webnovel

Mata Alam: True Story

Sebuah nama yang memiliki banyak kenangan, namun menyakitkan untuk diingat kembali. Karena nama ini, aku terlalu berharap untuk selalu bersama dengannya. Karena nama ini, yang dulunya indah menjadi mimpi buruk ku selama ini. Terima kasih, Tuhan.... Kau telah mengabulkan do'aku yang telah mendatangkan seseorang untuk ku. Seseorang yang dapat memperbaiki sifatku, perasaan ku, bahkan iman ku untuk lebih taat kepada mu. Tapi, Tuhan... Seseorang ini menghancurkan hidupku dengan perlahan atas perasaannya itu. Ini kisah nyata antara kau dan aku, Mata Alam...

Secret_Ainun · Teen
Not enough ratings
27 Chs

Mabudachi

"Darinya aku belajar bahwa mencintai seseorang itu hanya perlu waktu. Waktu ketika kau dengannya menghabiskan hari bersama-sama"

Dari Ainun yang bucin

Hari minggu pukul 07.00

Ainun, Tika dan Nur sedang berolahraga mengelilingi lapangan besar di kampus IPB Dramaga. Sudah rutinitas setiap minggunya kami selalu berolahraga. Selain berolahraga, kami pun bermain melepaskan penat atau berbelanja kebutuhan seperti wanita-wanita pada umumnya yang suka berbelanja.

Setelah mengelilingi lapangan selesai selama 1 jam. Aku, Tika dan Nur duduk di kursi panjang yang ada di atas khusus tempat duduk yang terletak di pinggir lapangan.

Aku beristirahat sambil memandangi orang yang sedang berlari berolahraga mengelilingi lapangan, duduk di kursi atau bahkan melihat orang lain sedang mengobrol dengan teman, sahabat, keluarga atau pacarnya.

"Guys, kita pindah jalan-jalan yuk sambil cerita" Ajak aku kepada Nur dan Tika yang ada di samping kanan kiriku.

"Hayu, aku juga ada yang mau diceritain" Tika menerima tawaranku.

"Aku ikut kalian aja" Nur pun mengiyakan.

Aku, Tika dan Nur meninggalkan lapangan lalu berjalan santai menuju taman kampus IPB yang saat itu sedang ramai. Karena ramai kami mencari tempat yang sepi untuk duduk agar kami leluasa ketika bercerita satu sama lain.

"Ekh, Tik. Tuh ada yang sepi disana" Aku menunjuk sebuah tempat duduk yang berada di belakang gudang buku kampus.

"Nah iya, disana aja, yuk" Ucap Nur menyetujui.

Kami berjalan ke tempat duduk tersebut lalu duduk saling berhadapan satu sama lain.

"Mau cerita apa, Nun?" Tanya Tika memulai pembicaraan.

"Busyet dah, bentar aku nafas dulu" Jawab aku yang masih ngos-ngosan ketika berjalan tadi.

"Yaedah" Tika hanya menggelengkan kepalanya.

"Kebiasaan" Komentar Nur kepadaku.

Sedangkan aku hanya cengengesan tanpa rasa bersalah sama sekali. Setelah dirasa aku sudah membaik, aku memulai pembicaraan diantara kami.

"Jadi gini. Semalem aku chat-an sama Guntur"

"Akh? Chat-an sama Guntur?" Tika dan Nur terkejut.

"Iya" Jawab aku menatap Tika bingung.

"Dari kapan oy? Kok aku ga tau?" Tanya Tika.

Aku menatap Tika bingung "lah, bukannya kalian udah tahu?" Tanya aku kepada mereka.

"Dih, kamu cerita aja ngga" Jawab Nur

Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal "perasaan aku udah cerita deh"

"Belum, Nun. Orang kamu aja baru cerita tadi" Tika memberitahu ku kebenarannya.

Aku terdiam sesaat mencoba mengingat apakah aku sudah kasih tahu mereka apa belum.

"Oh iya, aku belum ngasih tahu kalian hehe" Ucapku cengengesan setelah ingat kalo aku belum memberitahu mereka.

"Idiiihhhhh" Tika dan Nur kompak mendumel kesal.

"Ya, maaf"

"Jadi, dari kapan kamu udah chat-an sama Guntur?" Tanya Tika penasaran.

"Udah lama. Mungkin sekitar seminggu yang lalu" Jawab aku dengan jujur.

"Anjir, seminggu yang lalu dan kamu ngga cerita? Parah" Nur mulai menuduhku yang tidak-tidak.

"Ekh, orang yang seminggu mah itu sekedar basa basi nanyain tugas" Balas aku tak terima.

"Siapa yang nanyain tugas?" Tanya Tika bingung.

"Si Guntur lah. Masa aku"

"Akh? Guntur? Ga salah? Tuh anak kesambet apaan nanyain tugas ke kamu" Tika masih tidak percaya dengan tingkah Guntur. Yang bisa di bilang tugas aja ngga ngerjain, lah ini nanyain tugas. Makin aneh.

Aku mengangkat bahuku "ga tau aku ge"

"Maklumi, Tik. Mungkin dia udah dapet hidayah buat ngerjain tugas dan nanya sama si Ainun" Persepsi Nur.

"Mungkin. Bisa jadi"

"Terus apa lagi?" Tanya Tika makin penasaran.

"Itu lho, Tik" Aku ragu-ragu membicarakan Guntur perihal semalam.

Tika yang melihat aku gugup, menatap aku dengan curiga.

"Pasti ada sesuatu yang terjadi kan?" Tanya Nur mewakili pertanyaan Tika.

"Iya" Jawab aku singkat.

"Apaan sih? Jadi kepo" Desak Tika dengan tidak sabar.

"Itu lho"

"Hmmm"

"Itu, Tik"

"Itu apaan, kamvret" Ucapan Tika gregetan.

"Semalam Guntur bilang dia suka sama aku" Yaps, akhirnya aku memilih jujur kepada Tika dan Nur.

Aku melihat ekpresi wajah mereka terkejut bukan main. Tidak percaya dengan apa yang aku katakan kalo Guntur suka sama aku.

"Bohong kali" Komentar Tika dengan mengibaskan tangannya.

"Iya bohong kali, Nun" Nur menimpali.

"Ikhh serius. Dia bilang kayak gitu semalem, cuma aku ga tau dia beneran suka apa hanya menguji perasaan aku aja"

Aku memberikan ponselku kepada mereka "tuh baca aja sendiri"

Aku mempersilahkan mereka membaca pesan ku dan Guntur pada malam kemarin. Aku menunggu mereka sampai selesai membaca pesan itu.

"Gila"

"Ga nyangka sih"

"Edan"

"Dunia apa ini woy?"

"Gilaaaaaa" Sahut mereka saling menimpali setelah membaca pesan aku dan Guntur.

"Percaya kan?" Tanya aku kepada mereka.

Tika terdiam lalu menatap ku dengan raut wajah tidak yakin "aku ga tau sih, dia beneran suka apa ngga sama kamu. Kalau kata aku, dia selain nguji perasaan kamu, dia juga lagi nguji perasaan dia sendiri. Apakah kamu dipandang adik sama dia atau dipandang seorang wanita? Itu yang masih aku ragu" Tika memberikan penjelasan yang lebar.

"Tapi, Tik" Nur menatap Tika "aku yakin kalau Guntur suka sama Ainun cuma dia belum menyadari aja perasaan dia sendiri" Nur mengeluarkan persepsi menurut versi dirinya.

"Hmmmm, bisa aja" Tika meletakkan jarinya di dagu sambil berpikir keras.

"Jadi, Nun. Kami beneran suka sama dia?" Tanya Tika tersenyum evil kepadaku

"Mampus" Batin aku

"Silahkan mengejek sepuasnya. Aku tidak akan mengelak" Ucap aku dengan pasrah.

Tika dan Nur tertawa bahagia atas rasa yang aku miliki kepada Guntur. Karma, itu yang mereka deskripsikan untuk aku. Yaps, saksi aku yang mengatakan bahwa menyukainya adalah hal yang mustahil. Tapi, kenyataannya? Aku menyukainya.

"Syukurin" Ledek Nur menunjuk kearah ku.

"Nah, kan karma" Tika meledek di sela-sela tertawanya.

"Terserah" Aku tidak menanggapi ledekan mereka yang ada di depanku saat ini.

"Terus gimana?" Tanya Tika setelah berhenti tertawa dengan keras.

"Yah, mana aku tahu. Aku aja bingung nanti sekolah ketemu Guntur gimana" Jawab aku menutup wajahku dengan frustasi.

"Pake helm, Nun" Nur memberikan solusi absurd.

"Dikira aku mau naik motor apa? Pake helm segala"

"Hahaha" Nur semakin tertawa.

"Aku juga bingung. Tahu sendiri kalo Guntur tahu bukannya menjauh, tapi mendekat kearah kamu, Nun"

"Nah itu tahu" Aku menyentik jariku menunjuk ke arah Tika.

"Yaudah berarti bersikap B aja" Solusi Tika yang membuat ku kesal.

"Mata kau B aja darimana?" Tanya aku ga paham sama solusi Tika yang satu ini.

"Bingung jadinya haha. Yaudah nikmati aja, Nun. Kalo menjauh syukur, kalo mendekat sabarin aja. Haha" Masih sempat-sempatnya menasehati yang tidak ada ujungnya sambil tertawa pula.

"Tapi, Nun. Guntur ganteng kok ngga jelek-jelek banget" Nur memberikan pendapat tentang Guntur.

"Yeee, siapa juga yang bilang dia jelek" Aku pun ikut mengakui apa yang Nur katakan.

"Ciyeee, mengakui kalo Guntur ganteng" Ledek Nur sambil menahan senyumnya.

"Bodo amat, Nur. Kesel aku" Jawab aku dengan kesal menatap kearahnya.

"Akhirnya yah, kamu melabuhkan hati sama Guntur. Coba aku baru kemarin malem si Irvan ketahuan selingkuh sama aku" Tika memberitahu ku atas kejadian yang dia alami.

Aku terkejut "akh? Si Irvan? Serius?" Tanya aku masih tidak percaya.

"Iya, Nun. Asli aku sakit banget semalem, jahat banget dia jadi cowok. Nyelingkuhin aku sama Amanda. Pas aku bilang, dia pilih aku atau Amanda? Dia lebih memilih Amanda" Curhat Tika dengan mata berkaca-kaca.

"Gila sih. Ga nyangka aja Irvan nyelingkuhin kamu. Minta di hajar emang" Aku menahan kekesalan ku.

"Mentang-mentang dia udah ngga sekolah di Matusha, pindah ke sekolah lain dia udah dapet yang baru"

Perlu di ketahui. Irvan sekolah di SMK Matusha hanya sampai kelas 3 semester satu, semester dua dia sudah pindah ke sekolah barunya.

Pada akhirnya, aku dan Nur lebih mendahulukan curhatan Tika dibandingkan curhatan aku sendiri. Karena terlalu fokus pada masalah Tika, aku sampai melupakan masalah sendiri akan bersikap seperti apa nanti hari Senin jika bertemu dengannya nanti.

Hadiahmu adalah motivasi untuk kreasiku. Beri aku lebih banyak motivasi!

Aku sudah memberi tag untuk buku ini, datang dan mendukung ku engan pujian!

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Secret_Ainuncreators' thoughts