webnovel

1: Disiplin

Di balkon sebuh kamar yang berada di lantai dua, terdapat gadis berambut sebahu yang tengah duduk di kursi rotan dengan tatapan lurus ke depan, menatap matahari dari balkon kamarnya yang terlihat akan tenggelam.

Tatapannya terlihat kosong menatap indahnya sunset yang memanjakan sepasang mata indahnya yang dihiasi bulu mata lentik.

Sekilas sorot matanya terlihat ada kesedihan di dalamnya, tapi kesedihan tersebut seolah berusaha gadis itu tutupi dengan mengosongkan tatapan matanya melihat lurus ke depan.

Sudah terhitung sekitar satu jam lalu gadis berambut sebahu dengan tahi lalat di bawah alisnya bagian kanan itu duduk di kursi rotan yang ada di balkon, tapi sepertinya dia tan ada niatan untuk beranjak dari sana walau matahari sudah tak menampakkan wujudnya.

Langit bahkan sudah mulai menggelap dan posisi matahari digantikan oleh sang rembulan malam yang menghiasi langit di malam hari. Suara adzan maghrib pun mulai terdengar berkumandang yang menandakan Tuhan memanggil para umat muslim untuk menunaikan kewajibannya.

"Huffh!" Gadis berambut sebahu yang berparas manis itu menghela nafas kasar sebelum mengeluarkan keluhannya. "Kapan ya aku bisa kayak kak Jihan yang nyaris sempurna dan disukai semua orang?"

Gadis manis yang kerap sekali iri dengan Kakaknya itu bernama Mejingga Alnaira Adijaya, dia adalah anak bungsu dari keluarga Adijaya yang baru saja menginjak kelas sepuluh satu bulan yang lalu dan biasa dipanggil Jingga.

Jingga bangkit dari kursi rotan yang sejak satu jam lalu dia duduki dalam diam tanpa mengeluarkan satu patah katapun selain beberapa patah kata yang baru saja dia ucapkan dengan nada bertanya yang tersirat akan rasa iri.

Gadis itu berlalu meninggalkan balkon kamarnya, tak lupa menutup kembali pintu balkon kamarnya yang berada di lantai dua kediaman keluarganya atau orang lain sering sebut dengan panggilan keluarga Adijaya.

Beberapa orang lain mungkin kerap kenal dengan sosok Jingga yang merupakan putri bungsu dari keluarga Adijaya, dikarenakan gadis itu sering kali bersama dengan kakak satu-satunya yang memang terkenal sebagai model.

Keluarga Adijaya merupakan keluarga yang bisa dibilang cukup terkenal, tapi tak khayal ada beberapa orang yang mungkin tak tahu akan terkenalnya keluarga Adijaya, hal tersebut mungkin diakibatkan karena beberapa orang tersebut tak berpengalaman atau terjun ke dalam dunia bisnis.

Tok tok tok

Baru saja Jingga mengunci pintu balkon kamarnya sekaligus menutup gordennya, suara ketukan pintu mengalihkan atensi gadis itu.

"Siapa sih, mau mandi juga," gerutu Jingga yang merasa sedikit terganggu dengan ketukan pintu kamarnya itu akibat mengulur waktunya untuk mandi.

Mau tak mau Jingga menunda niatnya yang akan langsung pergi ke kamar mandi, dia tak ingin mencari masalah dengan salah satu anggota keluarga hanya karena mengabaikan ketukan pintu.

Ceklek

Dengan raut wajah datar dan sedikit terlihat judes, Jingga membuka pintu kamarnya, raut wajahnya tak berubah, masih datar dan sedikit judes. Tapi Jingga menaikkan salah satu alisnya sebagai pertanda bahwa dia bertanya pada lelaki yang saat ini berada tepat di hadapannya.

Si pelaku pengetuk kamar Jingga adalah seorang lelaki dengan pakaian santainya, kaos polos berwarna putih dengan celana selutut berwarna hitam.

"Lo belum mandi ya? Cewe bukan sih lo? Jorok amat dah," cetus si lelaki yang berdiri di hadapan Jingga.

'Bacot!' Satu kasar itu hanya bisa Jingga katakan dmengi dalam hati, tak berani mengutarakan langsung pada lelaki yang ada dihadapannya langsung.

Gadis itu menghela nafas kasar sebelum menjawab ucapan lelaki di depannya. "Biarin! To the point aja abang mau ngapain?" balas Jingga dengan acuh tak acuh. Gadis itu tak suka basa-basi di saat mood nya sedang memburuk, apalagi dengan lelaki di hadapannya tersebut.

Lelaki yang dipanggil abang oleh Jingga memanglah abang kandung dari gadis sendiri. Lelaki itu merupakan anak sulung di keluarga Adijaya yang bernama Arkantara Adijaya.

Dia lah salah satu orang yang membuat Jingga semakin merasa iri pada kakak perempuannya yang nyaris sempurna.

Jihan yang berusia dua puluh tiga sedangkan Arka berusia dua puluh lima tahun, keduanya hanya berjarak dua tahun. Jingga pikir hal tersebut lah yang membuat Arka lebih dekat dengan kakaknya Jihan, itu lah yang menjadi salah satu hal yang membuat Jingga iri pada sosok Jihan yang baik hati.

"Gue mau pinjem charger lo, punya gue gak tau kemana," ujar Arka dengan santai.

Di usia lelaki itu yang sudah dua puluh lima tahun dia sudah memegang salah satu perusahaan keluarga Adijaya. Tepatnya sang kepala keluarga di keluarga Adijaya yang tak lain adalah Papanya telah mempercayakan dia sebagai pemimpin perusahaan karena Arka sudah kuliah beberapa tahun di dunia bisnis.

"Hmm." Dengan malas Jingga berdehem sebagai jawaban ucapan Arka sebelum dia berlalu kembali masuk ke dalam kamar.

Arka hanya diam menunggu adiknya dari luar, hanya beberapa detik sebelum Jingga keluar dengan membawa charger ponsel miliknya.

"Jangan dihilangin! Langsung balikin kalo dah kelar chargernya!" ujar Jingga sembari menyerahkan charger miliknya pada Arka.

"Oke, thanks." Setelah membalas dengan dua kata yang terkesan singkat itu, Arka langsung berbalik kembali menuju kamarnya yang terletak tak jauh dari kamar Jingga.

Sedangkan sang empu yang masih berdiri di depan kamarnya itu menghela nafas kasar sebelum melangkah masuk dan mengunci pintu kamarnya.

"Awas aja kalo hilang!" gumam Jingga sebelum dia memasuki kamar mandi untuk acara mandinya yang tertunda.

                                                    ***

Tap tap tap

Satu persatu anak tangga Jingga pijak dengan kedua kaki jenjangnya yang terbalut celana panjang rumahan yang biasa dia gunakan saat akan tidur atau di rumah.

Rambut gadis itu diikat asal menjadi satu menyisakan beberapa anak rambut yang tak ikut terikat. Penampilannya itu semakin menambah kesan manis dan imut secara bersamaan, bisa dibilang paras Jingga manis bercampur sedikit imut.

"Udah berapa kali Papa bilang, kamu harus disiplin dan tepat waktu Jingga! Kenapa kamu gak contoh sikap kakak-kakak kamu yang selalu disiplin dan tepat waktu dalam hal apapun termasuk makan bersama seperti ini!"

Baru saja Jingga sampai di ruang makan, suara tegas nan berat milik sang kepala keluarga terdengar menginterupsi gadis itu.

'Lagi' batin Jingga dalam diam dengan kaki perlahan melangkah menuju kursi yang biasa dia duduki saat makan bersama di meja makan dengan keluarganya.

"Iya sayang, kamu seharusnya mencontoh sikap kakak kamu Arka dan Jihan, mereka berdua sudah disiplin sejak dini walau Papa ajarkan hanya sekali, sedangkan kamu sudah Papa dan Mama ajarkan dari lama dan peringatin beberapa kali tapi tetap aja sikap kamu kayak gini," timpal wanita paruh baya yang tak lain adalah Mama Jingga.

Jingga hanya menunduk dalam. "Maaf," ujarnya pelan.

Sedangkan kedua kakak Jingga yang tadi disebut oleh Mamanya hanya diam tak membuka suara atau sekedar membela Jingga agar kedua orang tuanya tak menyudutkan adik mereka itu.

Sang kepala keluarga yang tak lain Abian Adijaya berdehem singkat. "Lupakan, Papa bilangin lagi pun kamu masih aja seperti ini Jingga!"

Jingga tak membalas, dia hanya diam membisu dan menelan kenyataan yang dia lakukan dibalik keterlambatannya turun ke lantai satu untuk makan malam bersama.

'Huffh, selalu aja kayak gini, dipermasalahin, kenapa mereka gak tinggalin aku aja buat makannya' batin Jingga dalam diam dengan tangan bergerak mulai memakan makan malamnya setelah yang lain mulai makan dalam diam tanpa suara. Karena itu sudah peraturan yang diterapkan di keluarga Adijaya.