webnovel

Melisa [Cinta Pertama]

Melisa Aurelie gadis remaja yang tak bisa melupakan cinta pertamanya. Dion, terpaksa harus pindah ke luar kota karena mengurus sang Ibu yang tengah sakit. Menjalani cinta jarak jauh terasa berat, tapi tak pernah menjadi beban bagi Melisa. Dia yakin bisa melewati semua ini. Tapi itu hanya berlaku bagi Melisa saja. Suatu ketika Dion menghilang tanpa kabar, membuat hati Melisa hancur, dalam ketidak—pastian, akan tetapi gadis itu tetap menunggu Dion kembali. Hingga datang seorang pria dari masa lalu, dan mampu mengobati sakit hatinya. Namanya, Bagas, dia adalah teman masa kecil Melisa. Tapi di saat Melisa mulai melupakan Dion, serta sudah menetapkan hatinya untuk Bagas, di saat itu pula Dion datang kembali, dan membuat hati Melisa dirundung dilema.

Eva_Fingers · Teen
Not enough ratings
93 Chs

Ulang Tahun Bagas

"Mbak, saya akan merasa senang kalau Mbak Mel, berkata 'iya' atas pertanyaan saya," ujar Bagas.

"Kenapa kamu malah bilang begitu sih, Gas? Kenapa kamu seakan bangga kalau kamu bisa, aku samakan dengan, Dion?" tanyaku yang begitu penasaran, sekaligus bercampur kesal.

"Mbak, bisa bahas yang lain aja enggak?" tanya Bagas yang berusaha mengalihkan topik.

"Kenapa kamu ingin mengalihkan pembicaraan, Gas?"

"Saya—"

"Gas, kamu sengaja ya ingin mempermainkan perasaan aku?" tanyaku.

"Bukanya begitu, Mbak, tapi saya—"

"Akh! Aku benci sama kamu! Aku benci dengan semua laki-laki! Mereka itu sama aja!" bentakku sambil berdiri dari atas kursi.

"Mak-sud-nya, sama apanya, Mbak?" tanya Bagas dengan wajah polosnya. "Maksudnya, sama mukanya gitu? Jadi semua laki-laki mukanya mirip? Misal nih, muka saya jadi mirip sama mukanya, Kakek Sugiono, gitu?" tanya Bagas secara beruntun, ribet, dan sulit kupahami.

Entah Bagas itu sedang berakting atau memang benar-benar bodoh.

Yang jelas pertanyaan yang tidak penting itu membuatku merasa semakin kesal.

Aku pun langsung meninggal Bagas begitu saja, kemudian masuk ke dalam rumah.

Aku mendengar, saat Bagas masih berteriak-tetiak memanggilku.

Tetapi aku tidak peduli, dan tidak mau menanggapinya.

"Mbak! Kopinya belum dihabisin nih, Mbak!"

"Mbak, mubazir tahu!"

"Mbak Mel! Kenapa marah? Aku salah apa?"

"Mbak! Ngobrol dulu kek! Kenapa harus marah!"

"Ah, dasar, Cewek! Hobinya marah terus!"

***

Aku masuk ke kamar dan merebahkan tubuhku ke atas kasur.

Dalam keadaan tengkurap, aku menangis.

Aku benci dengan sikap Bagas tadi, aku benci dengan pertanyaannya, aku benci ekspresi wajahnya yang mirip, Orang Bodoh!

Aku tidak habis pikir bahwa selama setahun ini Bagas sengaja mempermainkan aku.

Dia tidak menghubungiku agar aku merasa kehilangan seperti saat aku kehilangan Dion.

Entah mengapa ... bisa-bisanya Bagas malah mengikuti tingkah pria yang sangat menyebalkan itu!

Apa Bagas itu masih dendam kepadaku?

Atau jangan-jangan dia itu ingin agar aku menganggapnya berarti, seperti aku menganggap Dion dulu?

Apa ini artinya Bagas itu masih menyukaiku seperti dulu?

Seketika bibirku tersenyum, atas dugaanku ini. Tapi beberapa saat kemudian, senyumku memudar.

Karena aku masih memikirkan Laras.

Bahkan aku tidak tahu, bagaiamana hubungan Bagas dan Laras saat ini.

Sejak dulu aku hanya menerka-nerka hubungan mereka tanpa tahu cerita yang sesungguhnya.

Tok! Tok! Tok!

"Mel! Buka pintunya dong!" ujar Mama.

"Kamu lagi ngapain sih di dalam? Kamu gak lagi nangis, 'kan?" tanya Mama.

'Gawat! Mama pasti akan semakin khawatir kalau melihat kedua mataku yang sembab habis menangis ini.' Batinku.

Sebisa mungkin aku mencari alasan agar Mama tidak jadi masuk ke kamar.

"Ma, ngobrolnya nanti aja ya! Mel, ngantuk banget, ni," ujarku dengan suara yang kubuat selembut mungkin.

'Hoam!' aku juga pura-pura sedang menguap dengan suara yang sengaja aku tinggikan.

"Kamu ngantuk banget ya, Mel?" tanya Mama dengan suara yang kecewa.

"Ho'oh ...." Sahutku.

"Yaudah deh kalau begitu, lanjutin tidurnya! Ngobrol nanti aja deh!" ujar Mama. Setelah itu kudengar langkah kakinya yang kian menjauh.

Aku dapat bernapas dengan tenang, kini Mama tidak jadi masuk ke kamarku.

Dan tak melihat wajahku yang sembab ini.

Setelah itu aku terlelap untuk mengobati rasa lelahku. Walau di perjalanan tadi aku sudah tertidur hampir di sepanjang jalan, tetapi masih terasa kurang bagiku.

***

Tepat pukul 16:04 aku terbangun dari tidurku.

Kulihat ponselku yang bergetar, dengan layar yang menyala terang.

Kemudian kubuka kunci layarnya.

Ternyata Bagas yang mengirim pesan.

Ini pesan pertama darinya, setelah kurang lebih satu tahun kematian Mellow.

[Mbak Mel, nanti malam aku jemput Mbak Mel, ya?] tulis Bagas.

[Emang mau kemana?] tanyaku.

[Mbak Mel, lupa ya? Kalau hari ini tepat hari ulang tahunku?]

"Astaga! Aku sampai lupa kalau ini hari ulang tahu, Bagas!" Aku malah heboh sendiri.

Jariku langsung mengetik dengan secepat kilat.

[Maaf,Gas, aku beneran lupa ...

selamat ulang tahun, ya,] tulisku.

Lalu Bagas pun kembali membalas pesan dariku lagi.

[Iya, gak apa-apa kok, Mbak! Lupa itu hal yang manusiawi,] tulis Bagas dengan emoticon tersenyum.

Tak lama dia menelponku lalu menjelaskan kepadaku, bahwa dia mengajakku pergi nanti malam adalah sebagai perayaan hari ulang tahunnya.

Dan kami juga tidak bertemu berduaan saja, melainkan dengan para teman-teman Bagas yang lainnya. Khususnya teman-teman satu Band Bagas.

Artinya Laras juga akan datang.

Karena hal itu aku merasa sangat ragu untuk datang.

Aku belum siap melihat mereka bermesraan di depanku.

Tapi aku tidak bisa menolak ajakan Bagas. Aku harus tetap datang untuk memberikan selamat kepadanya, dan lagi pula aku juga sudah rindu dengan para anak-anak 'The Jamet'

Aryo, Ardi, Rio, dan Laras, tentunya.

Setelah telepon berakhir Mama mengajakku mengobrol.

Dia kembali bertanya kepadaku tentang apa yang membuatku menangis tadi pagi.

Aku bingung harus menjawab apa?

Aku juga tidak mungkin menceritakan kepada Mama kalau aku menangis karena memikirkan Bagas. Karena urusannya nanti akan bertambah panjang.

Akhirnya aku pun terpaksa membohongi Mama, bahwa aku menangis tadi pagi, karena memang aku masih memikirkan Dion.

Hanya saja sekarang sudah tidak lagi, pikiranku sudah kembali tenang dan tidak galau lagi.

Mama pun kembali memberikanku wejangan, setelah itu Mama tidak lagi menginterogasiku.

'Maafin, Mel ya, Ma. Mel udah bohongin, Mama,' biacarku di dalam hati.

"Ma, udahan, ya! Soalnya Mel mau siap-siap dulu, hari ini Mel, ada janji pergi sama Bagas," ujarku.

Dan mendengar nama Bagas, Mama langsung bersemangat.

"Kamu mau kencan sama, Bagas?!" tanya Mama penuh antusias.

"Eh, engg—"

"Udah, kalau begitu kamu dandan yang cantik gih! Mama mau pergi ke warung dulu, nyari bawang merah, di rumah Nenek lagi habis!" ujar Mama.

"Salamin Mama ke Bagas, ya!" pesan Mama.

"I-i-iya, Ma!" sahutku.

***

Aku tak mau terlihat jelek, apalagi penampilanku terlihat aneh seperti dulu.

Masih terbayang saat aku berdandan ala Lady Rocker tapi giliran disuruh bernyanyi suaraku, sember tak karuan.

Benar-benar peristiwa yang sangat memalukan.

Dan aku tak mau peristiwa itu terulang kembali.

Aku ingin hari ini berpenampilan natural, tapi tetap terlihat cantik serta mempesona.

Aku ingin mereka semua terkesan melihat penampilanku malam ini. Terutama Bagas, tapi ....

Ah ya sudalah urusan di bahas nanti, aku tetap harus bergaya sesuai dengan setailku, yang bisa membuatku percaya diri.

Perkara Bagas akan tertarik atau tidak kepadaku, aku sama sekali tidak peduli.

Dan perkara Bagas serta Laras masih berpacaran, atau sudah putus pun, aku juga tidak peduli!

Yang terpenting aku bisa datang ke acara Bagas.

Dan niatku datang demi hubungan persahabatanku dengan Bagas, tidak ada niat lain!

Yakin tidak ada?

Bersambung ....