di statusnya ada strory dari Reza beberapa jam yang lalu. Itu artinya ponsel milik Reza dari tadi aktif.

Kesal karena tidak mendapat pesan dari Reza, Aisyah meletakkan ponselnya dan segera mengambil Al-Qur'an yang jarang sekali dia sentuh, padahal abinya berpesan jika dirinya harus membuka itu minimal hanya 1 ayat. Tetapi Aisyah tetaplah Aisyah yang keras kepala jika diingatkan.

Kali ini saja dirinya ingat mengaji karena ingin mengalihkan pikirannya dari Reza. Aisyah berniat minggu depan akan menemui Reza karena dirinya merasa rindu sudah 3 bulan tidak bertemu.

Lalu Aisyah membuka Al-Qur'an yang masih terlihat bagus karena jarang terjamah oleh tangannya. Kini Aisyah pun telah melantunkan ayat demi ayat secara pelan karena dirinya tidak begitu lancar mengucapkannya. Sebenarnya dari kecil Aisyah selalu di didik dengan baik secara agama oleh Abi dan Uminya, tetapi Aisyah selalu tidak mendengarkan jika diajarkan oleh abinya. Begitu juga jika di sekolah ada pelajaran agama, Aisyah tidak pernah menghiraukan penjelasan dari gurunya. Pelajaran yang paling dia sukai adalah kesenian. Khususnya seni musik, saat Aisyah menyukai bidang itu abinya selalu mengecam.

"Mau jadi apa kamu jika bermain musik?" tanya Abi Rozak pada waktu itu. Aisyah yang otaknya memang cerdas selalu saja bisa menjawab pertanyaan dari abinya.

"Ya jadi musisi lah Abi, jadi penulis lagu juga bisa. Masa iya tukang dakwah," sahut Aisyah.

"Semua itu tidak dibutuhkan kelak di akhirat, kamu seorang wanita Aisyah jadi dalami ilmu agamamu," tegas Abi Rozak.

Jika mengingat percakapannya dengan Abi kala itu membuat Aisyah merasa sangat kesal karena lagi-lagi ruang lingkupnya merasa dibatasi.

Tak terasa suara adzan subuh telah dikumandangkan saat Aisyah baru saja meletakan Al-Qur'an nya di tempat semula. Sambil menunggu adzan selesai, Aisyah segera menggunakan mukena. Dirinya tidak pernah ikut berjamaah di masjid, hanya shalat sendiri di dalam kamar.

Akhirnya adzan pun selesai, Aisyah segera menyelesaikan shalatnya dengan sangat kilat secepat pesanan kilat tanpa ada tuma'ninah di setiap gerakan shalatnya. Pikirannya hanya satu saat ini, ingin tidur kembali sebelum pergi ke kampus. Aisyah melihat jam menunjukkan pukul 5:30. Pukul 5:30 di Pekanbaru masih terlihat agak sedikit gelap, masih ada satu jam setengah untuk kembali pikir Aisyah.

Lalu Aisyah segera melempar mukena yang dia guling di dalam sajadah di atas meja. Sungguh berbeda dengan kedua kakaknya yang selalu patuh terhadap abinya.

Aisyah merasa lega karena akan tidur kembali namun naas, saat dirinya akan menutup tubuhnya dengan selimut terdengar pintu kamarnya digedor. Siapa lagi kalau bukan abinya yang melarang Aisyah untuk tidur kembali.

Aisyah tampak menggerutu kesal sambil menghentakkan kakinya di lantai lalu membuka pintu.

"Udah shalat subuh apa belum kamu?" tanya Abi Rozak.

"Udah bi," sahut Aisyah singkat. Matanya masih benar-benar mengantuk pagi ini. Impiannya untuk tidur kembali setelah shalat subuh pupus sudah.

"Jangan tidur lagi, nggak baik," cetus Abi Rozak pada anak bungsunya yang tampak memberengut kesal. Abinya paham betul apa yang akan dilakukan Aisyah, oleh karena itu Abi Rozak segera menggedor pintu kamar Aisyah.

"Aisyah masih ngantuk bi, nanti di kampus ngantuk lho." Aisyah memelas pada Abinya yang tidak mengizinkan nya tidur kembali.

"Sana keluar ikut umi mu ke pasar biar nggak ngantuk, jangan dibiasakan tidur setelah shalat subuh karena tidur diwaktu subuh mencegah rezeki." Abi berucap sambil menatap Asiyah dengan tatapan nyalang.

"Ini nggak boleh itu nggak boleh sih bi," gerutu Aisyah sambil berlalu ke dalam untuk mengambil jaket. Saat ini Aisyah hanya menggunakan piyama lengan pendek celana panjang. Agar tidak dimarahi abinya Aisyah menggunakan jaket untuk ikut ke pasar bersama Uminya. Tetapi pagi ini Aisyah akan mengajak Uminya untuk berjalan kaki di jalan dekat bandara yang terlihat masih sepi. Jalannya terlihat memanjang dengan dua rute dan di samping jalanan di penuhi tumbuhan pohon kelapa sawit yang tinggi sehingga tampak rindang sekali.

"Kenapa pake sepatu?" tanya umi sambil menautkan alisnya heran, mau ke pasar saja Aisyah pakai sepatu.

"Sekalian mau joging mi biar nggak ngantuk nanti pas kuliah. Abi nggak bolehin Aisyah buat tidur lagi tadi," sahut Aisyah sambil mengikat rambut panjangnya tinggi.

"Lewat dekat bandara ya mi?" pinta Aisyah karena dirinya ingin menyusuri jalant panjang yang ada di depan bandara. Jika pagi seperti itu masih tampak lengang karena saat itu lampu-lampu remang masih tampak menyala.

"Kejauhan Aisyah, mama mau belanja ke pasar Syariah belakang kampus mu, kenapa malah lewat depan bandar. Kurang kerjaan kamu?" ucap sang umi yang tampak kesal dengan anak gadisnya yang satu itu.

"Kan Aisyah pengen joging mi, kalau dekat pasar syariah sana udah ramai kendaraan." Aisyah masih saja menjawab tidak ingin kalah.

"Ya udah sana joging, umi mau ke pasar sama mak Beti," lanjut uminya yang pada akhirnya benar-benar kesal. Uminya pikir Aisyah ikut akan membantu berbelanja di pasar syariah.

Pasar syariah Ulul Albab adalah pasar yang terletak di jalan pasir putih kota Pekanbaru. Tepatnya dekat kampus tempat Aisyah kuliah. Semua warga kota sekitarnya memilih tempat itu berbelanja untuk kebutuhan memasak.

"Ya udah umi sama mak Beti aja, Aisyah mau joging dulu, bye umi." Aisyah berlari dari hadapan uminya yang tampak terbengong melihat tingkah anak bungsunya.

Mak Beti adalah orang Medan yang tinggal di Pekanbaru. Kini menjadi tetangga Aisyah. Mak Beti adalah seorang janda yang sangat humoris. Di perumahan itu hanya Mak Beti yang tidak pernah mengejek Aisyah. Bagi Mak Beti Aisyah adalah anak yang baik pada siapapun meskipun dirinya tidak berhijab.

Akhirnya dengan langkah berat umi Aisyah pergi ke rumah Mak Beti. Meskipun mereka tergolong keluarga mampu tapi selalu pergi belanja di pasar tradisional.

Sedangkan Aisyah kini tengah asyik dengan dunianya sendiri, menutup telinganya dengan headset dan memutar musik yang dia suka. Tidak ada yang tahu jika Aisyah joging menggunakan piyama karena menggunakan jaket.

Mendadak hati Aisyah menjadi sendu kala mendengar lagi yang dia putar adalah lagu kesukaan Reza.