webnovel

Malam Natal bersama putriku

Ini tentang bagaimana seorang anak perempuan bernama Lita, memperoleh hadiah baru dari ayahnya.

Writethetext · Realistic
Not enough ratings
1 Chs

Malam Natal

Di awal desember bertepatan dengan turunnya salju. Terdapat sebuah rumah yang dihuni oleh keluarga Pak Sandy. Ia mempunyai seorang anak perempuan bernama Lita, berusia sekitar sembilan tahun.

Karena rumah itu cukup besar, tentu saja Pak Sandy tidak tinggal bersama istri dan anaknya saja. Terdapat paman Sam dan Bibi Lien yang adalah saudara ipar Pak Sandy, tinggal bersama dengan mereka.

Lita, gadis kecil yang sangat suka bermain dengan boneka-bonekanya, ia punya banyak boneka dan beragam. Ayahnya selalu memberikannya boneka baru di setiap bulan baru.

Dan kali ini Lita sangat bersemangat sekali menantikan boneka keluaran terbaru yang baru saja muncul di televisi. Sesuai dengan janji ayahnya, Lita menyiapkan dirinya untuk siap-siap pergi ke toko boneka, meskipun masih lama karena mereka akan baru pergi di hari malam Natal.

Tapi Gadis ini begitu excited, riang plus gembira menantikan hari itu. Dia menyiapkan dirinya, mulai dari membersihkan kamarnya yang berantakan, merapihkan buku-buku sekolahnya dan menyiapkan boneka kesayangannya dari gudang yang penuh dengan boneka, untuk dibawa pergi bersama mereka ke toko boneka.

Setelah sekian lama menanti, akhirnya Ayahnya mengajak putrinya ke toko boneka yang ia janjikan. Namun baru saja mau masuk ke garasi, bibi Lien muncul secara dadakan.

"Ada apa Lien?" tanya Ayahnya yang heran.

"Sebaiknya kalian jangan pergi," kata Bibi Lien sambil memandangi kukunya sendiri.

"Maksudnya apa? Kami ingin pergi ke toko boneka, membelikan Lita boneka baru keinginannya."

"Iya. Aku tahu itu. Karena itu, Aku bermaksud untuk mengganti destinasinya daripada ke toko mainan. Dan Aku punya destinasi yang lebih cocok untuk kalian berdua."

"Apa? Bagaiman bisa! Aku telah berjanji pada putriku untuk menemaninya membeli boneka."

"Sandy. Apakah Aku bermaksud buruk pada quality time Ayah bersama anak?"

Sandy merenung.

Dengan tegas Bibi Lien memegang bahu Sandy, untuk meyakinkannya. "Percayalah padaku. Mainan itu bisa dibeli dengan mudah, tapi untuk momen yang kumaksud belum tentu demikian."

Ayahnya memandang Lita yang sejak tadi berdiri di gerbang garasi dengan menggendong salah satu boneka kesayangannya.

Akhirnya Ayahnya pun terbujuk dan menuruti Bibi Lien, yang mengajak mereka ke suatu tempat.

Dalam perjalanan, keadaan di dalam mobil, wajah Lita terlihat sangat senang, sebelum mereka berhenti di depan sebuah panti asuhan.

Wajah Lita berubah menjadi bingung.

"Panti Asuhan?" tanya Sandy.

"Yup. Tepat sekali."

Pertama kali mereka menginjakkan kakinya di sana, Bibi Lien menemui temannya yang memiliki panti asuhan. Lusa kemarin, ketika Lita merapihkan kamar dan bonekanya, Bibi Lien menerima telepon dari temannya.

"Hallo, ada apa Irene?"

"Iya, Saya ingin mengajakmu ke acara Natal panti kami? Kamu mau ikut tidak?"

Bibi Lien melihat Lita yang sedang merapihkan bonekanya.

"Boleh," lanjutnya.

Kembali lagi di Panti Asuhan, Lita bertanya kepada ayahnya.

"Kenapa kita ke sini Pa?" Dengan nada heran.

Ayahnya hanya bisa tersenyum dan mengelus rambutnya untuk menjawab.

Lita pun menjadi kesal dan kecewa. Gadis itu mendesak ayahnya untuk kembali ke toko boneka. "Ayo ayah. Kita beli bonekanya sekarang juga! Aku udah ngga sabar sama boneka kelinci imut putih. Aku ingin cepat-cepat main boneka itu!" Katanya sambil mendorong paha ayahnya.

Dengan raut wajahnya yang sudah me-merah, Lita membelakangi ayahnya karena kecewa.

Tapi tak disangka, ketika gadis itu membelakangi ayahnya dengan wajah merah dan kesal, seketika itu juga berubah. Sebab Lita tidak sengaja mendengar dua anak laki-laki bertengkar dari arah timur, ia melihat mereka merebutkan sebuah mainan yang sudah jelek, bahkan sangat jelek.

Sepertinya Lita sudah mulai mengetahui di tempat ini, banyak anak-anak yang kekurangan mainan, apalagi mainan baru. Tidak seperti dirinya yang selalu diberikan mainan baru oleh ayahnya, apalagi sesuai keinginannya sampai miliknya bertumpuk-tumpuk.

Gadis kecil yang melihat pertengkaran itu merasa iba oleh karena anak lelaki yang lemah kalah oleh yang kuat. Sehingga anak lelaki itu hanya bisa mengalah dan sendirian, air matanya pun mulai menetes.

Lita berusaha mendekatinya pelan-pelan dan berusaha menghiburnya oleh karena nuraninya tergerak. Ia pun memberikan boneka kesayangannya kepada anak lelaki itu, dan raut wajah anak lelaki itu berubah senyum.

Pak Shandy yang melihat itu terharu pula. Ia menjadi sadar, selama ini hanya memanjakan putrinya dengan barang-barang baru karena kesibukannya sendiri. Sehingga tak pernah punya waktu untuk mengajari putrinya hal-hal benar, yang sepatutnya ia ajarkan sebagai seorang ayah.

Pak Shandy mendekati putrinya, memegang bahu anaknya dan mengatakan, "Kau mau memberi semua bonekamu?"

Lita mengangguk.

Bibi Lien yang bersama temannya tersenyum melihat momen itu.

Di malam Natal itu, akhirnya mengajari dua pribadi itu hal baru, antara seorang ayah dengan putrinya yang dikasihinya.

Sesuai dengan janji Ayahnya, tepat keesokan harinya yaitu hari Natal. Mereka mengunjungi Panti Asuhan itu lagi, membagi kado natal kepada anak-anak di sana. Pak Shandy dan Lita terlihat sangat ceria membagikan kado Natal, dari semua boneka milik Lita.

Cerita pun selesai.