webnovel

MALPIS

[17+] Kisah ini menceritakan soal Alya dan Ben. Mereka bertemu saat si kebetulan tak sengaja menghampiri mereka. Lalu mereka mulai saling memberikan perhatian saat si cinta dan rasa sayang membutakan mereka. Namun si mantan datang dan tanpa sengaja merebut kembali apa yang pernah menjadi miliknya.

adeliafahriani_ · Urban
Not enough ratings
69 Chs

Chapter 4 - Yogi

Alya memasuki sebuah warung ayam penyet yang menjadi tempat makan favoritnya bersama yogi selama tiga tahun mereka pacaran. Alya memilih meja kosong di pojok dan menunggu yogi.

Lima belas menit berlalu dan yogi belum juga muncul. Akhirnya Alya memesan es teh tawar karena kehausan. Ia mencoba menelepon yogi namun tidak diangkat. Alya menghela napas dan mencoba menunggu lagi.

Hingga satu jam berlalu sejak Alya memesan es teh tawarnya. Alya hilang kesabaran. Ia menelepon yogi lagi, namun kali ini hp cowok itu mati. Alya mulai kesal. Ia kembali menelepon dan hasilnya sama. Alya membayar minumannya dan keluar dari warung ayam penyet ini.

"Alya," panggil sebuah suara dari arah belakang.

Alya menoleh dan melihat Yogi berjalan ke arahnya setelah cowok itu memarkirkan mobilnya.

"Kamu kemana aja? Aku udah nungguin kamu sejam disini." Protes Alya.

"Masuk dulu, yuk." Ajak Yogi. Cowok itu bahkan tidak menjawab ataupun menunggu Alya. Ia berjalan di depan dan memilih meja pojokan tempat Alya sebelumnya.

Ingin sekali rasanya Alya melampiaskan rasa kesalnya pada yogi, namun ia berusaha untuk menahannya karena ini adalah pertemuan mereka setelah seminggu tanpa komunikasi.

"Kamu mau makan?" Tanya yogi datar pada Alya.

"Samain aja sama punya kamu." Jawab Alya mencoba tersenyum.

"Aku udah makan tadi." Jawab Yogi. "Mas!" Ia memanggil mas penjual ayam penyet.

Tak ada ekpresi Alya disana. Tatapannya kosong seolah paham keadaan yang sedang terjadi. "Kamu makan sama siapa?" Tanyanya lemah. Semangatnya mulai luntur.

"Tadi aku makan sama Erna." Yogi melihat hp nya sekilas. "Mas pesan nasi ayam penyetnya satu, bagian paha ya. Sambalnya dilebihin. Gak usah pakai kol goreng." Ia memesankan makanan Alya sesuai dengan selera gadis itu.

Harusnya Alya merasa terharu karena Yogi masih hapal kesukannya, lengkap hingga detilnya. Tapi kenapa ia tidak bisa tersenyum.

"Kamu mau minum apa?" Tanya Yogi.

"Kamu sama Erna makan berdua aja?" Tanya Alya balik. Wajahnya sudah memancarkan kecemburuan. Sudah setahun belakangan, Erna menjadi duri diantara mereka. Alya memang belum pernah berkenalan secara resmi, namun ia pernah bertemu dengan si Dokter Gigi itu.

"Iya. Tadi dia ke klinik." Jawab Yogi yang juga merupakan Dokter gigi di salah satu Klinik swasta. Sedangkan Erna membuka praktek di salah satu Mal. Yogi membuang wajahnya ke arah lain saat menjawabnya. Ia sudah tahu kemana arah pembicaraan mereka.

Alya diam dan tidak berkomentar. Beberapa saat mereka hening. Yogi bahkan batal memesankan minum untuk Alya. Gadis itu hanya memperhatikan wajah pacarnya yang sibuk mengecek layar hp nya. "Kamu nungguin telpon dari siapa?" Tanyanya.

"Enggak, takutnya kerja." Jawab Yogi cuek. Ia meletakkan kedua tangannya ke bawah.

Tak butuh waktu lama, ayam penyet pesanan Yogi akhirnya datang. Mas penjual itu meletakkannya di depan yogi hingga cowok itu harus menggesernya di depan Alya. "Kamu makan dulu," ucap Yogi.

"Anin cerita ke murid di kelas aku, kalau kita berdua putus. Apa maksudnya? Kenapa keponakan kamu bisa ngomong gitu?" Alya sudah tidak sabar untuk menanyakan hal itu.

Yogi diam. Ia memperhatikan sekeliling warung itu. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam dan pengunjungnya mulai ramai.

"Keponakan kamu gak seharusnya cerita ke murid aku di sekolah." Protes Alya. Ini sudah ke sekian kalinya Anin bercerita di sekolah soal hubungan Alya dengan Yogi.

"Sorry, Al." Ucap Yogi. "Anin benar. Aku mau kita putus." Lanjut Yogi.

Alya terdiam. Ia bahkan membatalkan niatnya untuk makan saat tangannya sudah menyentuh nasi. Seketika rasa laparnya hilang.

"Seminggu ini kita Break, aku sadar kalau hubungan kita lebih baik seperti ini." Yogi menatap wajah gadis yang pernah dicintainya dulu.

"Kenapa?" Alya hanya bisa mengeluarkan kata itu.

"Aku gak siap kalau harus menikah." Yogi membuang wajahnya setelah ia mengucapkan kalimat itu.

"Waktu itu kamu sendiri yang bilang mau datang ke rumah dan melamar aku. Kenapa sekarang kamu bilang kalau kamu gak siap menikah?" Mata Alya mulai berair.

"Karna waktu itu Dira menikah." Jawab Yogi dengan nada sedikit nyaring. "Aku terbawa suasana. Aku mengira kalau menikah itu menyenangkan. Tapi nyatanya enggak. Menikah bukan cuma soal cinta dan perasaan. Menikah itu komitmen. Aku belum siap."

Alya menunduk dan menyeka air matanya, "Kapan kamu siap?" Tanya Alya.

Yogi mengerutkan dahinya, "Al, please." Ucapnya.

"Please, apa?" Alya masih mengulur waktu.

"Aku belum siap menikah. Aku belum siap menikah sama kamu." Kata Yogi menekankan kalimatnya.

Alya terdiam. Ia memandang wajah Yogi yang dirinduinya seminggu ini. "Apa kurangnya aku, Gi?"

Yogi menggelengkan kepalanya, "Kamu gak kurang apapun. Kamu baik, kamu sempurna."

"Kalau gitu kenapa kamu belum siap sama aku?" Alya masih berusaha mempertahankan hubungan mereka.

"Maaf, Al. Aku gak bisa jawab pertanyaan kamu." Yogi berdiri dari kursinya. "Kamu jangan pernah hubungi aku lagi." Ia mengeluarkan uang lima puluh ribu rupiah dan diselipkan di bawah piring ayam penyet Alya. "Aku minta maaf soal Anin. Nanti aku akan bilang sama dia supaya jangan cerita ke orang-orang lagi soal kita." Yogi masih memandang wajah Alya yang menunduk. "Sampaikan maaf aku untuk bapak-mama kamu." Yogi pergi dari tempat itu.

Alya menenggelamkan kepalanya diatas meja dan membiarkan dirinya menangis. Beberapa pengunjung disana memperhatikan Alya dengan rasa kasihan. Sedikit banyak mereka mendengar percakapan yang ada.

***

Alya mengendarai motornya dengan kesedihan. Setiap kalimat yang yogi ucapkan terus terngiang di kepalanya. Bahkan saat di lampu merah, hampir saja ia menyenggol sebuah mobil disampingnya yang lebih dulu berhenti. Air matanya terus mengalir hingga ia tidak bisa menahannya lagi.

Saat lampu merah itu berubah hijau. Alya kembali melajukan motornya, namun ia malah melihat mobil Yogi keluar dari sebuah Mal. Ia menepikan sepeda motornya supaya ia bisa melihat dengan jelas mobil itu.

"Kamu memang mau putus dari aku." Kata Alya pada dirinya sendiri begitu ia melihat siluet perempuan duduk di kursi depan. "Karena Erna." Ucapnya lagi. Alya melepaskan kan mobil Yogi menghilang di ujung tikungan.

Alya langsung membuka hp nya dan memeriksa jam di layar hp itu yang menunjukkan pukul 20.55 malam. Alya menyimpan hp nya kemudian memutar kembali motornya dan menuju tempat yang bisa membuatnya tenang.

***

TERIMA.KASIH SUDAH MEMBACA!