Wise, Aruta, Zaka, dan Raven pun berangkat pada pukul 13.00 dan sampai pada pukul 16.30. Setiba di daerah desa, Wise memakirkan mobilnya di dekat penginapan tempat mereka menginap. Setelah Wise memakirkan mobilnya, dia bersama yang lain keluar dari mobil. Aruta melihati penginapan itu yang tampak tua. Penginapan itu masih terbuat dari kayu, bukan dari beton dan semen.
"Penginapannya agak tua ya," ujar Aruta.
"Mereka ada makanan manis yang enak gak ya?" ujar Zaka.
"Zaka, makan makanan manis terus menerus tidak baik loh," tegur Wise.
"Maaf," ujar Zaka dengan nada datar.
Aruta menoleh kearah Raven dan melihat Raven yang tampak sangat lemas dengan matanya yang setengah tertidur.
"Apa kakak baik-baik saja?" tanya Aruta kepada Raven. Raven terkejut dan langsung membuka matanya.
"Ah! ukh... aku?" tanya Raven.
"Dia memang seperti itu. Raven biasa terlihat lemas tak bertenaga seperti itu. Semoga kau bisa cepat terbiasa," ujar Zaka kepada Aruta sembari mengemut lolipop.
"Begitu ya. Terima kasih Kak Zaka!" ujar Aruta.
"Tidak usah terlalu formal. Langsung panggil aku Zaka saja. Toh umur kita gak beda jauh-jauh banget," ujar Zaka.
"Ayo masuk ke penginapannya dulu. Zaka, Aruta, kalian sekamar. Raven, kau punya kamar sendiri. Kamar Bapak ada di sebelah kamar Zaka dan Aruta," ujar Wise.
Wise, Zaka, Aruta, dan Raven mulai memasuki penginapan itu. Setiap langkah mereka di lantai kayu penginapan itu mengeluarkan deritan. Raven terpisah dari yang lain karena kamarnya tidak dekat dengan kamar Pak Wise dan yang lain. Setiba di kamar, Aruta dan Zaka melihat-lihat sekeliling kamar itu dengan sinar matahari yang masuk melewati jendela. Di kamar itu hanya ada sepasang tempat tidur, sebuah lemari, dan tempat sampah kecil.
"Sederhana sekali ya kamarnya," ujar Aruta.
"Ya, yang penting nyaman buat istirahat," ujar Zaka.
Zaka mengambil lolipop lagi dari sakunya dan menyodorkannya kepada Aruta.
"Kau mau?" tanya Zaka.
"Boleh, Terima kasih," Aruta mengambil lolipop itu.
Zaka mengambil batang lolipop yang ada di mulutnya dan membuangnya di tempat sampah kecil yang ada di dekatnya. Zaka mengambil satu lolipop lagi dari sakunya dan mengemut permen lolipop lagi.
"Cepat sekali permennya habis," ujar Aruta.
Tidak lama kemudian Wise datang ke kamar Aruta dan Zaka.
"Hmm? Oh Pak Wise. Ada apa Pak?" tanya Zaka.
"Hari ini kita bebas. Kita akan memulai penyelidikan besok. Kalian bisa beristirahat hari ini. Atau jika mau, kalian boleh bertanya-tanya dengan penduduk sekitar," ujar Wise.
"Baik Pak," ujar Zaka dan Aruta.
"Oh ya satu lagi. Jika kalian ingin ke toilet, toilet ada di ujung sebelah barat penginapan ini," ujar Wise sebelum berjalan pergi.
"Hmm, aku mau berkeliling desa. Siapa tahu nemu makanan manis. Kau mau ikut?" tanya Zaka.
"Baiklah, aku ikut," jawab Aruta.
***
Saat sedang berjalan-jalan di desa pada sore itu, Aruta dan Zaka melihat anak-anak desa yang bersepeda, petani yang pulang dari ladang, dan beberapa orang desa yang sedang berbincang-bincang di luar rumah. Setelah beberapa saat berkeliling desa, Aruta dan Zaka menemukan sebuah toko kecil di tengah-tengah desa.
"Hmm ada toko. Ayo coba kesana, siapa tahu nemu camilan," ujar Zaka.
"Oke," jawab Aruta.
Aruta dan Zaka mulai mendekati toko itu. Mereka duduk di kursi di depan jendela besar toko itu. Toko itu cukup kecil dan hanya terbuat dari kayu. Aruta dan Zaka melihat seorang nenek tua yang menjadi penjual di toko itu.
"Oh halo-halo," sapa Nenek tua di dalam toko itu.
Nenek itu langsung bergegas menghampiri Aruta dan Zaka.
"Apa ada yang bisa Nenek tua ini bantu?" tanya Nenek itu.
"Umm toko ini menjual apa?" tanya Zaka.
"Oho, Nenek menjual kue bolu hangat di toko ini. Bolu nenek enak sekali loh. Ada banyak rasa, bisa kalian lihat di menu ini." Nenek itu memberikan kertas menu kepada Aruta dan Zaka.
"Mau coba? anak muda," tanya Nenek itu.
"Hmm boleh. Aku beli bolu coklatnya satu paket," ujar Zaka. "Aruta, kau belilah juga. Aku traktir," ujar Zaka kepada Aruta.
"Eh? Terima kasih banyak! Kalau begitu saya beli yang rasa stroberi satu paket," ujar Aruta.
"Baiklah, tunggu sebentar ya." Nenek itu menyiapkan pesanan Aruta dan Zaka.
Tidak lama kemudian, Nenek itu kembali.
"Ini dia pesanan kalian berdua." Nenek itu memberikan dua kotak kue bolu. Setelah membayar, Zaka dan Aruta langsung membuka kotak kue mereka.
"Hmm masih hangat," ujar Aruta saat memegang bolunya.
"Rasanya juga enak," ujar Zaka setelah mengigit bolunya.
"Ohoho terima kasih, terima kasih anak muda," ujar Nenek itu tersenyum. "Kalian berdua bukan orang desa ini ya. Nenek tidak pernah melihat kalian," ujar Nenek itu.
"Iya, kami sedang ada urusan di desa ini," ujar Aruta.
"Oho begitu ya. Semoga urusan kalian lancar. Tapi sepertinya desa ini ada di situasi yang kurang baik. Kalian pasti sudah dengar kan tentang kejadian aneh di desa ini," ujar Nenek itu.
"Berita yang orang desa tiba-tiba menjadi agresif itu?" tanya Aruta.
"Iya. Nenek sendiri tidak tahu bagaimana bisa ada kejadian aneh seperti itu. Dari kecil Nenek hidup di sini, Nenek mungkin sudah dua kali melihat kejadian aneh," ujar Nenek itu.
"Dua?" tanya Zaka mengangkat alisnya.
"Iya, ini yang kedua. Yang pertama adalah insiden Kota Vector. Insidennya cukup lawas tapi masih terkenal sampai sekarang. Apa kalian tahu?" tanya Nenek itu.
"Iya. Jadi Nenek melihat langsung kejadian itu?" tanya Zaka.
"Tidak langsung juga. Walau desa ini dekat dengan kota mati itu namun masih terlalu jauh untuk melihat dengan jelas. Warga desa juga tidak ada yang berani mendekat ke Kota Vector saat itu. Namun suara kerusuhan dan gemuruh dari kota itu terdengar jelas hingga desa. Warga desa hanya bisa berusaha memanggil polisi saat itu," ujar Nenek itu.
"Begitu ya," ujar Aruta.
"Aruta, sepertinya ini sudah mulai gelap. Ayo kembalim" ajak Zaka.
"Baiklah," ujar Aruta.
"Terima kasih banyak Nek," ujar Aruta dan Zaka.
"Sama-sama anak muda. Semoga urusan kalian lancar," ujar Nenek itu.
Ketika Aruta dan Zaka akan beranjak pergi, tiba-tiba Nenek itu menghentikan mereka.
"Oh satu lagi anak muda," ujar Nenek itu menghentikan Aruta dan Zaka. "Usahakan jangan terlalu sering melewati pasar di pinggiran desa," ujar Nenek itu.
"Kenapa Nek?" tanya Aruta.
"Kebanyakan orang desa yang tiba-tiba bertingkah aneh, terjadi di area pasar itu. Walau pasar itu ada banyak orang, tetaplah berhati-hati di sana," ujar Nenek itu memperingatkan Aruta dan Zaka.
"Baiklah, Terima kasih banyak Nek untuk peringatannya," ujar Aruta dan Zaka.
***
Saat kembali ke kamar penginapan, ada seorang pelayan yang membawakan makan malam untuk Aruta dan Zaka. Mereka berdua makan malam dan memakan bolu yang sudah mereka beli tadi.
"Apa kita perlu memberi tahu Pak Wise sekarang soal perkataan Nenek tadi?" tanya Aruta.
"Kita beri tahu besok saja. Kita istirahat saja untuk sekarang," jawab Zaka.
Setelah selesai makan malam dan membereskan kamar, Aruta dan Zaka mematikan lampu kamar dan mulai tidur. Pada tengah malam yang sunyi, tiba-tiba Aruta terbangun karena ingin buang air kecil. Aruta bangun dari tempat tidurnya dan mulai keluar dari kamar. Di luar kamar, Aruta melihat lorong penginapan yang gelap, dan sunyi. Aruta langsung masuk kembali ke kamarnya dan dengan cepat menutup pintu.
"Huh gelap sekali. Hehe tidak mungkin kan segelap itu. Mungkin mataku saja yang masih mengantuk," gumam Aruta.
Aruta membuka lagi pintu kamarnya dan melihat lorong gelap itu yang sunyi dan hanya disinari cahaya bulan.
"Sialan, desain penginapan ini kok harus seperti penginapan jaman dulu sih," gumam Aruta.
Aruta masuk lagi ke kamar dan berniat membangunkan Zaka. Aruta menggerak-gerakkan badan Zaka namun Zaka masih tertidur lelap dan masih mendengkur keras.
"Sialan, aku tidak mau mengompol di sini. Aku tidak punya pilihan lain!" Aruta memberanikan diri untuk keluar dari kamar. Aruta mulai berjalan perlahan-lahan di lorong gelap itu.
"Hehe, aku sudah pernah menghadapi makhluk mengerikan sebelumnya. Ini bukan apa-apa!" ujar Aruta kepada dirinya sendiri berusaha menahan kencing. Tiba-tiba kayu yang diinjak Aruta berdesit. Aruta terkejut dan mempercepat langkahnya. Langkah Aruta semakin cepat dan Aruta bernyanyi ketakutan selama menuju toilet.
Selesai dari toilet, Aruta berjalan kembali ke kamarnya. Namun kali ini, perasaan Aruta berbeda. Aruta merasa ada seseorang yang mengikutinya. Aruta semakin mempercepat langkahnya namun Aruta masih dapat merasakan ada yang mengikutinya. Aruta tidak berani menoleh ke belakang sama sekali saat itu.
"Huh mungkin cuma perasaanku. Tidak mungkinkan malam-malam begini ada orang lain yang bangun, hehe-hehe," ujar Aruta kepada dirinya sendiri berusaha mempertahankan keberaniannya.
Tiba-tiba Aruta merasakan ada tangan yang memegang pundaknya. Aruta langsung berteriak keras dan lari terbirit-birit. Aruta terus berteriak dan lari menuju kamarnya. Di sisi lain, Raven yang tadi memegang pundak Aruta hanya melihati Aruta yang lari terbirit-birit.
"Aruta kenapa? Aku cuma mau nyapa padahal," ujar Raven.