webnovel

Melisa [Cinta Pertama]

Melisa Aurelie gadis remaja yang tak bisa melupakan cinta pertamanya. Dion, terpaksa harus pindah ke luar kota karena mengurus sang Ibu yang tengah sakit. Menjalani cinta jarak jauh terasa berat, tapi tak pernah menjadi beban bagi Melisa. Dia yakin bisa melewati semua ini. Tapi itu hanya berlaku bagi Melisa saja. Suatu ketika Dion menghilang tanpa kabar, membuat hati Melisa hancur, dalam ketidak—pastian, akan tetapi gadis itu tetap menunggu Dion kembali. Hingga datang seorang pria dari masa lalu, dan mampu mengobati sakit hatinya. Namanya, Bagas, dia adalah teman masa kecil Melisa. Tapi di saat Melisa mulai melupakan Dion, serta sudah menetapkan hatinya untuk Bagas, di saat itu pula Dion datang kembali, dan membuat hati Melisa dirundung dilema.

Eva_Fingers · Teen
Not enough ratings
93 Chs

Memalukan!

Ucapan Laras membuatku merasa malu-semalu-malunya.

Ternyata benar kata Bagas, jika dandananku ini berlebihan.

Meski malu aku tetap berada di tempat itu, sambil melihat mereka yang sedang latihan.

Laras dan Bagas membawakan sebuah lagu, dari band mereka. Konon katanya ini lagu yang diciptakan oleh Bagas.

Lirik dan nadanya sangat bagus, suara Laras juga sangat indah, aku mendengarkannya tersenyum sendiri, karna terhanyut dalam alunan lagu itu.

Awal-awal terdengar seperti lagu romantis berbalut musik rock alternatif. Tapi di bagian chorus kedua menuju Reff terakhir, Bagas melakukan scream. Aku sampai kaget, Bagas mirip orang kesurupan tapi lumayan karen. Aku manggut-manggut sendiri mendengarnya.

Ini benar-benar menakjubkan.

Aku baru menyadari jika musik rock itu asyik juga, hehe ...,

Selama ini aku selalu mendengar musik balada OST Drama Korea sesekali juga mendengar OST film Disney.

Tapi dari dulu sampai sekarang lagu yang paling kukuasai adalah lagunya Doraemon dari Jepang, yang ada kata 'hey, baling-baling bambu!' di dalam liriknya.

Selain itu, aku tidak hafal lagi, bukanya tidak hafal sih ... aku hanya takut dimarah Mama saat bernyanyi lagu apa pun. Mama selalu ingin aku diam dan tidak boleh bersuara walau hanya bersenandung sekalipun. Mama hanya memperbolehkan aku berbicara saja.

Sampai saat ini aku juga belum tahu apa alasan Mama melarangku bernyanyi, dan mungkin akan menjadi misteri sampai kapan pun.

Tapi khusus hari ini aku sudah mempersiapkan diri dan menghafalkan beberapa lagu secara dadakan. Yah sebagai persiapan siapa tahu Bagas menyuruhku bernyanyi.

"Mbak Mel, dandannya udah kece banget, nyanyi yuk!" ajak Laras.

Aku tersentak mendengarnya. Ternyata bukan Bagas yang mengajakku bernyanyi, tapi malah Laras.

"Boleh!" Aku pun menjawabnya dengan penuh antusias.

"Mbak Mel, mau bawain lagu apa? Kita duet ya?" ajak Laras.

"Mmm ...." Aku bertopang dagu sambil berpikir, aku sudah menghafalkan beberapa lagu, tapi aku masih bingung untuk membawakan lagu yang mana?

Belum menemukan pilihan yang tepat, Bagas malah menarik mikrofon yang ada di tanganku.

"Mbak Mel, jangan nyanyi deh!" ucapnya.

"Ih, apaan sih, Gas! Biarin aja sih, Mel, nyanyi! Siapa tahu suaranya bagus!" ujar Rio membelaku.

"Ah, pokoknya, Mbek Mel, gak boleh nyanyi!" ucap Bagas yang kekeh melarangku bernyanyi.

Aku mulai kesal dengan Bagas, padahal aku sudah mempersiapkan diri sedari tadi, karena saking inginnya aku bernyanyi tanpa mendengar ocehan Mama. Tapi Bagas malah melarangku!

"Udah, jangan dengerin Bagas! Ayo, Mbak! Mau lagu apa, kita duet!" sergah Laras. Dia menarik tanganku dengan paksa.

Setelah berdiskusi selama beberapa menit kami menemukan pilihan lagu yang tepat.

"My Heart Will Go On," Lagu dari penyanyi, "Celine Dion" Yang menjadi pilihanku, dan Laras menyetujuinya. Walau ini bukan lagu genre mereka, tapi Laras dan yang lainnya tak mempermasalahkan, mereka berencana akan membawakan dengan alunan music sesuai genre mereka.

Yang lain tampak antusias, akan mengiringiku bernyanyi, kecuali Bagas! Hanya dia yang wajahnya paling frustasi. Entah apa yang membuatnya tak suka melihatku bernyanyi.

Tapi masa bodoh aku tidak peduli! Yang terpenting teman yang lain mendukungku.

"Ok, siap ya!" ujar Laras.

Bagas mulai memainkan intro melody dengan gitar efek, suaranya melengking, dan daya ketampanan Bagas naik drastis.

Lagu ini versi aslinya melow dan di bagian intro menggunakan piano atau apalah itu aku tidak tahu! Yang jelas tidak menggunakan gitar efek, sehingga lagu terdengar lembut dan nyaman untuk di dengar sambil tidur.

Tapi khusus The Jamet, kami menggunakan gitar efek, sebagai melodi intro.

Beberapa detik kemudian Laras menganggukan kepala kearahku, sebagai kode jika sudah saatnya mulai bernyanyi.

Aku menarik nafas lalu mulai mendekatkan mulutku pada mikrofon.

"EVERY NIGH—"

NGUING...!

ING!

ING...!

ZZT....

Mendadak mikrofon berdengung kencang, seluruh orang yang ada di dalam studio itu menutup telinga masing-masing.

Rio mendekat kearahku dia meraih mikrofon yang ada di tanganku.

"Kok bisa berdengung sih?" Rio memperhatikan dengan seksama, "bisanya baik-baik aja kok!" ucapnya dengan raut wajah yang keheranan.

"Pekek punyaku aja, Mbak!" ucap Laras seraya menyodorkan mikrofon miliknya kearahku.

"Terus kamu pakek apa?" tanyaku.

"Aku gak nyanyi, aku mau dengerin, Mbak Mel, aja deh!" ucapnya.

Tapi Bagas tiba-tiba menaruh gitarnya dan mendekat kearahku, dia merebut mikrofon dari tanganku.

"Udah! Udah! Mbak Mel, gak usah nyanyi!" Lagi-lagi Bagas melarangku untuk bernyanyi.

Tapi Laras dan yang lainya semakin mendukungku.

"Udah, biarain aja, Gas! Kita ini juga kepengen denger suara indahnya, Mbak Mel!" ucap Aryo.

"Iya, Gas! Biarin deh!" ucap Ardi.

Laras dan Rio apa lagi, mereka yang paling lantang mendukungku.

Satu lawan Empat tidaklah sepadan, Bagas pun akhirnya mengalah.

Dengan bibir cemberut , Bagas kembali meraih gitar dan memainkannya, drum, dan bas, semua juga sudah siap.

Laras kini menjadi penonton saja.

Sampai di detik selanjutnya aku mulai bernyanyi, kali ini tidak ada insiden mik berdengung, aku bernyanyi dengan lancar.

***

Satu lagu hampir selesai, tapi aku mulai merasa aneh. Musik yang mengiringiku mendadak terdengar sumbang, bahkan Ardi sudah berhenti menabuh drumnya, Aryo masih memainkan basnya hanya saja dengan nada yang tidak beraturan, dan dia malah tertawa-tawa tidak jelas.

Hanya Bagas yang masih memainkan gitarnya, itu pun terlihat tidak bersemangat, wajahnya lesuh mirip bayi baru imunisasi.

Aku beralih ke Rio, pria itu terdiam mematung sambil gigit jari, dan beberapa kali dia manggut-manggut sendiri. Aku malah merinding melihatnya.

Aku beralaih melihat Laras, gadis itu tertawa sampai jungkir balik, tangannya berkali-kali memukul-mukul tembok sambil duduk kelojojotan.

Mereka semua aneh, aku jadi bingung!

"Stop!" teriakku. Dan suasana mendadak hening.

"Kalian kenapa sih?" tanyaku. Kulirik Bagas dia masih cemberut.

Dan Laras mendekat kearahku, dia menyodorkan ponsel miliknya.

Dalam ponsel itu terdapat vidioku saat bernyanyi tadi.

Dan dari situ aku baru menyadari, jika mereka bersikap aneh karna mendengarku bernyanyi. Dan ternyata suaraku itu jelek.

Rio manggut-manggut, karna mungkin dia berpikir, jika aku senasib dengannya, yang memiliki suara abstrak, dan jika dibandingkan suaraku dan suara Rio, itu masih lebih merdu suara burung gagak.

Aku sangat malu ... pertama karna aku yang sudah dandan berlebihan, dan sekarang aku bertambah malu, karna mereka menertawakan habis-habisan karna suaraku yang jelek ini.

Aku membanting mik dengan kasar, lalu aku berlari keluar dari studio itu sambil menangis.

"Mbak Mel, mau kemana?!" teriak Bagas.

Bersambung ....

Kadang sesuatu yang sangat kita benci, ternyata adalah sesuatu yang baik untuk kita ....

Bagas tidak mau melihatmu bernyanyi, mungkin karna Bagas tahu, setelah bernyanyi, aku akan mengalami peristiwa yang memalukan ini.

Dan bodohnya aku malah sempat membenci sikap Bagas yang sangat peduli dengan diriku.

Melisa Aurelie