Semua teman kantor Aimee nampak terkejut dengan penampilan Aimee hari ini. Terus mengawasi Aimee dari atas hingga ke bawah.
"Wait. Wait. And Wait! Mari kita lihat penampilan Aimee hari ini. Mengenakan blouse dan rok yang layak. Lalu wajah cerah ini menegaskan bagaimana dia tidak datang tergesa-gesa seperti biasa. Kau, hari ini juga sengaja membawa mobil?" tanya Molly santai sambil duduk di mejanya.
Baru meletakkan tas ketika sampai di meja kerjanya dan mencari bahan obrolan.
Aimee menanggapi pertanyaan Molly dengan ceria.
"Bagaimana penampilanku? Jauh lebih baik, bukan?" ucap Aimee.
"Lalu, soal mobil. Itu bukan mobilku. Tapi mobil tetanggaku, Borris. Aku meminjamnya hanya karena sebuah alasan sederhana. Tapi, bagaimana kau bisa tahu aku datang dengan membawa kendaraan?"
Memutar kursi mendorongnya mendekat ke arah Aimee. Molly mengedipkan mata.
"Sangat mudah. Aku berada di belakang mobilmu ketika tiba. Dan saking seriusnya kau menyetir, kau tidak sadar aku memarkirkan mobilku tidak jauh dari posisimu?"
Sempat bingung bagaimana seorang sekretaris wakil direktur tidak memiliki kendaraam pribadi.
Doren menatap heran.
"Borris, tetanggamu kembali minta tolong untuk mengantar putrinya ke sekolah?" tanya Doren.
Mengangguk dan langsung duduk rapi di kursi kerjanya sambil membuka buku catatannya. Aimee nampak mengatur napas.
"Ya. Dia sedang ada urusan penting. Jadi dia menitipkan putrinya padaku sekaligus mobil. Dia akan mengambil mobilnya nanti siang. Lalu, terima kasih atas perhatian kalian padaku."
Mungkin lebih terkesan menyindir karena pagi-pagi sekali mereka sudah mengusiknya dengan berbagai macam pertanyaa.
Doren menghela napas lelah.
"Aku masih tidak mengerti bagaimana kau tidak diberikan fasilitas kantor semacam mobil pribadi? Sudah berkerja selama 4 tahun lamanya. Kau tidak bisa membujuk bosmu untuk memberikanmu satu?"
Aimee mengerutkan bibir.
"Kenapa aku harus mengemis sesuatu yang tidak ada dalam rencana perusahaan untukku?" tanya Aimee balik.
"Selain itu, aku tahu kenapa Si Pirang Elf itu tidak memberikan kendaraan pribadi untukku. Ingin aku bisa sering menggantikannya menyetir sewaktu-waktu. Dan jika dia memberikan aku satu mobil seperti sekretaris lain di perusahaan ini. Dia pasti berpikir aku akan kebingungan mengatur waktu untuk berkendara dengan mobilnya dan yang lain."
Molly dan Doren saling melirik.
Tidak banyak memberikan komentar tapi terlihat setuju.
"Lalu sekarang, bisa kau ceritakan kenapa penampilanmu hari ini berbeda?"
Tersenyum penuh arti, Molly melirik Aimee centil.
"Kau tidak mungkin berdandan seperti ini karena duda pengacara bukan?"
Aimee langsung menyanggah.
"Itu tidak mungkin! Apa yang sebenarnya sedang kau bicarakan?"
Menggeleng tidak percaya ketika asumsi aneh terbersit dipikiran Molly. Aimee melirik Doren.
"Kau tidak mungkin berpikiran sama 'kan, Doren?"
Doren mengangkat kedua bahunya.
"Entah. Bukankah kau lebih tahu?"
Aimee memutar matanya.
"Demi Tuhan! Aku dan Borris hanya tetangga. Tidak pernah lebih dan kam tidak sedekat yang kalian bayangkan!"
Doren menatap Aimee datar.
"Jangan menyanggah terlalu keras. Karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi?"
Aimee rasanya ingin mengutuk seseorang.
"Kalau begitu akan menyuruh kalian berdua untuk menjadi Bridesmaid-ku di hari pernikahan!"
Molly menyela.
"Hei! Kami berdua sudah menikah. Jadi kami tidak mungkin menjadi bridesmaid-mu. Aturan dalam keluargaku sangat ketat dan mereka tidak akan pernah setuju meski aku punya wajah baby face."
"Kalau begitu, hal yang kalian sebutkan sebelumnya juga tidak boleh dilakukan dan tidak akan permah terjadi!" Aimee menimpali dengan santai.
Molly dan Doren smenggeleng tidak percaya.
"Demi agar kami percaya. Kau sengaja menggunakan perumpaan itu?" sindir Doren.
Seseorang tiba-tiba saja datang mendekat ke arah mereka. Sosok yang seharusnya tidak bertingkah aneh dan muncul seperti hantu.
"Apa yang sedang kalian bicarakan? Aimee sedang berkencan dengan seseorang dan kalian nampak heboh?" tanya Alfin ketika tiba dan tertarik dengan obrolan para pekerja.
Aimee berteriak.
"Astaga!"
Baru saja membalikkan badan dan tersentak.
"Bos! Apa yang kau di belakang? Kau tidak tahu jantungku lemah dan aku tidak kuat jika tiba-tiba saja dikejutkan?" protes Aimee.
Mencibir dan menatap sinis. Alfin membalas acuh.
"Kenapa kau harus terkejut ketika aku tidak pernah bermaksud mengejutkanmu?" balas Alfin.
Aimee membalas kesal.
"Tentu saya terkejut jika Anda mendadak berdiri di belakang saya tanpa bicara. Lagipula, kenapa Anda harus menguping dan penasaran dengan pembicaraan kami?"
Aimee hampir saja merutuk lebih panjang. Bahwa mereka tidak senang membicarakan Alfin di belakang. Jadi tidak perlu cemas kami mengatakan hal-hal buruk tentangnya meski sudah sering.
Alfin menatap semua karyawannya dengan tatapan santai. Melihat dua karyawan lainnya tersenyum hormat dan sungkan.
Alfin sepertinya baru sadar, Aimee sering berkata kurang hormat dan semaunya.
"Aku hanya ingin tahu dengan siapa kau menjalin hubungan? Ingin tahu seberapa hebat pria yang mau mengencanimu karena keanehanmu."
Alfin membulatkan matanya dengan ceria, "Karena aku yakin dia pasti adalah pria yang sangat hebat!"
Menatap sinis dan malas. Aimee mengabaikan ucapan Alfin.
Namun pria itu masih saja senang mengganggunya.
"Jadi, karena itu kau berpenampilan sangat berbeda hari ini?"
Sedikit takjub ketika alien aneh macam Alfin bisa menyadari perubahan penampilannya.
Aimee berdiri tegak di hadapan Alfin.
"Salah satu kelebihan yang aku punya adalah beradaptasi! Ada proyek dan meeting penting hari ini. Jadi mana mungkin saja berpakaian asal-asalan? Tidak menjaga penampilan dan menyesuaikan image perusahaan kita?!"
Serba salah, semua peserta rapat akan berpikir Aimee tidak serius.
Alfin membalas enteng.
"Ah, kau baru menyadarinya sekarang? Selama ini kau kemana saja? Selama 4tahun."
"Mungkin saya terlalu banyak tenggelam pada kerjaan Anda yang menggunung!"
Alfin berdeham.
***