webnovel

Marvel Dc: Pahlawan Bajingan

Hari ketika dia terbangun dari tidur menyenangkan, Yves menyadari bahwa dirinya tak lagi ada di dunianya yang asli. Dunia ini sangat berbeda, ada Pahlawan Super yang memiliki kekuatan besar, Penyihir dengan umur panjang, serta Supervillain yang mampu meledakkan sebuah galaksi hanya dengan satu jentikan jari! Yves yang diberi kesempatan kedua tentunya tak tinggal diam, dia langsung mengerahkan seluruh tenaganya untuk menjemput para wanita-... Tidak, tidak, tentu saja mencapai puncak kehidupan di dunia baru ini! Tunggu... Ibu Steve Rogers hamil? Wonder Woman terlihat bergandengan tangan dengan laki-laki yang tak dikenal? Ancient-One menyerahkan gelarnya ke pria lain??? Wtf! *** Advanced chapters available on; patréon.com/Mizuki77

Mizuki77 · Anime & Comics
Not enough ratings
226 Chs

Bab 209

Yves seketika menelan ludahnya ketika melihat ibu Bucky, sial, Ibu Bucky ternyata sangat cantik! Tidak heran Bucky sangat tampan, ternyata ketampanannya turun temurun!

Bucky yang tidak sadar akan mata cabul Yves mulai memperkenalkan mereka berdua dengan senang hati. "Bu, Steve sudah datang, dan ini teman kita, sang Ilmuwan hebat yang mulai naik daun akhir-akhir ini, Yves!"

"Senang bertemu dengan anda, Bibi." Yves menyapa sambil mengulurkan tangannya.

Ibu Bucky dengan hangat menjabat tangan Yves, "Halo, Dr. Yves, saya Winnifred. Anda terlihat jauh lebih muda dan tampan daripada di foto."

"Panggil saja saya Yves, tidak perlu terlalu formal. Bibi juga sangat cantik, tak heran Bucky begitu tampan, ternyata ibunya juga cantik." Yves memuji kecantikan Winnifred dengan senang hati. Entah mengapa dia tiba-tiba menerima dorongan untuk merayu wanita ini. Karena dia telah menambahkan ibu Steve, mengapa tidak menambahkan ibu Bucky juga?

"Haha, terima kasih, saya merasa tersanjung. Senang sekali menerima anda sebagai tamu, Yves. Anda dapat mengobrol dengan Bucky dan Steve di ruang tamu, saya akan menyiapkan makan malam dulu." Winnifred mengangguk sambil tertawa kecil, setelah itu dia pergi ke dapur diiringi suara sepatu hak tinggi yang merdu.

"Bucky, kemana ayahmu? Apakah dia masih belum pulang kerja?" Yves merubah topik pembicaraan sambil melihat ke arah sekeliling ruangan. Ruangan ini dipenuhi oleh vas-vas dan mural indah, ada juga perapian yang menghangatkan tubuh.

"Sebenarnya ayah saya mengalami hal yang sama seperti yang dialami oleh ayah Steve, dia meninggal di medan perang." Kata Bucky dengan nada sedih.

"Oh, maafkan aku. Aku turut berduka cita atas kehilanganmu." Yves meminta maaf, dia tidak ingat bahwa ayah Bucky meninggal dengan cepat. Tapi dalam hati dia juga merasa lega, setidaknya dia tidak akan merasa buruk untuk merayu ibu Bucky.

Dengan mentalitasnya ini, Yves memang telah ditakdirkan untuk menjadi Pahlawan yang tidak layak. Pahlawn mana yang ingin merebut kekasih serta istri orang lain?

"Tidak apa-apa, lebih baik tidak membicarakan hal-hal yang sentimental ini lagi." Bucky tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Lagi pula, berkat pengorbanan ayah, kita mampu hidup dalam kondisi yang cukup baik." Bucky yang awalnya sedih menjadi ceria lagi.

"Seperti yang dikatakan Yves, kita perlu mengejar mimpi kita bahkan jika kita menjumpai hambatan berat." Steve merangkul temannya, Bucky, sambil tersenyum.

"Benar." Yves mengangguk.

"Omong-omong, Yves, apakah kamu punya mimpi? Apakah kamu ingin menjadi Einstein kedua?" Tanya Bucky dengan penasaran. Dia ingin mengetahui apa impian sang idolanya. Tentunya idolanya tidak akan bermimpi untuk mengejar gadis-gadis cantik, kan?

"Sebenarnya impianku sangat sederhana. Aku ingin menjalani hidupku dengan baik." Yves menggelengkan kepalanya.

"Tidur delapan jam sehari, berolahraga, menghasilkan uang serta melakukan beberapa hal yang aku sukai. Setelah itu aku mungkin akan menghabiskan sisa hidupku bersama beberapa wanita yang aku suka, itu saja."

"Huh? Sesederhana itu?" Bucky dan Steve merasa tak percaya bahwa impian idola mereka ternyata begitu sederhana.

"Hahaha, memang. Beberapa orang suka berfoya-foya, dan beberapa suka menjalani hidup yang damai. Tergantung bagaimana orang itu memilih."

"Lagi pula hidup adalah berkah, tidak perlu bertindak terlalu ekstrim."

"Apakah benar itu saja? Tapi mengapa kamu ingin bersama beberapa wanita?" Bucky bertanya dengan rasa ingin tahu.

"Hehe, itu hanya keinginan pribadiku saja. Omong-omong, apa impian kalian berdua?" Yves juga ingin tahu impian seperti apa yang dimiliki oleh dua sahabat itu.

Steve menjawab dengan serius, "Mimpiku yaitu untuk memenuhi keinginan terakhir ayahku, menjadi seorang prajurit yang luar biasa, mengabdi pada negara serta menjadi orang yang berguna!"

"Impian yang sangat terpuji, Steve. Kamu memiliki karakter yang sama seperti Bibi Sarah, penuh kebaikan." Karakter Steve kemungkinan besar diturunkan oleh Sarah, Sarah memang wanita berhati baik, sama seperti Steve.

"Bucky, bagaimana denganmu?" Tanya Yves.

Bucky bersemangat ketika idolanya bertanya akan apa mimpinya.

"Impianku tak lain menjadi seorang tentara, mungkin menjadi seorang perwira pemberani yang dapat melawan musuh, sama seperti ayahku!" Bucky tersenyum lebar sambil merangkul bahu Steve.

Hubungan kedua pria itu memang sangat erat, tak heran Steve ingin menyelamatkan Bucky dengan segala cara dalam Civil War.

Mereka bertiga melanjutkan obrolan mereka di ruang tamu. Terkadang mereka akan berbicara tentang Perang Eropa, terkadang mengobrol tentang apakah Amerika akan ikut terlibat dalam perang, dan lain-lain.

Ketika ketiganya sedang asik mengobrol, tiba-tiba terdengar suara merdu yang menghentikan obrolan mereka.

"Oke, anak-anak, berhentilah mengobrol, makanan suda siap."

"Yves, karena aku tidak tahu apa yang kamu suka, aku membuat lebih banyak makanan. Jika masih tidak ada yang kamu suka, katakan saja, aku akan membuat yan lain." Winnifred yang masih mengenakan celemek berkata sambil menata makanan di atas meja dengan anggun.

Karakter Winnifred tidak terlalu berbeda dengan Sarah, cantik, jenius memasak serta sangat berbudi luhur.