webnovel

Me is me

rannaya · Urban
Not enough ratings
108 Chs

Perangkap...

Seorang Pria pagi ini tengah berdiri sambil memandangi celah celah kaca jendela yang tertembus teriknya sang mentari pagi, wajah yang tenang penuh kharisma, Mata tajam bagai elang memandang alam pagi dengan seksama. ia menghembuskan nafas pelan, seolah sehabis menghirup oksigen pagi yang tak berpolusi. membuat sang daun-daun pun bergoyang menjatuhkan butiran embun kala di tiup angin semilir pagi. Ia lalu memasang setelan jas berwarna biru dongker, sebuah dasi berwarna putih dengan garis zig zag abu abu, kemudian ia berpaling dan tersenyum, memandangi miliknya yang terindah,istrinya...Riri yang masih tertidur pulas di ranjang kesayangannya. ia jadi teringat, tak mudah membujuk istrinya untuk mau tinggal di mansionnya, beruntung dengan sebuah bujukan dan alasan bahwa zhi han ngidam ingin istrinya mengabulkan permintaannya untuk tinggal di mansion miliknya sendiri,karena baginya ia tak leluasa bila tinggal di tempat oranglain walaupun itu milik Zay kakak sepupu istrinya. kini ia bernafas lega istrinya betah di mansionnya walau sebenarnya hanya akal akalan saja bahwa ia ngidam.😁

"Sweety...bangun honey...ini sudah pagi" ucapnya sambil mengelus perut istrinya yang kian membuncit, tak terasa dua bulan lagi akan ada dua bayi di hidupnya. istrinya kini tengah hamil tua, tujuh bulan. ia pun memandangi pemandangan pagi di atas ranjangnya yang terbilang berukuran king size. lalu, iapun membelai mesra pipi chubby istrinya. istrinya tersenyum pelan dan membuka matanya perlahan.

" Pagi...Sweetheart... aku pulas banget ya tidurnya..." ucap riri dengan suara agak serak sambil mengangkat kedua tangannya ke atas untuk melakukan peregangan tubuh.

" yuuup...pulas banget,, aku senang melihatnya, akhirnya istriku bisa beristirahat tanpa gangguan. ucapnya sambil mengacak ngacak rambut istrinya. ia pun mengambil baskom kecil yang berisi air dan handuk kecil yang sudah ia siapkan sedari tadi di samping nakas temoat tidur, kemudian mengelap wajah istrinya dengan lembut. tak lupa ia mengambil sikat gigi dan pastanya, menyuruh istrinya membuka mulutnya dan menggosok giginya perlahan dengan nampan yang masih berisi air bekas cucian muka istrinya tadi di atas ranjang sebagai tampungan untuk menggosok gigi istrinya agar buih bekas sikat gigi tak berjatuhan kesana kemari, kemudian ia ambil cangkir berisi air putih, agar istrinya mencuci mulutnya sehabis ia gosokkan giginya tadi. setelah selesai acara ritual pagi ini, ia pun mengambil sisir di meja rias beserta sebuah ikat rambut mungil, kemudian ia duduk di belakang istrinya, menyisir rambut istrinya perlahan kemudian menggelungnya rapi, ia tahu semakin besar usia kehamilan maka rasa gerah akan di rasakan oleh ibu hamil.

" beres...sweety lets go to the eat...yang lain udah nungguin sang ratu di bawah" ucap zhi han sambil memegang tangan istrinya perlahan sambil menuntun untuk berjalan beranjak dari ranjang. memang yang riri rasakan saat ini amat berat di usia kehamilan tujuh bulan. namun ia sangat enjoy dan menikmati kehamilannya terlebih banyak yang memberikan perhatian dan kasih sayang padanya terutama suaminya. walaupun riri di larang untuk keluar rumah dengan beberapa alasan, namun untuk memenuhi kebutuhan dan kemauan istrinya sehari hari apabila ngidam zhi han sudah menyuruh tiga pengawal sekaligus untuk melayani istrinya apabila ia ditinggal bekerja.

"mansion kamu lumayan besar ya sweetheart...tapi kenapa uncle Lee dan Bibi kamu gak mau satu mansion sama kamu malah memilih rumah mungil di sebelah mansion kamu ." ucap riri penasaran.

" rumah mungil itu banyak menyimpan kenangan dan sejarah rumah tangga mereka sweety, makanya mereka enggan sewaktu aku tawari untuk tinggal bersamaku di sini. tapi untungnya gak jauh cuma beberapa langkah saja dari mansion ku. rumah kecil berpagar kayu dengan taman yang indah memang membuat riri penasaran awalnya, mengapa berdekatan dengan mansion suaminya, setelah ia tahu itu milik uncle lee dan istrinya ia pun tersenyum, 'mereka romantis' fikir riri.

" naah...ini nih yang di tunggu tunggu.. tuan permaisuri... Pagi cucuut..." ucap prima menyapa sahabatnya.

" loohh...kok kalian semua ada di sini..." ucap riri memandangi dua sahabatnya, kemudian kakak sepupu dan tunangannya Sesa.

" saya yang mengajak mereka Agassi, agar mereka bisa dekat dan kami saling menjaga anda bergantian " ucap uncle lee yang memakai celemek karena menyiapkan sarapan pagi untuk anak anaknya.

" benar sayang...usia kehamilan kamu sudah menginjak tujuh bulan, kata orang sangat rawan di usia kehamilan seperti ini, Amma dan Appa ( sebutan uncle lee dan istrinya ) serta zhi han sepakat meminta mereka untuk tinggal dengan kita, tak apakan sayang. Amma sudah lama tak merasakan arti sebuah keluarga besar " ucap bibi Zhi han dengan mata berkaca kaca sambil membelai lembut rambut menantunya.

" tentu Amma...riri sangat senang sekali, terimakasih atas perhatian kalian ke saya," ucap riri membalas belaian lembut tangan bibi suaminya yang sudah ia anggap sebagai orangtuanya juga.

" Ayo kita sarapan... lapar banget nihh " ucap Zay yang melihat menu ringan namun membuat siapa saja ingin memakannya.

Zhi han melangkahkan kakinya di sebuah perusahaan besar ternama miliknya, siapapun yang melihatnya selalu terkesima akan ketampanan sang bos besar yang terkenal dingin dan misterius ini. gaya maskulinnya membuat setiap wanita hatinya meleleh walau hanya sekilas memandangnya lewat.

namun, seseorang yang sedari tadi menunggunya di ruangannya mendengus kesal karena sepertinya sang bos sengaja sedikit terlambat menjamunya.

" apa kabar, bu Diana yang cantik.." sapa zhi han begitu pengawal kwang membuka pintu ruangan kerjanya. sekilas zhi han lihat wajah yang kesal berubah dengan sebuah senyuman menyambut sapaannya, zhi han tahu itu senyum palsu. namun zhi han berlaku seolah olah tak mengerti dengan sikapnya.

" pagi zhi han anakku... kenapa kau terlambat, aku sangat khawatir terjadi apa apa dijalan padamu tampan.." ucap ibu diana dengan senyum palsunya sambil duduk kembali di sofa.

" ada apa ini...apa yang membuat nyonya kemari dan meminta pertemuan dengan saya di kantor saya " ucap zhi han pura pura tak mengerti.

" yaa...aku merindukanmu...sudah lama tak melihatmu semenjak acara kita di shanghai beberapa bulan yang lalu, apa kabarmu...apakah sudah siap dengan sebuah kerjasama dengan perusahaanku " ucap ibu diana dingin namun jelas arahnya.

" oughhh...apa tak salah nyonya..dulu kau menolak bekerjasama denganku, kau bilang perusahaanku terlalu kecil dan beresiko, lihatlah sekarang apa yang membuatmu berubah fikiran. " ucap zhi han santai namun tajam.

' tentu saja supaya kau hancur bodoh ' ucap ibu diana dalam hati dengan marahnya. kemarahan yang ia simpan akibat anaknya yang difikirnya banyak menderita akibat ulah istri lelaki yang sekarang di hadapannya, 'dulu ibunya... sekarang istrinya' ucapnya dalam hati lagi dengan kekesalan.

" ku fikir saat ini kau perlu pijakan tampan,, perusahaanmu bukankah membutuhkan tambahan investor, aku sudah memprediksinya perusahaanmu ini akan terjadi masalah ke depannya, ternyata...tebakanku tak meleset sedikitpun..benarkan?..." ucapnya lagi.

" tentu... aku memang membutuhkan tambahan investor, kau tepat sekali, dan aku sangat berterimakasih, kapan kita akan menjalin kerjasama.." balas zhi han dengan senyum yang sulit di artikan.

"ouhww...sepertinya kau tak sabaran bekerjasama denganku,,, tentu secepatnya lebih baik, tapi..ada syarat yang harus kau penuhi " ucap ibu diana dengan sedikit tawa yang mengandung maksud terselubung.

" apapun syaratnya saya setuju saja, selama tak membuat saya rugi... namun sebuah persyaratan ada untung dan ruginya juga kan.. " ucap zhi han tersenyum smirk membuat ibu diana tak mengerti, namun ia berusaha ikut tersenyum senang.

' kita lihat saja siapa yang merugi dan aku akan menguasai perusahaan ini dan juga membalas apa yang sudah kalian lakukan ' ucap ibu diana dalam hati sambil berpamitan keluar dari ruangan zhi han.

' selamat datang tikus besar,, untuk menangkap seekor tikus besar, memang harus di beri jebakan ' ucap zhi han dalam hati dengan senyum dinginnya. memandang kepergian ibu diana dari balik kaca kantornya.