webnovel

Masa Muda di Sekolah

Ini hanyalah sebuah kisah kehidupan sehari hari Arga Indrawan, dan kisah orang-orang yang ada di sekitarnya yang penuh dengan kejadian kocak dan menghanyutkan perasaan.

NightDragonfly · Realistic
Not enough ratings
11 Chs

Kebenaran perasaan

"Eh... Kamu bilang apa barusan?"

"Bukan apa-apa kok"

"Tapi aku denger loh kamu barusan bilang sesuatu, tapi karena kurang jelas makanya aku tanya"

Ahh, untunglah Nana tidak tahu. Hatiku belum siap.

"Udah aku perban nih, kamu sebaiknya cepetan pulang dan istirahat aja sampai lukanya sembuh. Kalau masih terasa sakit atau pusing, mendingan besok gak perlu masuk sekolah, biar aku yang bilang ke wali kelas"

"Makasih Na, aku pulang dulu"

"Iya, hati-hati di jalan. Aku mau disini dulu sama teman-temanku"

Aku berjalan dengan hati-hati menuju area parkir ditemani dengan teman-temanku.

"Arga, pelan-pelan jalannya. Biar kita temani sampai rumahmu," ucap Ivan dengan khawatir.

Ivan sepertinya merasa cukup bersalah karena membawaku dalam keadaan ini.

Aku berusaha menghiburnya,

"Ivan, jangan dipikirin. Kita kan sahabat, gak masalah kalau cuma segini"

"Benar tuh kata Arga, kalau ada ketemuan sama cewek lagi, panggil aja Arga, dia mesti maju paling depan," kelakar Reno dengan tawa keras.

Sembarangan aja ngomong si Reno. Kalau urusan gelut, aku mundur. Tapi kalau urusan cinta, aku putar balik. Minder pak! mana berani aku kalau urusan cinta.

Aku aja suka sama Nana udah dua tahun gak berani ngomong. Apalagi kalau urusan cinta orang lain.

"Tenang, kalau urusan cinta mah udah ada yang ngatur. Kita cuma harus berusaha dan berdoa, 'God always give People Right path' kalau kata guruku"

Saran yang bagus, Adi. Aku acungi jempol padamu.

Adi menambahkan,

"Tapi selalu ingat kata pepatah. 'Cinta ditolak, dukun bertindak'."

Woi! Balikin rasa respect-ku! Baru juga dipuji karena ngasih saran yang baik, malah ditambah jalan setan.

Rendra nenimpali, "Dan ingatlah anak-anak, tetaplah berada di jalan setan" mengutip kata-kata dari film kartun kesukaannya.

Aku menambahkan, "Jangan berada di jalan setan! Aah, bagaimana sih kau ini? "

"Ah... Uh, setan itu apa ya?," balas Ivan.

Perbincangan ini membuat kami seolah mendengar pengisi suara dalam film itu.

Kami merasa segar kembali dengan perbincangan ini dan tertawa bersama. Ini cukup menyenangkan untuk memiliki sahabat yang cukup gila untuk membuat suasana yang berat menjadi bahan lelucon.

Malam itu kami terus melanjutkan bercanda di rumahku hingga larut malam.

Karena rasa penasaran dan terlihat seru, penjaga rumah dan para pembantu yang bekerja di rumahku ikut nimbruk bercanda.

Kami membuat cerita lucu secara bergilir agar semuanya bisa ikutan. Dan sekarang giliran Reno.

"Dulu waktu masih kelas 10, Arga pernah kena razia rambut dan dicukur botak, padahal itu cuma bohongan dan Fino yang menyamar jadi guru kesiswaan. Udah gitu Arga nurut aja lagi"

Rendra, Ivan, Adi dan Reno tertawa keras. Sementara pembantu dan penjaga rumahku sampai ikut tertawa dibuatnya.

Woi! Jadi itu akal-akalan kalian bertempat ya. Dan mau mengulangi itu lagi seminggu yang lalu?

Emang kampret bener kalian!

Malam itu kami banyak bercanda sampai larut malam. Karena makin lama ceritanya makin bahas cerita dewasa, kira berhenti dan semua temanku pamit pulang.

Dan aku pergi tidur, kepalaku tidak terasa begitu sakit dan aku dengan cepat tertidur.

...

Kafe, beberapa saat setelah Arga dan teman-temannya pulang.

"Nana, kamu enak ya, bisa satu kelas terus sama cowok cowok ganteng kayak gitu. Apalagi yang maju tadi, kelihatan cool baget"

"Iya tuh, tapi aku lebih suka yang pakai baju koko tadi, kelihatannya alim gitu"

"Bener banget, aku setuju dengan Intan dan Dewi "

"Ratna, buatmu apa sih yang gak setuju dengan kita kalau urusan cowok? Coba cari pendapat sendiri lah"

Tiga cewek ini adalah teman Nana. Intan, Dewi dan Ratna dari kelas 11-A di sekolah yang sama.

Nana menghela nafas, tampak kerepotan.

"Mereka itu gak seperti yang kalian kira loh. Emang bener sih mereka cukup ganteng kalau sendirian, tapi kalau udah kumpul... Bisa jadi grup lawak kalau di kelas"

"Malah bagus dong kalau orangnya humoris," balas Intan.

Nana mengabaikan dan mulai meminum jus melon yang dia pesan.

"Ngomong-ngomong, dari mereka siapa yang kamu suka Na?"

"Ughuk!"

Mendengar pertanyaan Dewi, Nana yang sedang minum dengan sedotan, tersedak karena terkejut.

"Apaan sih, kamu ngomong jangan asal deh"

"Jadi gak ada?"

"Gak ada!"

"Jadi boleh dong kita deketin"

"..."

"Jangan salahin aku loh ya kalau cowok yang kamu suka itu aku rebut"

"... Jangan lah, tega banget sih"

Melihat raut wajah Nana yang sedikit sedih, ketiganya tertawa.

"Aduh Nana, kamu lucu banget sih kalau urusan cinta"

"Mana tega kita rebut cowok yang kamu suka. Tapi harusnya kamu gerak cepat juga, nanti keduluan yang lain loh"

"Benar itu, apalagi dia dengan berani maju melindungi kamu tadi"

[Eh...?]

Intan dan Dewi terkejut mendengar perkataan Ratna. Lebih dari itu, Nana adalah yang paling terkejut.

Intan dan Dewi malah terkejut melihat Nana terkejut. Dan Ratna sendiri terkejut melihat temannya terkejut oleh perkataannya.

Jadi... Ratna terkejut oleh Intan dan Dewi yang terkejut karena Nana terkejut mendengar perkataan Ratna yang mengejutkan Intan dan Dewi.

(Note: Oh sial, Yo Dawg)

Perkataan Ratna bisa dibilang tepat sasaran. Karena memang itu yang sebenarnya.

Meskipun terkesan suka ikut ikutan, Ratna sebenarnya memiliki pengamatan yang cukup tajam seperti Rendra.

Jika Arga memiliki Rendra dalam kelompoknya, maka Nana punya Ratna.

Kedua kelompok masing-masing mendukung Arga dan Nana, tapi karena Arga sendiri dan Nana sama-sama tidak punya keberanian untuk maju, hubungan keduanya tidak pernah maju meski didukung orang lain.

Nana yang tidak berani mengungkapkan perasaannya lebih dulu, dan Arga yang minder karena banyak saingan. Hubungan keduanya tidak akan pernah berkembang jika tidak ada yang berani melangkah maju.

Sebenarnya masalah ini cukup sederhana dan bisa langsung selesai jika Nana atau Arga mau menyatakan perasaannya.

"Yaudah, gini aja. Kita bakal bantu support kamu biar bisa jadian sama cowok itu, tapi kamu juga harus bantuin kita biar bisa jadian sama temannya"

Dewi dan Ratna setuju dengan saran Intan. Bagaimanapun hal ini menguntungkan mereka semua.

"Ok deh, aku usahakan. Tapi aku gak bisa jamin loh ya"

"Tenang, gagal atau berhasil kita tanggung bersama. Kita kan teman"

Nana tersenyum cerah, mereka saling bergandengan tangan atas nama persahabatan.

...

Pagi hari saat aku terbangun di pagi hari, pandanku masih buram dan badan yang malas bergerak.

Aku memutar tubuhku diatas tempat tidur dengan suara tulang yang menyenangkan.

Kepalaku cukup pusing, pandanganku terasa berputar.

Ketika aku mencoba bangkit dari tempat tidur, rasa pusing ini menyerangku dengan hebat. Langkahku terhuyung dan aku jatuh kembali diatas tempat tidur.

Kulihat jam weker disamping tempat tidurku, menunjukkan pukul 06:15. Ahh, aku tidak bisa sekolah dalam keadaan seperti ini.

Aku mengambil ponsel dan menelepon nomor Bi Inem, salah satu pembantu di rumahku.

"Bi, tolong bawakan sarapannya ke kamar ya, sekalian obat pusing. Aku gak masuk sekolah dulu hari ini"

"Iya Den"

Kututup telpon dan mulai memanggil nomor Rendra.

"Ren, tolong bilangin ke guru yak, aku gak masuk hari ini, pusing"

"Ok," jawab Rendra dengan singkat.

Ahh, aku baru ingat perkataan Nana kemarin.

Aku mulai mencari nomor Nana dan hendak menelepon, tapi aku sedikit ragu. Jadi aku mengirim pesan singkat padanya.

<<Nana, aku gak masuk hari ini, lagi pusing>>

Notifikasi pesan terkirim segera muncul, dan tidak lama setelahnya muncul balasan.

<<Ok, cepat sembuh ya>>

Uuh, aku senang Nana begitu perhatian.

Satu lagi pesan masuk, itu dari Nana.

<<Soalnya aku baru inget kalau hari ini kita ada praktek lari jarak jauh 3Km. Kayaknya kamu bakal nyusul nanti lari sendiri>>

Tidaaaak! Aku juga lupa! Duh, mana gurunya tipe guru killer, bisa malu ini lari sendirian.

Apalagi jalur lainnya diluar sekolah yang biasanya banyak orang lalu lalang. Bisa malu sendiri aku.