"Kita tidak bisa membiarkan ini semua terjadi! Kau harus segera bertindak dong, Mas!" racau Riana pada Kak Genta.
"Kamu bersabar dong, Ri. Ini semua gara-gara kamu! Kamu yang membuat aku melakukan semua ini!"
"Kamu saja sana yang mengurus semuanya! Aku lama-lama muak kau suruh-suruh terus. Aku ini bukan budakmu! Tapi, suamimu!"
Kemudian, Kak Genta pun beranjak dari kursi hitam tersebut. Ia berdiri menuju ke arah daun jendela dan memijat pelipisnya dengan pelan. Dili belakang sana, Riana tampak cemberut, dia tak suka akan sikap sang suami yang berubah setelah kematian Saukilla, adik iparnya.
"Kau juga setuju dengan usulanku! Kenapa kau harus menyalahkanku, Mas. Pokoknya aku tidak mau tahu, kamu harus membatalkan rencana David kalau perlu kau bayar seluruh tim elit Belanda supaya menggagalkan rencana itu," kata Riana menyuruh Kak Genta agar menyogok beberapa team elit Belanda tersebut.
"Kau bisa diam tidak! Seharusnya kau bantu aku untuk berpikir mencari jalan keluar bukan malah nyerocos terus!" Gerutu Kak Genta dengan nada bicara ketua.
Setelah itu, Kak Genta pun menatap Riana dengan tatapan penuh kemarahan. Selang beberapa menit, ia mengambil jas hitam dan berlalu meninggalkan istrinya.
Riana mendengus kasar, ia menginjakkan kaki dengan keras di atas marmer kantor. Kemarahannya yang membubung tinggi membuat Riana mengobrak-abrik seisi ruangan itu, ia geram dengan sang suami.
David bukanlah pria biasa, Ia memiliki banyak koneksi di berbagai dunia sebab Ia merupakan seorang mafia. Kendati demikian rasanya untuk menemukan Saukilla itu akan lebih mudah.
Sejak awal, David memang ingin sekali membawa beberapa orang suruhannya untuk datang ke titik terjadinya kecelakaan pesawat. Tapi, karena ia tidak mendapatkan izin dari keluarga Saukilla, maka David pun enggan untuk melakukannya.
Sebenarnya David bisa saja meminta bantuan kepada sahabat karibnya yang merupakan seorang tentara. Tpi laki-laki ia berpikir kalau Kak Riana dan Kak Genta tetap tidak mengizinkan hingga sebuah kabar berita janggal membuat David nekad mengerahkan pasukan elitnya yang ada di Belanda.
"Sial ... sial ... sial! Awas saja kau David? Aku akan membunuhmu kalau perlu! Dan kau Merry, perempuan itu bisa-bisanya dia mengusut keuangan di restoran milik Saukilla. Dia pikir dia ini siapa? Aarrgghhh!"
****
"Masih pukul delapan pagi. Nona, duduklah, saya ingin bertanya sesuatu padamu," pinta Captain Sean.
Pagi itu Kapten Sean beserta keempat serdadunya tengah duduk di ruang tengah, ruangan yang begitu asri, banyak buku-buku berjajar di sana mulai dari novel, syair, buku kedokteran dan kenegaraan.
"Memang kenapa, Ahjussi. Aku di sini saja," sahut Saukilla ya tengah duduk jauh dari kelimanya. Saukilla sedang bersantai di kursi dengan membaca buku cerita anak-anak.
"Hey, Nona. Kau nakal sekali, ya! Kalau Ahjussi-mu meminta kemari, maka lekaslah kemari. Kau mau permen atau tidak?" celetuk Praka Renjana dengan kedua tangan yang bersedakep. Kemudian, bibirnya mencebik layaknya anak angsa.
"Tidak! Aku tidak mau berbicara denganmu!"
"Ahjussi, kau harus memarahi Ahjussi yang nakal itu!". Tudingnya ke arah Praka Renjana.
Ucapan Praka Renjana membuat Saukilla pun marah. Kemudian, ia meletakkan buku dengan kasar dan bersedekap seraya menoleh ke lain tempat. Hal itu membuat Kapten Sean dan Pratu Chic Ko benar-benar gemas. Pasalnya yang bertingkah seperti itu bukanlah balita sungguhan, tetapi gadis dewasa berusia dua puluh tujuh tahun.
"Dasar perempuan aneh!"
"Nona, kemarilah. Kau ingin permen?" tanya Pratu Chic Ko seraya mengeluarkan dua buah lolipop sehingga hal itu membuat Kapten Sean lekas menoleh ke arahnya.
Tapi, Saukilla tetap tidak mau menoleh ke arah mereka. Hingga Kapten Sean pun merasa lega. Kali ini bergantian Kapten Sean yang memanggil Saukilla. Tak disangka, perempuan itu langsung datang dan duduk di pangkuan Capt Sean.
"Kalau permen dariku apakah Nona mau?"
Sontak Saukilla menoleh ke objek di mana Kapten Sean berada, "Ahjussi akan memberiku permen?"
"Ya ... benar, tapi sebelum itu kemarilah."
Seperti yang dikatakan tadi, Saukilla pun bergegas menghampiri Kapten Sean yang tengah duduk bersila. Kemudian, perempuan itu pun memutuskan untuk duduk di pangkuan tentara nasional Korea Selatan tersebut.
Rasanya Saukilla benar-benar menguji kedewasaan Captain Sean. Meski pun tampak seperti anak-anak, Saukilla tetaplah cantik layaknya perempuan dewasa pada umumnya. Hari itu, rambutnya terikat, ia mengenakan Coat rajut dengan rok mekar payung berwarna putih motif bunga sakura.
"Ahjussi," panggil Saukilla dengan manja.
"Ahjussi, ayo berikan aku permen!"
"Ahjussi, aku marah dengan Ahjussi ini! Dia begitu jahat denganku, dia nakal!" lontar Saukilla Untuk yang kesekian kalinya. Ia menyandarkan kepalanya pada dada bidang Kapten Sean dan menunjuk ke arah Praka Renjana.
Karena tak ingin rencananya untuk menanyai jati diri perempuan itu gagal, Kapten Sean pun mengisyaratkan pada Praka Renjana untuk segera terdiam dan tidak menimpali ucapan Saukilla.
"Badanmu terlalu berat, Nona. Duduklah di bawah, akan kuberikan kau permen."
"Tidak, Ahjussi. Aku ingin tetap seperti ini!"
"Kalau begitu, saya tidak akan memberikan permen!" loroh Capt Sean.
Pria itu juga merasa tidak nyaman dengan tatapan serdadunya. Walau pun sejatinya Kapten Sean ingin berlama-lama dengan Nora Saukilla. Hanya saja keadaan tidak mendukung.
Nora Saukilla begitu tunduk akan ucapan Kapten Sean. Usai mendengar perkataan tersebut, Saukilla pun turun dari pangkuan Kapten Sean, ia mulai duduk di samping Pratu Chic Ko yang kebetulan berada di sisi kiri Kapten Sean. Sebab, di sebelah kanan terdapat Praka Renjan sehingga ia tidak sudi.
"Sini, kemarinkan permennya!" Seru Saukilla seraya menjulurkan tangannya ke arah Kapten Sean.
"Permen ini akan menjadi milikmu ketika kamu menjawab pertanyaanku dengan jujur."
"Aku akan menjawab pertanyaanmu, Ahjussi. Tapi kemarinkan dulu permennya," kata Saukilla. Dara dua puluh tujuh tahun tersebut tampak begitu manja saat bersama Kapten Sean.
"Baiklah."
"Sebenarnya siapa namamu, Nona?"
"Aku tidak mengingatnya, Ahjussi. Aku tidak bisa mengingat apa pun selain resep masakan."
Praka Renjana dan Kapten Sean terperanjat. Mereka terkejut, saling bersitatap bagaimana mungkin mengalami gangguan saraf tetapi masih mengingat resep masakan. Itu luar biasa.
'Bagaimana mungkin perempuan ini masih mengingat resep masakan atau benar dugaanku, jika ia hanya pura-pura seperti itu saja,' batin Capt Sean.
"Ahjussi, Apa kau tahu siapa aku?"
Kemudian, Praka Renjana pun menoel Kapten Sean. Ia memulai membisikan sesuatu di dekat daun telinga atasannya tersebut.
"Kapten, saya rasa perempuan ini dulunya merupakan chef atau mungkin dia memiliki hobi memasak. Sehingga hanya resep masakan yang dia ingat. Bagaimana kalau kita beri saja nama panggilan untuk dia supaya lebih mudah," bisiknya.
Kapten Sean tampak masih menimbang usulan dari Praka Renjana. Kemudian tak lama setelah itu kapten Sean mengiyakan dan ia mulai mencari nama untuk sosok Saukilla.
"Tapi hendak kita beri nama siapa perempuan ini?" lirih Kapten Sean pada Praka Renjana.
"Siapa ya?"
"Kapten, apa kita beri dia nama Kim Soo Han saja. Dia mungkin begitu cocok memiliki marga Kim," kata Praka Renjana memberi usul.
Namun, Kapten Sean rupanya menolak nama tersebut. Ia ingin memberikan nama yang penuh arti untuk sosok Nora Saukilla Ekualen.
Kapten Sean dan Praka Renjan tampak tengah terdiam seraya memikirkan nama lagi yang pas untuk Nora Saukilla. Kim Soo Han tak disetujui oleh Kapten Sean. Hingga mencari nama ulang. Sejenak Captain Sean ingat dengan nama restoran yang kerap di idam-idamkan oleh Bundanya di Semarang sana.
'Nora Ekualen. Mungkin aku bisa memberi nama Nora untuk perempuan ini. Tapi ... ah, sudahlah tak apa'