webnovel

Mantan Pacar

Bagaimana perasaanmu jika pasien yang sedang kau obati adalah mantan pacarmu? Mantan pacar yang selama ini kau rindukan. Novel ini berisi kumpulan kisah tentang mantan kekasih.

Aufarani · Teen
Not enough ratings
3 Chs

1. Aqila

Seandainya aku mampu, aku ingin pergi ke tempat yang jauh agar aku bisa melupakan semua tentangmu, senyumanmu selalu terlihat dalam pandanganku, hembusan nafasmu seakan menjadi pertanda kau tak pernah meninggalkanku. Bahkan dalam diamku aku masih memikirkanmu, Apa yang harus kulakukan? Apakah waktu 12 tahun tak cukup untuk menghapus jejak bayanganmu dalam benakku? Jujur saja aku lelah harus berpura-pura bahagia, demi keluargaku. Aku hanya mampu tersenyum walalupun sebenarnya hatiku hancur dan takkan pernah menemukan perekatnya untuk menyatukan kepingan hatiku.

Aqila menghapus butiran kristal yang membasahi pipinya, dia meletakkan buku diary kesayangannya, hanya buku ini yang menjadi temen Aqila untuk melepaskan keluh kesahnya pada kenangan-kenangan manis dimasa lalunya, seakan dia menyesali keputusannya saat itu, seandainya waktu bisa kuputar kembali. Aku takkan pernah mengambil jalan ini, jalan yang menyakiti jiwa dan hatiku. Aqila bangkit dari tempatnya duduk, mengambil kunci mobilnya, dia ingin menikmati udara segar di sekitar pantai deket rumahnya, ini yang selalu Aqila lakukan untuk menghapus semua lelah dalam hatinya. Tak lupa dia memakai kalung kesayangannya, kalung yang selalu menemaninya sejak 12 tahun ini, dia tak pernah meninggalkan kalung ini berada jauh dari dirinya. Aqila melajukan mobilnya menuju pantai.

" Apakah kau mencintaiku?"

"Berhentilah memberikan pertanyaan seperti itu. Sampai kapanpun aku akan selalu mencintaimu."

"Mengapa kau memilihku?"

" Ntahlah, aku tak pernah tahu alasannya yang aku tau hadirmu mampu melengkapi hidupku."

Kenangan indah itu selalu terlintas dalam benak Aqila, apakah kau masih mengingatku? Apakah cinta itu masih untukku? Aqila hanya mampu tersenyum menguatkan hatinya dan menyakinkan diri sendiri bahwa semuanya tak butuh jawaban, sampai kapanpun dia akan mencintaiku. Aqila tersenyum mengingat semua kebersamaan itu. Dia melihat pemandangan di pantai ini, begitu menyejukkan hatinya. Dia mengingat ketika dia bisa tertawa lepas saat bermain pasir di pantai ini, di pantai ini juga pertama kalinya dia melihat lelaki itu, lelaki yang mampu mengalihkan fokus Aqila selama ini, seakan dia adalah orangnya yang Aqila cari selama ini tetapi takdir berkata lain, bahkan saat ini Aqila tidak tahu apakah dia masih ada di dunia ini? Aqila hanya mampu berdoa, semoga dia selalu baik-baik saja dan tentunya masih mencintainya. Alarm ponsel Aqila berbunyi, seakan menjadi pertanda dia sudah berada dipantai ini selama satu jam dan saatnya untuk bersandiwara, berpura-pura bahagia walaupun sebenarnya senyuman yang dia berikan palsu.

Di tengah perjalanan pulang, Aqila mengalami kecelakaan, mobilnya rusak parah karena tabrakan dengan Truk. Ntahlah karena keteledoran Aqila atau karena pikirannya sedang kacau? Satu yang pasti dia tidak berniat bunuh diri, dia sangat menyayangi dirinya sendiri. Orang-orang disekitar tempat kecelakaan, berlari menghampiri mobil Aqila, pandangan Aqila mulai kabur, seakan merasa semuanya gelap dan dia tidak sadarkan diri.

____****____****____

Abian sedang menatap kalung yang ada digenggamannya, sesekali dia tersenyum seakan kenangan itu berputar dipikirannya. Abian tak pernah membayangkan dan tak pernah bercita-cita menjadi seorang dokter. Apa yang dia lakukan saat ini, semata-mata ingin membuktikan bahwa dia mampu menjadi sukses dan menjadi seorang dokter.

"Dokter Abian, ada pasien kecelakaan." Suara Mirna, asisten Abian mengalihkan pandangan Abian dan membuatnya beranjak dengan malas dari tempat duduknya.

"Aku baru saja beristirahat, memangnya dokter Tio kemana?" Ucap Abian sembari dia mencuci tangannya.

"Dokter Tio sedang menangani pasien lain. Pasien Aqila membutuhkan pertolongan secepatnya jika tidak, bisa membahayakan nyawanya, dia terluka parah. " Kata Mirna sembari mengajak Abian untuk bergegas.

"Siapa nama Pasiennya?"

" Aqila Ibra Mahdania." Mendengar nama itu, Abian segera bergegas menuju ruang operasi dan berharap bukan Aqila yang dia kenal.

Seakan tubuh Abian membeku, melihat sosok yang selama ini dia rindukan terbaring lemah dengan sekujur luka dan berlumuran darah, tanpa Abian sadari air matanya menetes. Abian segera menghapus air matanya dan bergegas menyelamatkan nyawa Aqila, apapun akan dia lakukan asal wanitanya selamat.

"Mirna, siapkan semuanya. Aku yang akan mengoperasinya!" Mirna menganggukkan kepala dan bergegas menyiapkan semuanya.

"Bertahanlah Aqila, aku takkan membiarkan sesuatu terjadi padamu." Ucap Abian sembari dia memulai operasinya.

Operasi berjalan dengan lancar, tetapi tubuh mungil Aqila seakan tak mampu menopang semua kesakitan yang dia rasakan. Aqila masih koma, Abian masih disini menatap Aqila berharap dia membuka mata indahnya, tatapan yang selama ini Abian rindukan. Tak ada tatapan seindah mata Aqila, tatapan yang mampu mendamaikan Abian, andaikan saja waktu bisa kuputar kembali. Aku ingin kembali kemasa itu, seakan aku menyesali keputusanku saat itu.

"Mirna, tolong kasi tahu aku kalo pasien ini nanti kenapa-napa. Aku yang akan menanganinya. Aku akan kembali ke ruanganku, aku akan menyelesaikan pekerjaanku dulu."

"Baik Dokter."

Abian melangkahkan kakinya menuju ruangannya, dadanya serasa sesak menahan sesuatu. Abian sedikit berlari menuju ruang kerjanya, dia ingin segera menuju ruang kerjanya. Sesampainya di ruang kerjanya, dia menangis, ya ini yang ingin Abian lakukan. Dia tak mungkin menangis di depan para perawat atau di depan orang banyak, Abian tidak ingin reputasinya sebagai dokter yang terkenal bersikap dingin, tiba-tiba berubah menjadi cengeng. Abian merasa dadanya amat sesak, dia tak pernah menyangka Aqila, wanita yang selama ini dia rindukan ada dihadapannya, bahkan dia mampu menyentuh wanita itu hanya saja dengan tubuh yang tak berdaya, Abian tak pernah menyangka dia akan dipertemukan dengan wanita yang selama ini dia rindukan, wanita yang selalu dia pikirkan sejak dia membuka mata sampai dia memejamkan mata dihari-harinya, wanita yang selalu ingin dia temui tetapi tak pernah dia lakukan karena dia tak pernah mengetahui keberadaan Aqila.

"Aqila, kumohon sadarlah! Aku ingin melihatmu tersenyum kepadaku. Aku ingin menatap tatapanmu yang menghangatkanku, tatapan cinta yang menjadi milikku. Apakah perasaanmu masih sama seperti 12 tahun yang lalu? Aku merasa hati dan jiwamu masih untukku, aku melihatmu masih menggunakan kalung kita, kalung berbentuk hati yang jika dibuka ada initial namaku, begitu pula kalung ini selalu menjadi penyemangatku." Abian bergumam sendiri, seakan dia frustasi karena tubuh Aqila sedang tergeletak tak berdaya walaupun dia sudah melewati masa kritisnya tapi siapa yang tahu dia akan siuman kapan? Dia masih koma.

Setelah menyelesaikan pekerjaannya hari itu, Abian kembali ke ruangan Aqila. Apakah kamu tidak menikah? Kenapa tidak ada seseorang yang mencarimu kesini? Kemana keluargamu yang sangat menyayangimu? Abian bertanya-tanya dalam hatinya, tentunya dia tidak menemukan jawabannya. Abian menatap Aqila, dia duduk di sofa sebelah tempat tidur Aqila, Abian memutuskan akan menginap disini seraya menunggu Aqila siuman, siapa tahu Aqila akan segera siuman. Abian merebahkan tubuhnya di sofa berwarna biru itu, tak ada kata lelah untuk menatap wajah yang terlihat kelelahan, wajah Aqila wanita yang dia cintai selama ini.

"Dokter, ayo bangun!." Mirna menggunjang tubuhku, membuatku membuka mata.

"Ya, makasih sudah membangunkanku." Abian beranjak dari sofa itu, ternyata semalam dia ketiduran di tempat ini, ini adalah hari yang sangat membahagiakan baginya, ketika membuka mata dia bisa melihat wajah wanita yang selama ini dia rindukan.

"Dokter, ngapain tidur disini?."

"Semalem aku berkeliling mengecek pasien, aku kelelahan. Aku duduk sebentar malah ketiduran. Bisakah kamu mengambilkan berkas-berkas yang harus kupelajari, kalo sudah letakkan di mejaku." Abian memberi intruksi, sebenarnya dia tak ingin Mirna melihatnya memperhatikan Aqila, Abian masih ingin ada disini menatap Aqila sebelum dia beraktivitas. Mirna mengangguk dan keluar ruangan itu. Abian berjalan menuju tempat tidur Aqila, dia menatap Aqila.

"Aqila, wanitaku. Aku sangat merindukanmu. Apakah kau tak merindukanku? Aku ingin melihatmu membuka matamu." Abian berkata di sebelah terlinga Aqila, tanpa dia sadari dia meneteskan air matanya. Abian menggenggam tangan Aqila, tanpa dia sadari Aqila mulai membuka matanya.

"Ehmmmmmmmm....." Aqila menghembuskan nafasnya dengan sedikit keras, Abian menyadari wanitanya sudah sadar, dia segera memeriksa Aqila. Abian bersyukur Aqila sudah sadar dari komanya hanya tinggal pemulihan kakinya saja karena memang kaki Aqila mengalami patah tulang. Aqila yang masih setengah sadar, dia mengira ini hanyalah ilusi bagaimana mungkin dia melihat Abian dalam posisinya yang setengah tersadar.

Abian menatap Aqila yang masih setengah sadar, dia tersenyum kepadanya menampilkan senyuman terindah yang pernah Aqila liat. Aqila mengernyitkan keningnya, dia masih bingung dan setengah sadar, apakah ini Abian? Laki-laki yang selama ini dia rindukan? Atau ini efek obat bius sehingga membuatnya berhalusinasi berlebihan. Ketika Abian akan mengelus rambut Aqila, tiba-tiba handphone Abian berdering. Abian mengambil ponselnya dan dia terdiam melihat tulisan yang tertera di ponselnya

"My Wife"

Abian bergegas meninggalkan tempat itu, dia keluar ruangan Aqila. Abian sadar posisinya saat ini sudah berbeda, dia memiliki wanita yang selama ini dengan sabar menemaninya, walaupun wanita itu tahu Abian tak pernah mencintainya tetapi dia selalu ada disamping Abian. Wanita itu bernama Alia.

"Halo. Sepertinya kamu melupakanku." Alia tampak merajuk

"Aku semalam tidur di rumah sakit. Sudahlah jangan bicara yang tidak-tidak, hari ini sepertinya aku juga gak pulang." Abian menutup panggilan itu, Abian tahu keputusannya menikahi Alia adalah keputusan yang salah, kenapa dia memasukkan Alia dalam belenggu pernikahan yang tidak seharusnya, pernikahan yang seakan sekedar memiliki raga saja, pernikahan yang hanya bisa membuat orang-orang takjub denganku karena kita seperti pasangan paling serasi, Aku memiliki paras yang cukup memikat para kaum hawa sedangkan Alia memiliki paras yang cukup cantik ditambah lagi dengan badannya yang begitu indah, walaupun begitu aku tetap tak mampu mencintainya. Hatiku masih disini, dimiliki Aqila gadis imut yang mampu membuatku tersenyum dengan semua tingkah uniknya, hanya dia wanita yang mampu membuatku menangis karena merindukannya.

"Kenapa Abian menutup telponnya?" Alia bergumam, dia tahu ini memang konsekuensinya menikahi pria yang tak pernah menganggapnya ada, pria yang tak pernah mencintainya. Alia tersenyum seraya menguatkan hatinya.

____****____****____

"Suster, terimakasih sudah menyelamatkan nyawaku." Aqila menyunggingkan senyum kepada Mirna, dia tahu setidaknya dia harus mengucapkan rasa terimakasihnya kepada dokter tetapi gak ada salahnya kan ngucapin terimakasih sama perawat yang sudah merawatku selama 7 hari aku dirawat dirumah sakit ini.

"Ini semua berkat Dokter Abian." Mirna tersenyum padaku, tubuhku menengang mendengar nama Abian. Apakah Abian yang dimaksud Abian yang selama ini kurindukan? Berarti waktu aku siuman, aku tidak berhalusinasi. Ah, gak mungkin. Mana mungkin Abian menjadi dokter, ini bukanlah pekerjaan yang cocok dengannya.

"Dokter Abian?" Tanyaku.

"Ya, Dokter Abian Surya Laksana. Walaupun dia sangat dingin, tapi ketika merawat anda. Dia melakukannya dengan sungguh-sungguh sampe-sampe dia ketiduran di sofa ini." Ucap Mirna menjelaskan seraya menunjuk sofa didepanku, sedangkan badanku tertegun, masih penuh tanda tanya apakah Abianku yang telah menyelamatkanku?Aku menahan tangisku, bayangan Abian terlintas di pikiranku, segera kutahan air mataku agar tidak tumpah.

"Aku ingin ke taman di rumah sakit ini. apakah diperbolehkan? Aku ingin menghirup udara segar." Ucap Aqila kepada Mirna.

"Tentu saja boleh, saya akan mengantarkan anda ke taman di rumah sakit ini. Taman disini sangat bangus, Dokter Abian sengaja membangun taman ini dengan begitu Indah, katanya biar pasien bisa merasakan kedamaian dan melupakan sakit yang dideritanya. " Mirna menjelaskan sambil mendorong kursi rodaku menuju taman di rumah sakit ini, rumah sakit ini memang tidak terlihat menyeramkan seperti rumah sakit pada umumnya. Rumah sakit ini bercat warna biru, rumah sakit ini juga memiliki kamar pasien yang mirip seperti hotel.

"Silahkan menikmati pemandangan ditaman ini, saya akan memeriksa pasien yang lain. Sebentar saja, nanti saya akan kembali lagi." Ucap Mirna dan aku hanya mengangukkan kepalaku tanda setuju dan tak lupa mengucapkan terimakasih kepadanya.

Aqila mengamati taman ini, taman ini memang sangat indah dengan banyaknya pepohon memberikan kesan rindang, dikelilingi dengan banyaknya bunga mawar yang di dekorasi dengan begitu menarik. Ditengah taman, ada air mancur berlambang dewa cinta yang dikelilingi 8 arca kecil-kecil seperti mengisahkan kisahnya masing-masing ada yang menangis, tertawa, tersenyum dan sebagainya. Aqila merasa taman ini, adalah taman impiannya, tanpa dia sadari Aqila tersenyum menatap taman ini.

Abian menatap Aqila dari ruang kerjanya, ya ruang kerja Abian memang dirancang bisa menghadap langsung ke arah taman. Rumah sakit ini adalah miliknya, yang dia bangun dengan susah payah. Dia memang membangun semua ini seperti keinginan Aqila, dia menginginkan taman seperti di rumah sakit ini dan seisi rumah sakit berwarna biru muda karena Aqila sangat menyukai warna biru. Abian menghela nafasnya,

"Andaikan aku bisa, aku ingin memelukmu kekasihku, tapi aku hanya mampu menatapmu dari sini." Abian bergumam.