'Apa aku menyukai David?'
"Kenapa kamu diam saja, Merr?"
"Oh tidak, Dev. Aku hanya sedang konsentrasi saja." Merry berkata dusta, kemudian David pun mengangguk dan terus menatap lurus ke depan.
Perjalanan mereka masih begitu panjang. Medan yang kian terjal, menekuk, menakutkan serta mungkin jika tidak hati-hati nyawa mereka bisa saja melayang. Apalagi medan yang begitu curam dengan kengerian mistis Gunung Rinjani.
*****
Kapt Sean menemukan bukti berupa jejak sepatu Sersan Dal Mi. Kemudian, ia dan serdadunya pun memutuskan untuk kembali ke kediaman sebab hari sudah menunjukkan pukul delapan lebih empat puluh satu waktu Korea Selatan.
Mereka berenam terus membahas tentang Sersan Dal Mi yang di duga merupakan dalang dari kejahatan itu. Namum, rasanya cukup berat jika harus membuktikan tanpa barang bukti.
Di kediaman Kapten Sean tampak kepulan asap membumbung tinggi melalui atap rumah tersebut. Rupanya di sana sosok Saukilla tengah mengolah bahan makanan yang ada di dapur.
Ia merasakan sakit pada perutnya, katanya Saukilla lapar. Namun Kapten Sean belum kunjung datang meski pun hari sudah menginjak malam. Beruntung Saukilla memasak di malam hari, sehingga asap itu tak terlalu jelas tertangkap mata.
"Waktu itu,.aku sempat melihat Kapt Sean mengolah makanan seperti ini. Semoga rasanya enak. Aku ingin memberikan ini pada Ahjussiku dan Ahjussi yang lainnya." Gumam Saukilla sendiri serasa terus menggerakkan alat penggorengan untuk menumis.
"Sepertinya aku membutuhkan kayu manis serta merica bubuk. Lantas di manakah Ahjussi menaruhnya."
Setelah menemukan apa yang ia cari, kemudian Saukilla lekas menambahkan ke dalam mangkuk penggorengan. Entah mungkin kepintarannya dalam memasak tidak terhapus oleh gangguan saraf itu sehingga Saukilla masih mampu memahami satu persatu bumbu dapur dan bagaimana cara mengolah makanan.
"Rasanya aku seperti sering melakukan hal ini, tapi di mana?" ujarnya lagi.
Saukilla lekas menoleh dan ia buru-buru meletakkan sendok yang baru saja digunakan untuk mengoreksi rasa. Ketukan pintu membuat ia terperanjat dan memutuskan untuk melihat siapa gerangan yang datang.
'Apakah itu Ahjussi dan teman-temannya?' batinnya terus bersua sembari Saukilla mengendap-endap.
Namum saat baru saja sampai di ruang utama, Saukilla ketakutan. Sehingga Ia memutuskan untuk kembali ke dapur dan bersembunyi di bawah meja besar.
Kapten Sean hendak membuka daun pintu yang terbuat dari kayu. Kemudian, beberapa sudutnya tampak diberi ukiran sehingga hal itu ia menambah kesan indah pada pintu rumah tersebut. Namum ia terkejut sebab pintunya tidak terkunci seperti pertama mereka meninggalkannya.
"Kok pintunya tidak terkunci, Kapten?" tanya Praka Renjana.
"Entahlah."
"Apa jangan-jangan perempuan itu kabur?" ulang Praka Renjana.
Kapten Sean yang masih berdiri di depan daun pintu pun dengan gegas masuk guna mencari keberadaan Saukilla. Saat Praka Renjana mengatakan asumsi bahwa Saukilla kabur dari rumah, hal itu seketika membuat Kapten Sean ketakutan.
"Nona! Nona! Di mana kau?"
"Nona!"
"Mungkin di kamar,. Kapten," ujar Hwang Jung Min.
Kapten Sean tak menimpali, Ia pun buru-buru masuk menuju kamarnya. Tapi ia juga terkejut, sebab di dalam kamar itu nampak kosong. Pintu terbuka sprei dan selimut tampak berantakan di atas sana. Hingga Kapten Sean pun memutuskan untuk berhenti seraya memijat pelipisnya sejenak.
"Dia tidak ada, apakah dia kabur, Kapten?"
"Entahlah Praka Renjan. Mari kita berpencar. Saya akan melihat dapur dan sekelilingnya tolong kalian cari di sekitar rumah. Namun jangan sampai menimbulkan curiga pada mereka semua." Tutur Kapten Sean memerintahkan pada keempat serdadunya.
Tak menunggu lama, mereka pun gegas melaksanakan apa yang diperintahkan oleh atasannya. Hari mungkin sudah menginjak pukul sembilan malam, namun kegelisahan kian menyelimuti diri Kapten Sean sebab hilangnya Nora Saukilla Ekualen.
Memang tampak begitu jelas dari mimik wajah Kapten Sean yang ketakutan. Ia seperti tak ingin kehilangan perempuan itu, panggilan panggilan menyebut nama Saukilla ia serukan. Tetapi, Saukilla pun tak menjawab. Mungkin ia tidak mendengar namun dari kejauhan Kapten Sian mencium aroma masakan.
"Siapa yang memasak," gumamnya. Kemudian pria dewasa berusia tiga puluh lima tahun tersebut pun melangkah kian mendekat ke area dapur.
"Siapa yang memasak ini, apakah Nona Jang Dong Gun?" lagi, Kapten Sean masih menerka. Namum rupanya Saukilla la mendengar suara bariton tersebut.
'Itu adalah Ahjussi!'
"Tetapi, rasanya tidak mungkin jika nona Jang Dong Gun yang memasak ini. Lantas apakah tadi nona Jang Dong Gun melihat perempuan itu, astaga! ini akan menjadi bahaya besar rupanya!"
Kapten Sean pun bergegas berbalik arah. Awalnya Kapt Sean hendak menemui ke empat serdadunya yang ada di luar rumah. Namum, dengan cepat Saukilla pun memeluk tubuh Kapten Sean dari belakang.
Pelukan itu benar-benar hangat, benar-benar mampu membuat Kapten Sean terhenti dengan dada kian berdetak kencang. Ia bahkan sukar menelan salivanya sendiri.
"Ahjussi, kenapa kau lama sekali?"
"Ahjussi aku takut."
"Nona, apakah ini kau?"
"Benar, Ahjussi ini adalah aku."
Kapten Sean pun menghela napas pelan, ia mulai mengatur ritme jantungnya dan menetralisir darah yang mulai memanas sebab pelukan dari perempuan itu. Memang benar Saukilla tengah mengalami gangguan pada saraf otaknya, sehingga membuat perempuan itu memiliki ingatan layaknya anak kecil berusia lima tahun.
Namum, tetap saja Saukilla merupakan perempuan dewasa yang sejatinya sudah berusia dua puluh tujuh tahun. Perempuan cantik, tinggi, langsing memiliki bentuk tubuh yang sintal, wajah ayu, kulit putih serta kesempurnaan yang melekat.
Takk ayal jika hasrat Kapten Sean pun muncul dalam rasa itu. Ia masih belum bisa bergerak saat Saukilla memeluknya dari belakang. Ia tak tahu harus berucap apa, sebab di depan sana keempat serdadunya tengah berdiri dengan mulut terbuka. Mungkin mereka terkejut melihat pemandangan di dapur itu.
"Ahjussi, aku begitu takut."
"Nona, bisa kau lepaskan pelukan ini,
saya tidak bisa bernapas," kata Kapten Sean beralibi.
Kemudian Saukilla pun lekas melepaskan pelukan itu dan ia menunduk dengan kedua tangan yang saling bermain. s
Setelah itu, Kapten Sean bergantian menatap Saukilla yang tampak polos dengan mimik wajah layaknya balita.
"Nona, apakah kau yang memasak?" Tanya Kapten Sean pada Saukilla, perempuan itu pun lekas mengangguk.
"Lau memasak?" sahut Praka Renjana yang baru saja bergabung.
Kapten Sean pun menoleh, menatap Praka Renjana dan juga keempat serdadunya. Ia sedikit malu akan kejadian tadi, tapi ia gegas menepis semua itu. Ia harus memastikan siapa yang sudah membuka pintu.
"Wah! Kau merupakan perempuan yang pintar, Nona. Kau memasak, memangnya kau bisa?"
"Aku sering memasak kok. Kan, aku bisa menghafal semua bumbu dapur atau membuat olahan makanan dengan mata terpejam," kata Saukilla.
Kelima pria di hadapannya pun mengernyitkan kening tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh perempuan dengan rok mekar payung tersebut.
"Sering memasak?"
"Benar, Ahjussi nakal!" seru Saukilla membenarkan ucapan Praka Renjana.
"Hei kau ya! Kau harus hormat padaku, kau tidak boleh menyebutku nakal, Nona!"
"Tapi kau sudah meremehkanku!"
"Larena aku tidak percaya kalau kau bisa memasak. Buktinya, kau melepaskan celana sendiri tak bisa, mandi pun kau tidak bisa, apalagi memasak!" kelakar Praka Renjana yang mungkin saja ia keceplosan.
Hal itu membuat Kapten Sean menatapnya seraya mendelik tajam. Sebab ucapan itu, Kapten Sean curiga dan ia yakin bahwa Praka Renjana pernah menguntit dirinya kala di kamar mandi bersama Saukilla
"Maafkan saya, Kapten!"
"Sudah-Sudah, lbih baik segera istirahatlah kalian." Kata Kapten Sean seraya berkacak pinggang.
Keempat serdadunya pun lekas meninggalkan dapur itu. Di sana tinggallah Kapten Sean dan
Saukilla berdua. Meski hanya berdua, namun Kapten Sean tetap berdiam diri. Bibirnya terkatup rapat, ia tak berani mengutarakan sesuatu pada perempuan di hadapannya.
"Nona, saya bertanya padamu tolong jawablah dengan jujur. Siapa yang memasak semua ini?"
"Aku, aku Ahjussi. Aku yang memasaknya. Aku sering memasak seperti ini tapi aku tidak tahu di mana."
'Apakah leukodystrophy terminalnya masih menyisakan beberapa ingatan. Aku juga yakin jika perempuan ini bukanlah perempuan biasa, dia tampak seperti perempuan karir yang modis dan elegan. Lantas bagaimana aku bisa mencari tahu tentangnya,'
Tak dapat disembuhkan, termasuk tak ada pengobatan yang bisa memperlambat gejala-gejalanya. Kondisi ini sangat jarang terjadi, bahkan diperkirakan hanya ada seratus pengidap kondisi ini di Inggris dan sebagian besar adalah anak-anak.
Ada empat puluh tipe gangguan yang diketahui dari kondisi ini dan sejumlah studi tengah dilakukan untuk mencari tahu penyebab serta pengobatan yang bisa diupayakan untuk mengatasi kondisi ini. Pada sebagian besar kasus, kondisi ini diwariskan oleh orang tua yang mengalami kekurangan gen. Hanya terjadi pada satu dari satu Milyar orang.
"Apa Kau tidak berbohong, Nona?" tanya Kapten Sean lagi, agaknya ia masih belum percaya meski Saukilla mengatakan bahwa itulah hasil masakan sendiri.
"Aku tidak berbohong, Ahjussi. Aku sering memasak, namun aku tidak tahu di mana hal itu pernah terjadi."
"Ke sini kan tanganmu!" tutur Captain Sean meminta tangan Saukilla.
Tangan tersebut sudah terular ke depan. Gegas Kapten Sean pun mulai mengenggam keduanya, sementara ia masih berpikir tangan semulus itu apakah pernah mengolah masakan dapur. Tapi tak lama kemudian, ia mulai mendekatkan telapak tangan Saukilla pada hidungnya.
Tercium aroma cabai, bawang putih serta bawang merah pun keluar dari tangan itu, sebab tadi Saukilla belum sempat mencuci tangannya karena ia ketakutan ada seseorang yang mengetuk pintu dari luar.
Captain Sean begitu terkejut akan kebenaran itu, ia pun menatap manik mata Saukilla. Seperti manik mata seseorang yang pernah ia jumpai, tapi Kapten Sean gegas bergeleng, rasanya tidak mungkin.
"Baiklah tak perlu diperpanjang lagi, Nona. Apakah kau sudah mandi?"
"Sudah Ahjussi, aku sudah mandi. Ini baju pemberianmu sudah aku pakai dan aku sudah memakai sesuatu yang diletakkan di sini" Tunjuk Saukilla ke arah kewanitaannya. Sempat ia ingin membuka rok tersebut, namun dengan cepat Kapten Sean melarangnya.
"Tidak, Nona, tidak. Kau tidak perlu membukanya. Ketahuilah, Nona. Jangan pernah perlihatkan ini pada siapa pun terkecuali suamimu nanti, kau mengerti?" Saukilla pun mengangguk.
"Dan jangan biarkan siapa pun memegangnya, kau paham?"
"Iya Ahjussi, aku mengerti."
"Ahjussi, tunggulah di sini," pinta Saukilla.
Saukilla pun bergegas mengambil mangkuk dan meletakkan beberapa olahan makanannya ke dalam mangkuk itu, kemudian memberikan kepada Kapten Sean.
"Ahjussi, kau harus mencicipi masakanku, ini untukmu."
Kapten Sean sebenernya masih berat hati untuk menerimanya. Tapi ia ragu dan sekaligus penasaran dengan segera Kapten Sean pun menerima mangkuk itu. Ia mulai meniup kuah ramen yang begitu panas, di atasnya ada beberapa toping seperti udang, daun bawang dan beberapa lainnya.
Saat satu sendok kuah ramen mulai masuk ke dalam mulut Kapten Sean, ia merasakan kenikmatan yang luar biasa dari rasa itu. Rasanya khas, Kapten Sean tidak asing dengan olahan masakan itu, ia benar-benar tengah menikmatu makanan favoritnya. Lidahnya kerap merasakan olahan seperti itu, namun ia masih berpikir di mana?
'Rasanya seperti makanan favoritku,"
_Bersambung _