webnovel

Melodi Kematian

Berdiri ku termenung dibawah derasnya guyuran hujan, tangan terkepal menusuk kulit hingga mengeluarkan tetesan darah, petir menggelegar yang saling bersautan, kilatnya menghiasi gelapnya langit malam. Sendiri ku berdiri di depan sebuah makam, gaun putih ku tak lagi bersih, ternoda lumpur dan darah, rambut panjang ku tergerai basah tak beraturan, sebagian menutupi wajahku, tak kurasakan juga telapak kaki yang mengeluarkan darah karena berlari dan menginjak beberapa kerikil tajam di sepanjang jalan, tapi tak apa, karena semua noda darah itu telah tersapu oleh aliran air hujan. Tatapanku tertuju pada sebuah nisan kayu bertuliskan "Camelia". Air mata kembali mengalir di pipiku, berbaur dengan derasnya siraman hujan. Bibirku bergetar, tak mampu ucapkan kata. Entah sudah berapa lama aku di sini, termenung memandang gundukan tanah merah di hadapanku. Ku pejamkan mataku dan menghirup udara sebanyak banyaknya, berharap dapat mengurangi sesak di dadaku. Perlahan kubuka mata dan menatap langit, membiarkan wajahku terguyur hujan. Kembali ku tatap nisan yang bertuliskan nama Bunda ku. Sosok yang selama ini selalu menjagaku, menahan semua kesedihan dan penderitaan demi kebahagiaanku. Tetapi tetap tak berkutik melawan kejamnya takdir.

"Bunda, kau berkata padaku bahwa seberat apapun beban yang takdir berikan pada ku, aku harus kuat, jangan pernah menunjukkan kelemahan dengan mengeluarkan air mata, Bunda, kau bilang tak apa mereka tak menganngap ku sekarang, jika aku tetap berbuat baik, mereka akan luluh dan menerimaku dengan tangan terbuka. Bunda, kau bilang tak apa jika aku selalu mengalah, karena mengalah tak berati kalah. Bunda, kau juga selalu menasehati ku untuk selalu berbagi, apapun itu... tapi bunda, apa yang ku dapat dari semua itu? Saat aku setuju untuk berbagi seorang ayah dengan orang lain, aku kehilangan sosok yang selalu kuanggap sebagai pahlawanku selama tiga belas tahun, ketika aku selalu mengalah dan mencoba bersikap baik, semua yg kumiliki perlahan terenggut, hingga kini tak tersisa sepeserpun, seorangpun, bahkan dirimu..."

"Bunda, setelah semua yang kita alami, aku mulai tersadar, sekarang aku telah terbangun dari segala ketidaktahuan, dan hari ini aku bersumpah segala yang terenggut akan ku ambil kembali, semua yang pernah menghina dan menyakiti kita, akan ku balas dengan tangan ku sendiri, akan ku pastikan bahwa mereka yang sekarang tertawa karena kematian mu, akan menangis darah dan berlutut di depanmu. Bunda, biarkanlah air mataku tetap mengalir, hanya untuk malam ini, karena, setelah ku tinggalkan tempat ini aku berjanji padamu jika aku tak akan pernah menangis lagi, biarkanlah hatiku lemah saat ini, untuk membuatnya semakin kuat esok hari."

"Bunda, aku berjanji kepadamu, aku tak akan pernah menemui mu sebelum semua hutang terbayarkan. Aku akan kembali bersama mereka yang telah mengkhianati kepercayaan dan kebaikan kita, akan ku pastikan mereka merangkak di hadapanmu. Pasti."

"Bunda, selamat tinggal, dan akan ku pastikan Jasmine tak akan pernah merasa apa yang selama ini ku rasa. Bunda, ku harap kau tenang di alam sana, akan ku bawa Jasmine kembali dan melindunginya dengan nyawaku. Tenang saja Bunda, Jasmine akan tumbuh dan hidup bahagia bersamaku, tak kan ku biarkan mereka mengambilnya. Inilah sumpah dan janjiku padamu".

Ku longgarkan jari tanganku yang terkepal, menatap nisan untuk terakhir kalinya, dan berbalik untuk meninggalkan area pemakaman, membiarkan darah yang menetes dari tangan ku tetap mengalir bersama air dari angkasa. Aku sudah bertekad bah wa seltelah malam ini, semua akan berubah, Setelah malam ini tak ada seorangpun yang dapat menghalangi jalan yang ku tempuh, tak ada yang bisa, bahkan takdir sekalipun.

Malam ini, langit yang tak berbintang masih mengguyurkan hujan tanpa henti, teriakan-teriakan petir menggelegar seakan membelah bumi.

Jdaarrr

Tiba-tiba semua hitam, seakan ditelan kegelapan malam.

Perlahan kubuka mata ku, menatap sekeliling, ternyata aku masih berada di area pemakaman, tak jauh dari makam Bunda, ku tatap langit yang masih gerimis, ternyata masih fajar. Matahari masih malas terbungkus awan, mungkin enggan untuk mengusir malam dan membawa cahaya, sehingga suasana pagi ini begitu sunyi, ku tatap sekelilingku, sepi. Tiba-tiba ku teringat sesuatu, Jasmine. Aku harus segera bergegas.

"Ting!!!"

Tiba-tiba sesuatu berdengung di kepalaku. Terasa amat menyakitkan, seakan-akan ada sebuah tangan yang mengutak-atik isi kepalaku. Ku pegang erat kepalaku dengan kedua tangan, mencoba menahan rasa sakit yang bagaikan di tusuk-tusuk dengan menggigit bibir. Setelah beberapa menit menahan siksaan, akhirnya penyiksaan ini berhenti. Ku turunkan tangan sambil menghela nafas.

"Pemasangan sistem telah berhasil." Sekali lagi sebuah suara keluar dari kepalaku, sebenarnya, apa yang sedang terjadi pada ku??"