webnovel

9: Terlalu Baik

Beberapa menit yang lalu sebelum bell istirahat berbunyi.

"Makasih," ujar seorang gadis berambut panjang digerai dengan bandana merah yang menghiasi kepalanya. Tak lupa senyum manis tercetak di wajahnya yang dilayangkan untuk lelaki yang kini duduk di sampingnya menghadap ke arahnya.

Sepasang sejoli berbeda jenis itu tengah duduk di kursi taman bekalang sekolah yang lumayan sepi. Bukan karena jarang ditempati siswa maupun siswi, tapi karena sekarang bell masuk sebentar lagi akan berbunyi.

"Sama-sama sayang," balas si lelaki membalas senyum manis si gadis tak kalah manis, tangannya pun terangkat mengelus rambut si gadis dengan lembut.

Keduanya tak lain adalah Langit dan Sindy, iya Sindy yang merupakan sepupu dari pihak ibu Jingga. Keduanya terlihat tak mempunyai salah sedikit pun pada Jingga, terutama pada Sindy yang malah terlihat kesenangan setelah merebut apa yang awalnya menjadi milik Jingga.

Namun, setelah Langit menjawab dengan manis, sedetik kemudian senyum di wajah Sindy luntur, bergantian raut wajah murung yang terlihat seperti dibuat-buat? Mungkin.

"Kenapa mukanya jadi murung gitu hm?" tanya Langit dengan lembut saat dia menyadari perubahan raut wajah Sindy. Tak lupa tangan lelaki itu terangkat mengelus rambut Sindy dengan lembut.

Sindy menggelengkan kepalanya pelan. "Aku cuma ngerasa gak enak aja, gara-gara aku hubungan kamu sama kak Jingga jadi putus," jawabnya dengan suara lembutnya yang terkesan dibuat-buat jika Jingga yang mendengarnya sendiri.

Langit melemparkan senyum manisnya. "Gak perlu gitu sayang, sekarang kita kan udah pacaran, lagi pula aku udah gak cinta lagi sama dia dan sekarang kita juga sama-sama cinta dan sayang, perasaan gak bisa dipaksain, jadi kamu gak perlu ngerasa gak enak lagi ya, jangan sedih gitu," balasnya menenangkan Sindy agar gadis itu tidak memikirkan lagi perasaan Jingga. Langit mengatakan kalimat tersebut juga seolah-olah tak merasa bersalah sama sekali setelah dia terkesan berselingkuh dengan Sindy ketika dia masih ada hubungan dengan Jingga.

'Mampus lo Jingga! Sekarang lo udah gak punya siapa-siapa lagi! Langit udah sepenuhnya jadi milik gue!' batin Sindy diam-dian tersenyum miring sembari dia mengangguk menanggapi ucapan Langit.

'Tinggal bikin semua orang benci sama lo terutama temen lo sendiri, dan setelah itu lo hancur Jingga!' lanjutnya tersenyum licik dalam hati sebelum dia menunjukkan senyum manisnya pada Langit.

"Makasih ya, kamu lebih milih aku dari pada Kak Jingga," ujar Sindy dengan senyum manis yang penuh kemenangan.

Langit mengangguk lalu menarik Sindy ke dalam dekapannya. "Sama-sama sayang," balasnya dengan tangan mengusap rambut gadis yang berada di pelukannya itu dan dagu yang diletakkan di atas kepala Sindy.

Ya, mulai semalam setelah kejadian dimana keduanya dipergoki Jingga berduaan seperti sepasang kekasih, Langit dengan tidak ada rasa bersalahnya pada Jingga langsung menyatakan perasaannya yang sebenarnya pada Sindy dan berakhir keduanya menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.

Walau Jingga belum mengetahui akan hal tersebut, tapi Jingga mungkin sudah bisa menduga sendiri jika mantan pacarnya dengan sepupunya itu sudah ada hubungan sejak dia masih pacaran dengan Langit.

"Tapi aku takut kamu balik lagi sama Jingga kak, aku sayang banget sama Kakak," ujar Sindy dengan pelan dan raut yang dimelaskan. Jika Jingga melihat wajah gadis itu mungkin sudah geram sendiri.

"Ssstt gak bakalan sayang, aku janji bakalan setia sama kamu," balas Langit dengan janji nya yang belum tentu ditepati.

Karena bagaimanapun tindakan akan lebih dipercaya dari pada janji-janji yang belum tentu nantinya akan ditepati. Bisa saja janji tersebut hanya palsu dan hanya sekedar ucapan semata yang tidak ada artinya.

                                                     ***

"Ada apa ini anak-anak ribut-ribut."

Suara berat khas seorang lelaki berkepala empat terdengar bersamaan dengan lelaki berpakaian batik memasuki kelas dengan berwibawa.

Seisi kelas yang tadinya ribut hanya karena salah satu siswinya yang kehilangan ponsel beserta uang itu seketika terdiam, dan salah satu dari mereka ada yang bersuara lagi menjawab ucapan lelaki yang baru masuk itu.

"Uang sama hp Dinda hilang pak, katanya sih tadi sebelum istirahat ada di dalam tas, dan pas masuk dia lihat di tasnya gak ada," ujar salah satu siswi yang sejak tadi terlihat bersama siswi yang menjadi korban kehilangan barang dan uang tersebut.

Siswi yang bersuara tersebut berdiri di samping gadis yang bernama Dinda yang tengah menggeledah tas nya kembali untuk memastikan lagi apakah ponsel dan uangnya ada di dalam atau tidak.

Sedangkan lelaki yang dipanggil pak oleh siswi di samping Dinda itu melangkah mendekati tempat duduk Dinda yang berada di barisan kedua dari depan di tengah-tengah.

Orang tersebut tak lain adalah guru Geografi yang memang akan mengajar di kelas tersebut, kelas yang ditempati Jingga dan juga temannya Sasa. Keduanya memang masuk di kelas Ips, lebih tepatnya ips dia, tak salah lagi jika di kelasnya ada pelajaran geografi yang sangat tidak disukai Jingga.

Jingga lebih memilih masuk di kelas ips dan menghadapi pelajaran geografi dari pada menghadapi pelajaran berhitungan yang ada di kelas mipa. Padahal di ips pelajaran ekonomi juga ada hitungannya. Memang dasarnya Jingga berpikir pendek jadi tak sampai memikirkan ekonomi yang aslinya memang ada hitungannya.

"Coba inget-inget lagi kamu letakkan di mana HP sama uang kamu, siapa tau kamu lupa naruhnya di mana Dinda," ujar Pak guru yang bernama Pak Indra tersebut.

"Gak pak, saya inget banget kalo sebelum istirahat saya tinggal HP sama uang saya di dalam kelas, saya ambil uangnya cuma dikit buat jajan, saya inget banget dan gak lupa Pak," sanggah Dinda dengan sangat yakin pada ucapannya itu. Dia tak sepelupa itu sampai melupakan terakhir dimana dia meletakkan ponselnya.

Seisi kelas masih memperhatikan interaksi antara Dinda dan Pak Indra, sedangkan Jingga hanya diam memperhatikan. Berbeda dengan Sasa yang melangkah kembali menuju bangkunya, dia mengurungkan niatnya untuk melabrak Gita setelah melihat Pak Indra yang masuk.

"Ck! Kalo aja gak ada Pak Indra, udah gue labrak beneran tuh cewe!" gerutu Sasa setelah mendudukkan dirinya di samping Jingga yang menyimak dengan tenang.

"Dilihat-lihat muka si Gita ngeselin banget dah, songong!" lanjut Sasa dengan hati dongkol saat tadi melihat wajah Gita dari dekat.

"Udah-udah sabar, gak usah dipermasalahin lagi," ujar Jingga menasehati.

Walau dia sendiri merasa heran dan sedikit kesal dengan Gita akibat gadis itu yang membohonginya, tapi dia hanya diam saja dan tak terlalu memperpanjang masalah karena menurutnya itu tak terlalu penting dan merugikan nya juga.

Bagi Jingga dibohongi seperti itu tak masalah selagi tak membuat dia dalam masalah. Dia juga langsung memaafkan sikap Gita sendiri sebelum gadis itu meminta maaf padanya.

"Lo tuh jadi orang jangan terlalu baik kenapa sih Ngga, gue tuh kesel sendiri jadinya kalo lo gini mulu, sekali-kali balas tuh orang yang kek Gita!" balas Sasa dengan kesal yang membuat Jingga menghela nafas pelan.

'Ya aku harus gimana? Ini emang diri aku' batin Jingga.