webnovel

Me Vs Dad

"Kenapa bukan ayahku yang mati? Kenapa harus Nana? Tuhan, ambil saja nyawanya. Aku rela menukar kebahagianku agar bisa hidup bahagia bersama dengan Nana" Pikiran itu yang terlintas pada benak Isabella, gadis muda berusia empat belas tahun yang begitu membenci ayahnya, , dan hanya memiliki Nana - nenek yang selalu mencintai dan melindunginya. David Mahendra. Pria tampan kaya raya, memiliki hati bengis terhadap putrinya sendiri. Menganggap Isabella sebagai hama yang perlu dibasmi. Seketika kehidupan mereka berubah, saat mereka terbangun pada tubuh yang salah dan jiwa mereka tertukar. Apa yang akan terjadi pada David dan Isabella? Bisakah mereka saling mencintai sebagai ayah dan anak?

Sita_eh · Teen
Not enough ratings
171 Chs

Kalian Akan Mati & Masuk Neraka!

Suasana sekolah sudah mulai ramai dengan lorong yang sudah dipadati oleh murid yang baru saja tiba. Banyak dari mereka yang berjalan tanpa peduli melihat lantai yang masih sedikit basah, karena baru saja dibersihkan.

Terlihat petugas kebersihan wanita yang tampak kesal, dan dia segera mengambil alat kebersihannya yang berharga, begitu juga dengan papan tanda peringatan yang bertuliskan...

"Aku sudah memperingatkan kalian, anak nakal! Lantai ini basah dan jika kalian jatuh, kalian akan mati dan masuk neraka!"

Matilda si petugas kebersihan yang super cerewet itu mendengus kesal, dia melihat tulisan tangannya sendiri di papan peringatan yang ia tempeli dengan karton putih besar. Tulisan tangan dengan cat hitam yang tebal dan tampak mengerikan.

"Huh... sepertinya aku harus mengganti kata-katanya. Bagaimana jika ku tulis..." Matilda tampak berpikir keras seraya mengerutkan keningnya.

"Ah... bagaimana dengan... kau akan mati dimakan setan. Sepertinya itu lebih menakutkan?" pikirnya dengan kesal.

"Nona Matilda, kenapa kau melamun di tengah jalan seperti ini?" Sam sang guru baru saja tiba, dan dia melihat papan peringatan dengan kata-kata yang ... katakan saja tidak manusiawi.

"Aku pikir kepala sekolah sudah membahas masalah ini, bukan? Kenapa kau tidak menghapus tulisan itu?" tanya Sam seraya menyeringai.

"Oh... Mr. Sam, kau pikir anak-anak itu akan mendengarkan dengan hanya tulisan awas lantai basah? Tidak... mereka itu gila semua, rasanya aku ingin memindahkan mereka ke planet mars!

"Lihat saja... jejak kaki mereka yang kotor selalu saja ada, padahal lantaiku belum kering. Rasanya aku ingin menjadi penyihir agar bisa mengubah mereka menjadi kodok," jawab Matilda bersungguh-sungguh.

"Uhmm..." Sam menggarukkan kepalanya dan dia tahu jika Matilda seorang yang sangat keras kepala dan cepat marah.

Di usianya yang sudah separuh abad, Matilda masih bekerja sebagai petugas kebersihan. Harus Sam akui, banyak anak murid yang seringkali menggoda Matilda, dan membuat wanita renta itu semakin tersulut emosinya, meskipun hanya kalimat kasar dan makian saja yang ia lontarkan untuk membalas sikap murid yang nakal.

"Baiklah, Matilda. Aku harap kau tidak dipangg lagi kepala sekolah," Sam menepuk pundak Matilda dengan simpati.

"Ah... mengenai hal itu?" Matilda mengingat sosok pria yang beberapa waktu lalu datang ke sekolah dengan sikap angkuh dan arogan.

"Siapa suruh dia menginjak lantai basahku! Aku tidak suka dengan pria itu, kenapa dia harus menjadi ayah Bella. Gadis itu sungguh memiliki nasib yang malang," ucap Matilda sambil mengingat wajah David.

"Ahh... ini sudah waktunya, aku harus bersiap-siap," Sam melirik ke arah jam tangannya tidak mendengarkan keluhan Matilda,dan setelahnya ia berlalu begitu saja meninggalkan petugas kebersihan yang masih memasang wajah masam.

"Huh, Dia juga pria malang. Kenapa pria seperti itu masih belum memiliki kekasih, padadal wajahnya tidak terlalu buruk," gumam Matilda.

Sam dengan tas kopernya berjalan terburu-buru untuk menuju ruang guru. Hari ini dia ingat harus mengadakan ujian untuk pelajaran Matematika. Tapi langkah kakinya terhenti saat dia melihat murid pria yang sedang mengambil peralatan tulis di loker siswa.

"Ethan?" panggil Sam.

Ethan tidak langsung membalikkan tubuhnya, matanya mengerjap bingung dan dia tampak cemas.

"Ethan?" Panggil Sam kembali.

"Ya?" dia pun membalikkan tubuhnya sambil menunjukkan senyuman lebar dengan deretan gigi yang putih dan rapi.

"Kenapa kau kemarin tidak datang menemuiku? Aku menunggumu, apa kau lupa?" tanya Sam seraya menyipitkan matanya.

"Kemarin? Ah... ya, Mr. Sam, kau benar. Aku lupa, maafkan aku,"

"Ahh... baiklah. Tidak apa-apa, tapi apa bisa kita berbicara nanti saat jam makan siang?" Sam tersenyum seolah itu bukanlah masalah besar.

"Bagaimana saat pulang sekolah nanti? Hari ini kelasku memiliki jadwal tanding bisbol. Sepertinya saat jam makan siang aku masih berlatih dengan teman-temanku. Bagaimana, apa kau keberatan?" tanya Ethan menjelaskan dengan sikap gugup.

"Tidak masalah. Aku akan menunggumu, sampai bertemu nanti usai pulang sekolah."

Ethan menarik napas lega dan wajah yang tegang itu sudah mengendur, "Fiuh... bagaimana ini? Apa dia tahu mengenai hal itu?"

"Ethan!!!"

Suara anak perempuan mengejutkan Ethan, hingga anak laki-laki itu terperanjat dan hampir saja dia jatuh pingsan.

"BELLA!!" protes Ethan kesal.

"Kau ini kenapa? Seperti melihat hantu saja. Hei... kau mau ini?" Bella menunjukkan kantong cokelat yang berisikan banyak roti dan susu.

"Kau tahu, Ethan. Pagi-pagi sekali aku mencari toko roti yang sudah buka, itu semua karena aku kelaparan," Bella terus saja berceloteh.

"Uhmm? Kau ... Bella?" Ethan tampak aneh dengan sikap Bella yang sudah tampak normal, dan tidak seperti Bella yang kemarin ia temui.

"Bukan! Aku bukan Bella! Aku ini Billie Eilish. Kau mau lihat aku menyanyi..." Bella sudah membuka mulutnya besar-besar dan mulai bernyanyi keras.

Suara melengking dan tidak bernada itu sudah cukup membuat Ethan sadar, jika anak perempuan yang ada dihapannya adalah Bella.

"Cukup, Bella!" Ethan menutup kedua telinganya dan melotot kesal ke arah Bella.

"Kau ingin jadi pusat perhatian ya! Karena jika itu tujuamu, sudah cukup dengan tingkah konyolmu kemarin!"

Bella segera mengatupkan mulutnya rapat-rapat. "Kau ini kenapa, sih?"

"Sudahlah... kita harus segera masuk kedalam kelas," jawab Ethan sedikit ketus dan segera berjalan tanpa menunggu Bella.

"Ethan!!!" Seru Bella dan segera menyusul Ethan.

"Hei... kau kenapa marah-marah, sih? Lihat... aku banyak bawa makanan untuk kita berdua. Kau ingat kan, hari ini kita akan tanding," Bella tetap saja menempel.

"Ya... ya... aku ingat. Lagi pula ini hanya pertandingan biasa saja, kenapa kau begitu bersemangat sih?" Protes Ethan yang sudah masuk kedalam kelas.

"Lalu... aku harus bagaimana?" tanya Bella tidak paham.

Ehtan meletakkan tasnya dan duduk dengan segera, terlihat ia tampak enggan untuk menjawab pertanyaan Bella. Pikirannya masih saja melayang, dan dia menatap ke arah Bella dengan wajah cemas.

"Bella?"

"Ya, kenapa?"

"Ahh... tidak apa-apa," Ethan yang tampak gusar dan ia tidak berani untuk bertanya pada Bella.

***

Siang hari saat jam makan siang baru saja usai.

Jam olahraga pada saat itu sangat menyenangkan bagi Bella. Dia sudah tidak bisa menahan diri untuk tidak segera mengganti pakaiannya. Tongkat bisbol kesayangannya sudah ia bawa ke area lapangan.

"Kau yakin bisa melakukannya?" tanya Ethan yang tampak khawatir.

"Tentu saja, aku bisa melakukannya. Lagi pula gadis-gadis itu harus diberi pelajaran!" ucap Bella memadang ke arah lawannya, dengan mata keji seperti seorang pembunuh.

Jauh diujung lapangan ada Fiona yang tampak mencolok dengan tubuh besarnya, tidak jauh terlihat Emily yang sudah siap memberikan lemparan terbaiknya untuk Bella.

"Terakhir kali kau bertengkar dengan mereka. Dan... itu karena aku kan, bahkan sampai ayahmu datang dan memarahimu," ucap Ehtan merasa bersalah.

"Sudahlah, jangan diambil pusing. Mereka itu terlalu ikut campur, dan aku akan memberikan pelajaran untuk mereka!" Bella mengetuk tongkat bisbolnya ke arah bawah, mengenai hamparan rumput yang empuk.

Ethan menatap khawatir dengan sikap Bella, "Baiklah, tapi... kau harus berhati-hati, Bella,"

"Tenang saja, Ethan," Bella menyeringai dengan penuh percaya diri.

Bella sudah berjalan ke arah lapangan, dia sempat menoleh ke arah Ethan yang masih duduk di kursi pemain cadangan. Tapi dengan cepat dia melirik ke arah Emily dan Fiona. Dua gadis itu menggorok leher mereka sendiri dengan telunjuk, menandakan peringatan keji untuk Bella.

Tapi Bella hanya menjulurkan lidahnya dengan kesal, dan sudah siap untuk memasang kuda-kudanya saat pertandingan bisbol akan dimulai.

Aba-aba dari guru olahraga pria - Mr. Dom sudah terlihat saat dia membunyikan pluitnya. Bella segera mengencangkan cengkramannya pada tongkal bisbol, dan sepasang mata yang menatap lurus ke arah bola yang berada di tangan Emily.

"Mati kau, kali ini!" ucap Emily tanpa bersuara dari kejauhan. Dia sudah memutar bola yang ada ditangannya, dan siap ia lontarkan ke arah Bella.

Bella tampak fokus dan tidak ingin terganggu dengan sikap Emily yang mencoba untuk memprovakasinya sebagai posisi pemukul - Batter.

"Aku pasti bisa... aku pasti bisa!" gumam Bella menyemangati dirinya, sekali lagi dia melihat ke arah Ethan yang menatap dari kursi pemain cadangan.

"Bella, bersiap-siaplah, dan kau harus fokus," ucap Roby. Anak laki-laki itu berada disamping Bella, dia duduk berjongkok dengan tangannya yang mulai memberikan aba-aba.

Bella menarik napasnya dengan dalam dan dia sudah melihat Emily mengayunkan bola bisbol yang pastinya akan cepat mengarah ke arah Bella.

Tapi disaat itu juga ada sesuatu yang aneh terjadi oleh Bella. Seperti ada yang merasuki dirinya, hingga Bella tidak bisa melihat apapun selain kegelapan.

"Hah... ada apa ini?"

Tang!!!

Bola bisbol itu baru saja mengenai hidung Bella, dan tidak lama gadis muda itu sudah tidak sadarkan diri dengan cepat.