Awal
Ku 'tak tahu Awalku dan Akhirku
Pagi dan malamku
Pergi dan pulangku
Ku 'tak pernah tahu dimana lembar pertama dan apa yang membuatnya tamat
Mencari terus jejak pertamaku di lingkarang yang sama
Berada di garis terminator, garis pemisah pagi dan malam namun entah kini berada dipagi atau malam
Bahkan kini ku tak tahu lagi rumahku
Pada apa saja kini ku harus merumahkan? Pada jiwa yang tak mengerti tubuhnya sendiri atau hati yang takut sendiri
Kapan ku harus pergi, apakah saat bel kelas berbunyi?
Entah apa yang menimpaku yang ku tahu pasti kini aku sudah di puncak masalahnya.
Chapter 1 (Salam kenal)
Yuda Harsa itulah namaku yang berarti "Perang Kebahagiaan" sama seperti namaku, kini diriku sedang memerangi kebahagianku sendiri dan kemalangan sedang menikmati kemenangannya di tanah hidupku.
Padahal makna sesungguhnya namaku memiliki arti berperang demi mendapatkan kebahagiaan yang selalu mengingatkanku bahwa hidup itu untuk berbahagia bukan mencari kekayaan atau lain sebagainya.
Sebelum kubeberkan masalahku yang merumpah ruah, kenalkan diriku yang seorang remaja tingkat akhir ini dengan perawakan yang cukup tinggi dan memiliki rambut ikal, diriku hanya seorang remaja biasa yang bersekolah di tingkat SMA kelas tiga, salam kenal dariku Yuda Harsa.
Mengenal orang yang baru berarti mengenal "manusia" yang lain, yah manusia kenapa ku mengutip kata tersebut karena memang kini ku sedang mencari arti maknanya, bukan sekedar tahu bahwa manusia itu salah satu spesies di muka bumi, namun lebih dari itu. Bukan juga soal fisik dan kebiasaanya.
Kembali lagi pada masalah yang kuhadapi, namun akan kuceritakan sebuah cerita pendek agar kalian lebih mengerti.
"Pada suatu hari yang cerah terdapat keluarga kelinci yang begitu senang, bahkan saking senangnya saat kalian melihatnya saja kalian akan tersenyum secara otomatis.
Saat itu keluarga kelinci berada di taman depan rumah mereka, namun sebuah petaka datang entah apa yang membuat serigala datang ke rumah kelinci kemudian serigala mulai menyerang secara membabi buta dan akhirnya hanya sang anak kelinci dan ibu kelinci saja yang selamat.
Ayah kelinci telah dimakan oleh sang serigala dan rumah yang mereka tinggali tak dapat lagi untuk dihuni, namun hidup sang anak kelinci muda tetap berlanjut meski dengan keadaan yang menyedihkan, sedangkan sang ibu yang mengalami luka berat dan tak mampu lagi mencari makanan. Begitu cepat bahkan selisih waktu antara kebahagiaan dan kemalangan tak ada jarak sedikitpun dan itulah hidup sang anak kelinci. "
Kelinci yang malang bukan, jika kau yang mengalaminya apa yang akan kau lakukan.
Masalah yang kuhadapi ini tidak sama seratus persen dengan kisah fabel di atas, namun seperti anak kelinci yang ayahnya telah mati dimakan oleh serigala, sama denganku ayahku telah mati namun bukan dalam arti yang sebenarnya, ayahku masih hidup kalau ditentukan saat dia masih bisa bernafas, hidup tapi sosoknya bagiku telah mati, tak sama lagi setelah sang serigala datang (Musibah).
Sang serigala datang dalam hidupku di hari yang cerah saat itu mengintai mangsanya dan dalam sekejap dia membuat hariku menjadi kelam. Bangkrutnya perusahaan ayahku membuat ayahku strees dan menjadi penghuni Rumah Sakit Jiwa.
Ibuku hanya seorang ibu rumah tangga biasa yang hanya mampu bekerja serabutan dengan upah yang tak seberapa dan pekerjaan yang begitu berat membuat Ibuku jatuh sakit, hidup memang telah membebaniku dari segala arah. Dan, yah inilah hidup yang harus kujalani.
Usiaku baru saja 18 tahun, namun apakah usia menentukan cara bersikap dan berfikir? Bukan, tentu saja bukan. Cara seseorang bersikap dan berfikir, semuanya itu ditentukan dengan bagaimana hidup yang selama ini ia jalani.
Kesusahan yang kualami ini membuatku harus turun derajat secara tiba-tiba, hidup berkecukupan yang ku alami sejak ku lahir hingga sebelum sang serigala datang membuat pola pikirku selalu berkata "Hidup itu kalau ada uang gampang. Mau apa aja ada, karena aku punya uang." Dan datanglah dia sang petaka dalam hidupku terbentanglah aku dengan yang namanya "Asa" dan kini pikiranku berkata "Jika kau menginginkan sesuatu berusahalah." hal ini membuat diriku bersikap seperti perkataan yang pikiranku lontarkan.
Volume air yang keluar sama seperti volume benda yang masuk ke dalam air, apakah rumus ini sama seperti hidupku yang selama ini kujalani sebelum masalah datang dan kini ku harus keluar dari kolam air dan terbawa oleh arus bersama jutaan tetes masalah, masuk ke dalam genangan yang tak pernah ku berfikir akan bergabung dan diam membantu jentik nyamuk tumbuh, menungggu untuk dikuras atau disalurkan ke saluran pembuangan.
Masuk ke lingkungan yang benar-benar berbeda dengan beban yang bukan seberapa bukan hal yang mudah. Ibuku sakit, semakin lama semakin memburuk. Aku harus bolos sekolah untuk mendapatkan makanan, aku membuat desain logo di warnet dan menjualnya kepada web yang dulu sering ku masuki. Meski aku tidak bekerja buruh namun menimbulkan sebuah ide bukan hal yang mudah apalagi dengan keadaan yang seperti ini.
Untungnya aku masih memiliki tabungan meski sedikit, setidaknya aku masih bisa bernafas dan tabunganku juga berguna untuk transaksi dari hasil menjual logo. Dulu mana kepikiran aku bisa-bisanya membuat dan menjual logo dari web yang sering aku kunjungi, tabungan saja aku tak pernah mengisinya, aku hanya bisa membuat saldonya berkurang saja.
Dulu aku hanya tertarik kepada desain grafis dan aku juga banyak menonton video tutorial cara menggunakan aplikasi ini, aplikasi itu, bikin ini, bikin itu, dan aku hanya mencontoh. Kalau hidup itu bisa ditentukan warna dan bentuknya akan ku buat gambar gelas kaca di puncak gunung yang kanan kirinya jurang dan memiliki warna biru volkadot jingga.
Sejak musibah itu datang, aku tak pernah masuk kedalam kelas lagi, setelah bangun dari mimpi indah pun aku harus menghadapi hidup yang menyedihkan berjuang dan mencari makanan sendiri tak pernah terbesit dalam pikiranku untuk masuk lagi ke sekolah karena aku terlalu cemas terhadap pandangan orang lain kepadaku, karena dulu aku selalu hambur terhadap uang dan otomatis teman temanku yang dekat denganku mendapatkan imbas dari sikapku ini. Traktir makan setiap hari bahkan saat hari libur aku selalu mengajak mereka bermain.
Takut realita mengkhianati khayal, takut tak lagi dapat berteman karena selama ini aku berteman kepada uang bukan "teman", kalau kuingat lagi aku tidak terlalu ingat nama-nama temanku, aku lupa mereka itu duduk di jajaran bangku depan atau belakang, aku tidak tahu mereka suka mata pelajaran apa saja. Memang teman itu bukan hanya caption namun action.