webnovel

Unexpected Love

I will not treat you like a priority when you treat me like an option.

**

Dave sampai di rumahnya pukul 10 malam, ia langsung menuju kamarnya di lantai dua tanpa menyalakan lampu ia tidak mau membangunkan semua orang pada jam ini. Dulu saat kecil ia berpikir menjadi bos itu menyenangkan tangannya hanya perlu menunjuk ini dan itu kemudian bawahannya akan melakukan semua hal untuknya tapi setelah ada di posisi itu Dave tahu tanggung jawabnya lebih besar dan jam istirahatnya lebih sedikit jika ia ingin menjaga kualitas perusahaannya juga memegang nasib para pekerjanya.

Sudah 10 tahun sejak hari itu, saat pertama ia mendirikan pabrik roti kecil miliknya yang awalnya hanya memiliki 20 orang karyawan termasuk bagian produksi namun kegigihannya dalam memasarkan produk dan menjaga kualitas membuatnya mampu membuka cabang dalam kurun waktu 3 tahun, menarik banyak investor dan menjadikannya salah satu pengusaha muda sukses. Namanya di tulis dalam headline koran dan majalah juga wajahnya yang menjadi cover majalah bisnis dan blog sejenisnya. Dave tersenyum, ia menikmati kesuksesan dirinya saat ini membuka lapangan pekerjaan bagi banyak orang adalah bagian dari passion dirinya.

Dave memutuskan untuk mandi sebelum tidur setelah selesai dengan pemikirannya sendiri, tubuhnya sedikit lengket karena seharian melakukan kegiatan outdoor dan meeting di luar belum lagi melewati macetnya ibukota yang tidak memberi ampun. Namun tiba-tiba saja ingatannya soal Rania datang ketika ia hampir menarik selimutnya kemudian Dave tersenyum tanpa sebab ia hanya merasa wanita itu menarik perhatiannya tanpa ia sadari.

Dave memeriksa ponselnya sebelum tidur membaca beberapa chat yang di kirimkan mengenai pekerjaan dan beberapa chat dari teman-temannya bertanya soal kabar namun tidak ada satupun dari Sany, wanita itu mengabaikan janjinya yang berkata akan menelepon Dave meski pria itu sangat sibuk seharian namun mendapati tidak ada satupun notifikasi dari Sany membuatnya kecewa.

Ia meletakkan kembali benda tipis tersebut di atas meja mengaktifkan mode silent agar tidurnya tidak terganggu, Dave memandang langit-langit kamarnya hidupnya sudah terhitung sempurna di titik ini ia tidak pernah berpikir soal menikah atau membahagiakan wanita lain selain ibunya dan Sany juga mewujudkan keinginan tersebut, wanita itu tidak tertarik menjadi ibu rumah tangga cara pandangnya terlalu jauh ke depan dan melupakan kenyataan bahwa tidak menikah adalah hal tabu.

Dave menemukan seseorang yang tepat pikirnya tapi ternyata Sany dan dirinya tidak lagi sejalan.

Namun kini, Dave merasa kesepian kebiasaan Sany yang menomor duakan dirinya mulai terasa menjengkelkan. Dave ingin seseorang yang sepenuhnya menjadikan ia prioritas, mendukung karirnya tanpa merasa itu adalah beban. Namun sepertinya bukan Sany orangnya, wanita itu masih keras kepala seperti biasanya.

Dave harus tidur, ia tidak mau pemikiran apapun mengganggu waktu istirahatnya yang singkat dan membuatnya sulit berkonsentrasi besok.

**

Pagi ini Dave bangun lebih awal ia perlu menyelesaikan beberapa MOU dan dokumen penting di kantor, ibunya baru saja selesai membantu bibi memasak nasi goreng.

Bibi adalah wanita seumuran ibunya yang bahkan tahu kebiasaan buruk Dave sejak kecil, Dave menganggapnya hampir setara dengan wanita yang melahirkannya.

"Sarapan dulu Dave!" teriak ibunya dari dapur yang letaknya di belakang meja makan ketika anak lelakinya itu langsung mencium punggung tangan ayahnya tanpa duduk lebih dulu.

Pria tua itu tidak lagi membaca koran namun sibuk menarik layar di smartphone melihat perkembangan berita darimana pun dengan mudah sambil menikmati teh rendah kalorinya.

"Kamu enggak mau coba nasi goreng ibu?" rayu wanita tua itu, wanita yang terlihat masih cantik dengan jilbab putihnya pagi ini.

"Ibu, Dave makan nasi goreng buatan ibu setiap pagi dan rasanya masih sangat luar biasa. Tapi hari ini aku buru-buru banget." Dave menghampiri ibunya yang tengah menggengam telur yang siap untuk di buat telur mata sapi, ia mencium pipi wanita itu sebelum memeluk dan mengecup punggung tangannya juga.

"Kalau gitu nanti makan siang yang banyak yaa, suruh Kania beli makanan sehat!"

"Dia gak usah di suruh juga udah ngajakin Dave makan mulu bu."

"Dave pergi yaa."

"Jangan ngebut!" Teriak sang ibu.

"Jakarta macet, gak bisa ngebut bu!" Dave berteriak juga pada ibunya yang bisa di dengar dengan jelas.

"Lohh emang bener sih. Ibu aneh aja suruh dia jangan ngebut!" ucap ayahnya ikut dalam pembicaraan, pria itu sudah fasih berbahasa Indonesia mengingat 30 tahunnya di habiskan di negara tersebut

Ayah Dave adalah seorang warga negara Jepang sebelumnya bernama Ikeda Tsumoto sehingga keluarga Dave lebih di kenal dengan keluarga Ikeda sampai akhirnya ayahnya mengikuti agama dan kewarganegaraan ibu Dave.

Dave mengendarai mobil mewah dengan logo bulat berwarna biru putihnya tanpa ragu dan tanpa bermaksud mengikuti anjuran ibunya untuk tidak ngebut namun nyatanya Dave memang terjebak macetnya ibukota. Rutinitas yang biasa baginya meski lebih sering menjengkelkan.

Ia memasang earphone bluetooth mendengarkan setiap nada tunggu dari nomor yang ia tekan berbunyi, tidak ada jawaban. Kali kedua ia mencoba dan seandainya tidak ada jawaban lagi ia akan mengabaikannya saja mencoba berpikir positif tentang apa-apa yang mungkin terjadi pada seseorang yang sepagi ini sudah memenuhi perhatiannya karena tidak memberi kabar sejak semalam.

"Hi darl, aku baru bangun." Seorang wanita yang mengangkat telepon menjawab sambil menguap.

"Kemarin kemana aja?" tanya Dave tanpa basa basi.

"Aku? kemana ya sayang, aku ada photoshoot sampai malem terus ... terus ... ke Club kayaknya." Nada bicaranya masih sedikit lambat Sany pasti mabuk semalam.

"Dan aku enggak begitu penting sampai kamu lupa kasih kabar?"

"Ohh come on darl, ini masih pagi dan kamu udah marah-marah?"

"Sany, aku pikir kita gak lagi bisa main-main kayak gini terus. Kamu harus pilih kita menikah atau enggak sama sekali."

"Hei ... hei ... wait!!" Wanita itu terduduk di tempat tidurnya dengan nyeri di kepala yang menghantam seperti pukulan besar akibat alkohol semalam.

"Kamu kenapa sih? nikah terus yang kamu bahas apa kita gak ada topik lain, ayolah!"

"Aku udah kasih kamu waktu banyak San buat kamu kejar mimpi kamu di dunia entertaint, 3 tahun dan buat aku cukup. You can choose me or lose me!"

"Are you kidding me?" Sany tampak mulai kesal begitupun Dave ia tidak ingin pembahasan semacam ini terus berlarut-larut.

"Aku anggap itu jawaban kamu."

Panggilan di tutup bahkan sebelum Sany dapat mencerna isi dari kata-kata terakhir Dave, ia masih tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Sany bahkan tidak mendapat kesempatan untuk menjawab dan Dave sudah mengabaikan dirinya.