Sosok pria dengan tubuh tinggi tegap yang dari tadi mengamati Arabella, merasa iba saat melihat wanita yang dari tadi tidak berhenti menangis sambil menyembunyikan wajahnya dengan posisi menunduk.
Pria yang tak lain bernama Billy, sebenarnya tengah patah hati karena wanita yang sangat dicintainya telah menikah. Karena itulah dia mencari angin segar dengan berjalan-jalan ke taman kota. Namun, tidak sengaja melihat wanita yang duduk di bawah pohon rindang dengan suara tangisan yang menyayat hati.
Tentu saja ada beberapa orang yang melihat dan menatapnya penuh iba. Saat ini, Billy tengah membawa satu kantong plastik cukup besar. Ia baru saja kembali dari mini market waralaba yang tak jauh dari taman dan membeli aneka snack, minuman dan coklat.
"Apa wanita itu baru putus cinta?" Billy berjalan mendekati Arabella dan mempunyai sebuah ide untuk menghentikan tangisan dari wanita yang masih terus menangis dari tadi. "Nona, jangan bergerak!"
Arabella yang mendengar suara bariton, refleks langsung mengangkat wajahnya yang dari tadi menunduk dan menatap ke arah sosok pria dengan badan tinggi tegap di depannya.
"A-apa?" jawab Arabella dengan suara bergetar efek menangis dan seolah melupakan wajahnya yang sembab dan mengenaskan.
Billy merasa senang saat berhasil membuat wanita yang tengah menangis itu menjawabnya. "Ada anak ular di belakangmu."
Refleks Arabella membulatkan kedua matanya dan tubuhnya seketika menegang tak bisa berkutik. "A-apa! Ular? Cepat singkirkan ularnya. Di mana ularnya?" Tubuhnya seketika bergetar hebat karena efek ketakutan, tetapi tidak mampu bergerak karena tidak ingin digigit ular.
"Makanya diamlah dan jangan bergerak! Ular itu ada di belakangmu. Biar aku yang menyingkirkannya!" Billy berpura-pura mencari sesuatu untuk membuat aktingnya meyakinkan.
Akhirnya Billy mematahkan ranting pohon yang ada di sebelah ia berdiri dan berjalan ke arah sosok wanita yang masih tidak bergerak di tempatnya. Tidak hanya itu saja, dia berpura-pura untuk menyingkirkan ular yang hanya merupakan karangannya semata. Untuk beberapa saat, ia masih berdiri menjulang di hadapan wanita tersebut agar lebih meyakinkan.
Arabella yang masih terdiam membisu di tempatnya, hanya menatap ke arah depan. Di mana bisa dilihatnya kaki panjang di balik celana hitam dengan sepatu pantofel mengkilat sosok pria yang berdiri menjulang tepat di hadapannya. Tubuhnya masih meremang karena merasa sangat takut jika sampai tubuhnya dipatuk oleh ular.
"Apa, ularnya sudah kamu singkirkan?"
"Sudah, aku melemparnya jauh tadi. Agar tidak kembali ke sini lagi." Billy beralih melangkah ke arah samping dan membuang ranting yang berada di tangannya.
"Syukurlah." Helaan napas terdengar dari mulut Arabella dan ia refleks langsung menoleh ke belakang untuk melihat sebesar apa ular yang berada di belakangnya. Namun, ia tidak melihat apa-apa dan beralih menatap ke arah pria yang masih belum pergi dari hadapannya. "Di mana ularnya?"
"Tentu saja sudah pergi. Apa kamu mau ular itu datang ke sini lagi?" tanya Billy yang berpura-pura untuk menggertak wanita di hadapannya.
Arabella refleks langsung menggeleng perlahan, "Bukan seperti itu, aku hanya ingin melihat ularnya seberapa besarnya. Itu saja. Bukan menyuruh ularnya datang ke sini." Bangkit dari posisinya yang tadi berjongkok. "Terima kasih, karena menyelamatkanku."
Billy hanya terkekeh dan mengarahkan tangannya ke depan. "Tidak masalah, santai saja. Lain kali, kalau mau menangis ditahan dulu sampai di rumah. Jangan menangis di sembarang tempat dan mengundang hewan-hewan liar datang karena merasa terganggu dengan suara tangisanmu itu. Astaga, es krim yang tadi aku beli jadi meleleh." Berpura-pura kesal dan langsung mengambil es krim dengan rasa coklat di dalam kantong plastik.
Arabella mengerutkan kening dan menatap ke arah es krim di tangan pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Sejujurnya ia sangat ingin menikmati sensasi dingin dan manis dari es krim tersebut. Namun, rasa gengsinya jauh lebih tinggi dan tidak mungkin dia bertingkah seperti anak kecil.
"Nikmati saja es krimnya. Saya mau pulang. Sekali lagi terima kasih atas bantuannya." Arabella berlalu pergi meninggalkan pria yang masih memegang es krim di tangannya.
Sementara itu, Billy yang merasa membutuhkan teman untuk sekedar berbicara, menghentikan wanita tersebut. "Dasar wanita tidak tahu terima kasih!"
Kaki jenjang Arabella seketika berhenti begitu mendengar suara bariton pria yang menghinanya. Refleks ia menoleh ke arah belakang, "Apa kamu bilang? Tidak tahu terima kasih? Bukankah aku tadi sudah mengucapkan terima kasih. Apa kamu meminta imbalan setelah menolong seseorang?"
Billy langsung menganggukkan kepala. "Iya, karena tidak ada yang gratis di dunia ini. Itu yang dikatakan oleh semua orang." Billy menatap tajam wajah wanita yang terlihat sangat kesal padanya.
"Astaga, jadi kamu meminta uang? Berapa? Aku akan membayarnya." Dengan wajah masam, Arabella membuka resleting tas selempangnya dan meraih dompet miliknya. Mengambil uang dua ratus ribu dan memberikannya pada pria yang hanya diam di tempatnya. "Nah, ini cukup, kan!"
Refleks Billy tertawa terbahak-bahak melihat wanita di depannya memberikan uang padanya. "Aku bukan seorang pengemis." Mengibaskan tangannya pada Arabella. "Pergilah!"
Merasa sangat kesal karena yang dilakukannya selalu salah, membuat Arabella merebut es krim rasa dari tangan pria tersebut. "Hari ini aku sangat kesal dan kamu semakin membuatku frustasi."
Arabella mendaratkan tubuhnya dengan kasar di tempat duduk yang tak jauh dari ia berdiri dan langsung membuka es krim di tangannya, kemudian menikmatinya tanpa menoleh ke arah pria yang tidak diketahui namanya tersebut.
Melihat tingkah wanita yang menurutnya sangat lucu, membuat Billy hanya terkekeh. Ia ikut mendaratkan tubuhnya di sebelah wanita yang baru pertama kali dijumpainya dan mulai mengeluarkan suara.
"Aku tadi ke sini karena ingin menikmati semua makanan ini." Meletakkan kantong plastik besar berisi makanan itu di tengah, menjadi batas antara dirinya dan wanita yang tidak dia ketahui namanya. "Akan tetapi, karena melihatmu hampir digigit ular saat sedang menangis, membuatku melupakan es krim itu."
Arabella yang sudah sibuk menikmati es krim di tangannya, menoleh ke arah pria yang sudah membuka snack. "Baiklah, aku minta maaf karena membuat es krimmu meleleh. Apa sekarang kamu puas dan tidak mengejekku wanita tidak tahu diri lagi?"
Arabella melirik sekilas ke arah pria yang sudah menikmati kwaci. Tidak lupa ia melirik ke arah kantong plastik berisi banyak jajanan ringan tersebut. "Kamu membeli banyak makanan seperti ini, seperti seorang wanita yang tengah putus cinta saja."
Billy hanya terkekeh mendengar kalimat bernada sindiran, tetapi memang sangat pas dengan apa yang tengah dirasakannya. "Kamu seperti seorang peramal saja. Aku memang sedang patah hati karena wanita yang sangat aku cintai hari ini telah menikah. Padahal aku sudah menjalin hubungan selama dua tahun. Bukankah aku sudah seperti sedang menjaga jodoh orang lain?"
Refleks Arabella tertawa terbahak-bahak mendengar keluhan dari pria yang sama sekali tidak dikenalnya itu tengah mengeluhkan nasib percintaannya.
"Kasihan sekali dan malangnya nasibmu! Sabar ... sabar, ya." Arabella menepuk bahu kokoh pria di sebelahnya dengan masih tidak bisa menahan tawanya karena baru kali ini melihat seorang pria patah hati dan meluapkannya dengan membeli banyak makanan.
Sedangkan Billy semakin kesal saat ditertawakan oleh wanita yang baru dijumpainya. "Astaga, bukannya menghibur, tetapi kamu malah menertawakan aku. Dasar wanita menyebalkan!"
To be continued...