webnovel

Amera Yang Dibenci

Hari ini Amera sengaja datang lebih awal ke sekolah karena ingin cepat bertemu dengan Kinan. Ia ingin menceritakan semua keluh kesah dan rasa kesalnya pada perempuan yang selalu berada di di setiap harinya itu.

Namun, entah keanehan apa yang telah terjadi, kini sekolah sudah ramai orang. Jam sepagi ini biasanya hanya ada lima sampai delapan orang yang datang, tetapi ini? Hampir seluruh siswa sudah berada di sekolah.

Amera berjalan santai di koridor, di jalan panjang itu kini ramai orang-orang tengah mengobrol, tetapi Amera merasa jika tatapan mata mereka tertuju ke arahnya. Tatapan yang seakan tersirat kebencian dan rasa jijik.

Penasaran itu hanya perasaannya saja atau bukan, Amera memutuskan untuk berhenti dan menatap mereka yang ada di sepanjang koridor dan lantai atas.

"Heh, Amer! Lo masih punya muka buat datang ke sekolah setelah apa yang udah lo perbuat?" sentak salah satu perempuan dengan jari yang menunjuk ke wajah Amera.

"Urat malu lo udah putus kayaknya, ya," sahut perempuan lain lalu disusul oleh tawa mereka.

"Otak jenius lo kayaknya cuma buat nutupin sifat asli lo yang murahan itu! Gue bener, 'kan?" sahut perempuan lain lagi. Kemudian tawa mereka semakin keras dan terdengar begitu menjengkelkan di telinga Amera.

Amera menarik napas dalam, menahan diri untuk tidak melakukan tindakan kekerasan pada mereka. Amera tahu arah pembicaraan mereka, ia ingat dengan ucapan Kenzo kemarin. Bahwa video itu sudah tersebar di sekolah. Wajar jika mereka sekarang  melontarkan kalimat  makian padanya.

   

"Cih, dasar murahan!"

"Prestasi doang yang tinggi, tapi harga diri lo rendah!!"

"Otak lo doang yang mahal, tapi tubuh lo murah kayak permen!"

"Sekarang satu sekolahan udah tau kelakuan asli siswi prestasi yang selalu disanjung guru  sana-sini, ternyata punya kelakuan yang sangat tidak disangka buruknya!!"

Masih banyak lagi cacian yang mereka lontarkan, tanpa memikirkan perasaan seseorang di sana. Amera mengepalkan tangan, menatap mereka yang menertawakan dirinya.

"DAN MULUT KALIAN SAMA HALNYA KAYAK SAMPAH, SIALAN!!" teriak Amera yang geram. Ia sudah tidak tahan mendengar makian itu.

Semua orang yang ada di sana tersentak kaget dan seketika terdiam. Ini pertama kalinya mereka melihat Amera marah. Namun, tak di sangka, mereka malah melemparkan kertas dan sampah lainnya ke arah Amera. Hal tersebut dilakukan secara bersamaan, seolah menyerang Amera.

Amera berusaha untuk menepis dan menghindar dari benda-benda yang dilempar ke arahnya. Namun, saking banyaknya, Amera tidak bisa mengelak. Baju seragamnya kini menjadi kotor dan basah.

Dengan air mata yang keluar, Amera memilih pergi dari sana. Menjauh dari orang-orang yang menjijikkan. Tidak, Amera tidak pergi ke kelas, ia berlari masuk ke dalam toilet dan menangis di dalam sana.

Sekarang Amera dapat merasakan bagaimana rasanya menjadi sosok yang dibenci satu sekolah. Tidak ada lagi, orang yang selalu menatapnya kagum ketika berpapasan.

Amera menghapus air matanya pelan, meredakan tangisan yang bahkan ia sendiri benci. Sepuluh menit lagi bel masuk berbunyi dan ia harus segera masuk kelas.

Ah, ia hampir lupa jika seragamnya menjadi lusuh. Tidak mungkin untuk masuk kelas dengan keadaan seperti ini.

"Amer! Lo ada ada di dalam?" ucap seseorang dari luar. Suaranya terdengar khawatir.

Sontak Amera mendongak menatap pintu, ia sangat kenal dengan suara tersebut.

"Kinan," sahut Amera pelan.

"Ah, syukurlah akhirnya gue nemuin lo," balasnya dengan helaan napas lega. Amera segera membuka pintu toilet dan memeluk tubuh Kinan.

Alih-alih membiarkan perempuan tersebut merengkuh tubuhnya, Kinan menepuk pelan punggung Amera. Memberikan rasa tenang.

"Gue udah tahu semuanya yang terjadi pagi ini. Maaf gue datang terlambat dan gak bisa bantu lo. Tapi sekarang lo gak perlu khawatir, gue udah ada di sini, oke?"

Amera melepaskan pelukannya dan mengusap pipi yang basah. Lalu tersenyum simpul menangapi perkataan Kinan.

"Thanks, ya. Lo selalu ada buat gue."

Kinan tersenyum mengangguk dan menatap seragam Amera yang kotor dan lusuh.

"Mereka bener-bener kelewatan. Lihat, baju lo sampai kayak gitu!" omel Kinan tidak habis pikir.

Amera terkekeh kecil mendengar Kinan mengomel.

"Gue tadi gak bisa ngelak, mereka terlalu banyak," balas Amera.

Kinan mengangguk mengerti, "Lo sekarang tunggu sini, gue ke koperasi sekolah buat beli bajunya. Oh ya, rok lo kotor juga?" Kinan melihat rok yang dipakai Amera.

"Gak terlalu, kok. Gak kelihatan banget kotornya. Lo beli bajunya aja. Roknya gak usah," jawab Amera.

"Oke, gue pergi dulu, ya," pamit Kinan kemudian berlari.

Setelah kepergian Kinan, Amera kembali masuk ke dalam toilet dan menutup pintu. Ia menghela napas, hari ini seperti kesialan baginya.

"Siapapun lo yang lakuin ini, gue gak akan pernah lupa," gumam Amera.

Pintu diketuk oleh seseorang dari luar, cepat-cepat Amera membukanya dengan senyuman. Karena ia pikir, orang itu adalah Kinan.

"Rey?" beo Amera saat melihat laki-laki yang berdiri di hadapannya. Abigail Rey, laki-laki yang seringkali menjadi partnernya ketika olimpiade atau  urusan sekolah. Ia merupakan ketua OSIS SMA Dandelion, sekaligus orang yang menyukai Amera. Amera tahu perasaan lebih Rey untuknya. Amera tipe orang yang peka. Beberapa kali laki-laki tersebut secara terang-terangan menyatakan perasaannya pada Amera, tetapi Amera selalu tidak menanggapinya.

Terlihat jelas raut wajah khawatir dari Rey, setelah melihat dan bertemu Amera, ia bernapas lega.

"Amer, lo gak papa? Ada yang luka?" tanyanya cemas.

Amera mengeleng pelan, "Gue gak papa. Lo tau gue di sini?"

"Gue gak sengaja liat Kinan berlari dari sini. Jadi gue yakin kalo lo ada di dalam," terang Amera.

Tak lama kemudian, Kinan datang dengan napas terengah-engah karena berlari. Ia menatap Rey dan Amera bergantian.

"Rey?" lirih Kinan sembari menatap  pemilik nama. Rey tersenyum tipis.

Kinan beralih ke Amera, "Baju di kantin gak ada stok lagi. Gue gak tau kenapa bisa kebetulan habis kayak gini," ungkap Kinan.

Tiba-tiba saja Rey menyodorkan baju putih miliknya. Amera dan Kinan menatapnya bersamaan.

"Gue hari ini ada jam olahraga. Lo bisa pakai baju gue," ucap Rey.

"Gue pakai—"

"Gak papa, daripada lo pakai baju kotor di sekolah. Lagian baju gue masih bersih, belum gue pake," sela Rey memberikan bajunya ke tangan Amera.

"Gue pergi dulu. Lo cepat masuk, bentar lagi bel."

Setelah mengatakan itu, Rey benar-benar pergi dari mereka berdua. Bahkan Amera belum sempat mengucapkan terima kasih pada laki-laki itu.

"Kinan, gue ganti dulu, ya," ucap Amera menutup pintu. Kinan mengangguk tersenyum.

"Beruntung banget, ya, jadi Amera," gumam Kinan pelan sembari menyandarkan punggungnya ke tembok.