webnovel

Marrying My CEO

"Monika,kamu udah punya pacar?" Tanya Alfando setelah mereka selesai menyantap makanan,lalu memperhatikan reaksi sekretarisnya itu. Monika menggelengkan kepala. "Belum sir."jawabnya singkat. Perempuan itu meminum sisa orange juice miliknya lalu meletakkan gelas kosong bekas orange juice di atas meja. "Bagus,kalau begitu kau harus menikah denganku dan lahirkan seorang anak untukku." Perkataan Alfando berhasil membuat sekretarisnya itu syok berat. "Menikah? bos pasti bercanda kan?" Balas Monika sambil memasang wajah kaget. "Tidak,aku serius dan kamu tidak boleh menolaknya." Alfando menatap Monika dengan tegas. "Lalu... apa yang terjadi jika saya menolaknya?" tanya Monika seketika. Raut wajah Monika berubah tegang seketika. "Saya akan memecat kamu dan saya pastikan tidak ada satupun perusahaan yang akan menerima kamu bekerja." "Anda mengacam saya sir?" "Tepat sekali". 'Dasar gay kejam....gue tahu elo punya kekuasaan dan kemampuan buat bikin gue sengsara,gak puas apa bikin hidup gue selama tiga tahun ini menderita.  Sekarang lo maksa gue nikah sama lo dan punya anak?!.' Monika merasa bosnya sungguh keterlaluan,tapi dia bahkan gak memiliki kemampuan untuk melawan apalagi memprotes tindakan kejam bosnya itu. "Bagaimana?" Alfando kembali bertanya "Boleh minta waktu berpikir sir?" "Boleh,lima menit." ujarnya dengan gaya super cool. "Apa lima menit? tapi itu terlalu singkat sir." Protes Monika "Empat menit lagi." Alfando memasang wajah cuek lalu menyesap white coffe miliknya. Monika benar-benar stres dan bingung. Bagaimana mungkin dia bisa mengambil keputusan secara mendadak dan terdesak seperti saat ini. Rasanya dia ingin sekali membunuh monster dihadapannya ini sekarang juga. "Okay,Time is up. Apa jawaban kamu?" "Iya saya bersedia." jawab Monika terdengar  berat. "Bagus,smart girl."

MissYu11 · Urban
Not enough ratings
265 Chs

Let's Talk

Bukan Alfando tak merasakan ataupun tak peduli saat Monika mulai sedikit demi sedikit *berubah* perempuan itu lebih bersikap acuh dan cuek.

Tapi hanya pada dia Monika *berubah*.

Seharusnya *Perubahan* itu tidak menjadi masalah bagi dia,

Seharusnya apapun yang dilakukan ataupun dikerjakan oleh istrinya tersebut dia tidak mempedulikannya tapi mengapa ini malah dia merasakan hal sebaliknya?

Padahal dia sama sekali tak mencintai,tertarik apalagi naksir sekretaris sekaligus istrinya tersebut.

"Bagaimana makan siangmu? Kau pasti sudah mengatakan kehamilanmu pada sahabat-sahabat konyolmu itu kan?"  Alfando mendekati Monika saat perempuan cantik ini baru saja masuk ruangan setelah sesi makan siang.

"Memangnya ada yang salah jika saya memberitahukan mereka?Sir." bukan menjawab Monika balik bertanya dengan sikap santai.

Duduk kembali di meja kerjanya melanjutkan pekerjaan.

Tanpa mempedulikan bos sekaligus suaminya ini.

Bbbbbbukkk

Dengan emosi Alfando mengebrak meja, "Kau hanya boleh melanjutkan pekerjaanmu saat selesai berbicara denganku, mengerti?!"

Nada suara pria itu terdengar emosi, Iya Alfando sekarang sedang marah karena merasa diabaikan.

Monika menghentikan kegiatannya.

"Kita perlu berbicara empat mata, pulang kerja kita akan pergi ke suatu tempat untuk membahas sesuatu, sekarang kau lanjutkan pekerjaanmu."

Monika memejamkan mata beberapa saat hanya untuk meredam emosi lalu menganguk patuh.

"Yes sir."

***

Mark terkejut mendengar Radit akan berencana menikah dengan Alfando, dia sama sekali tidak menyukai Alfando sejak awal perkenalan mereka.

Tapi sepupunya itu benar-benar jatuh hati pada sahabatnya tersebut maka dia tidak bisa melakukan apapun selain merestui mereka berdua.

"Sebaiknya elo pikir ulang soal pernikahan, pernikahan gak sama kayak pacaran bro konflik dikit bisa bikin berantakan. Apalagi sifat dan sikap calon suami lo itu super seenaknya, yakin lo bakal tahan?"

"Gue tahu hal itu tapi kenyataannya gue sayang banget sama dia, gak mau kehilangan dia Mark. Lagipula elo sama Anjas bisa menikah dan harmonis meski banyak perbedaankan diantara kalian."

Kali ini Radit menatap tajam pada pria bertubuh atletis dan bertanpang macho dengan jenggot dan kumis tipis menghiasi wajah genteng sepupunya tersebut, yang berprofesi sebagai seorang dokter ahli.

Mendengar perumpamaan sepupunya malah membuat pria itu tertawa..

"Lo gak bisa samain Anjas sama Alfando, mereka itu dua orang berbeda.

Gini ya terlepas dari perbedaan gue sama Anjas pada dasarnya dia sebagai pasangan selalu bersikap ngimbangi juga nggak egois dan mau menang sendiri kayak Alfando."

Jelas sekali dari bahasanya Mark menolak istrinya itu disamakan oleh Alfando meskipun keduanya sama-sama berjenis kalamin pria.

"Udah ah, gue mau balik ke kantor males debat sama lo." Dengan cuek Radit mengambil kunci mobilnya di atas meja dan pergi begitu saja dari ruang kerja praktek sepupunya tersebut.

Jarak rumah sakit Mark dan kantornya tak terlalu jauh.

"Dasar sepupu sableng."

*****

Jam menunjukkan pukul 17:00 Alfando segera mengakhiri kegiatan kerjanya, bersiap untuk pulang.

Pria tampan itu menatap meja kerja Monika, istrinya itu sedang sibuk mempersiapkan diri untuk pulang.

"Hari ini kita harus mengobrol hal penting jadi kita tak langsung pulang ke rumah kake-nene." Alfando menatap tajam istrinya tersebut.

"Oke." balas Monika singkat dan tanpa menoleh pada pria yang berdiri disampingnya, dia menguncir rambut panjangnya.

Sssrettt...

Alfando mengandeng tangan istrinya kembali setelah sekian lama absen..

Tentu saja ini membuat Monika terkejut.

"Menurutku kau tak perlu menggandengku, oke." Perlahan Monika mencoba melepas genggaman tangan suaminya tapi Alfando langsung melotot.

Wajah pria itu terlihat marah sekarang mempererat genggaman tangannya lalu sorot kedua matanya seperti ingin menerkam Monika membuat Monika jadi ciut dan tak berdaya menolak.

"Ayo kita pergi."