webnovel

Main Love

Dua insan manusia dengan latar belakang yang berbeda. Maya Salim adalah seorang yatim piyatu berumur 20 tahun yang tinggal bersama dengan adik laki-lakinya yang masih seorang pelajar dan bibi angkatnya. Menjalani kehidupan yang sulit karena kisah kelam di masa lalunya. Marven Cakra Rahardi, seorang pewaris utama dari grup Cakra perusahaan pertambangan terbesar di Indonesia, yang membuatnya menjadi salah satu pria muda terkaya di Indonesia, ia merasa kesal dengan kakeknya yang mendesaknya untuk menikah dengan wanita kaya pilihannya dan selalu menghina ibu kandungnya yang hanya seorang wanita miskin. Sebuah desakan dan penghinaan, menjadi sebuah amarah berujung sebuah pernikahan kontrak. Marven melamar Maya, seorang pelayan dihadapan semua tamu kakeknya hanya untuk membuat kakeknya merasa terhina. Sandiwara cinta terpaksa dijalankan, tapi perlahan menjadi terbiasa dan berubah menjadi sebuah harapan namun dendam Maya di masa lalu selalu menghantui. Cinta yang perlahan muncul bersama keraguan. Rasa tidak percaya dengan cinta yang datang begitu cepat. Sebuah rahasia besar dibalik kisah asmara berselimut dendam masa lalu. Akankah cinta dapat menang melawan keraguan dan rasa sakit hati? (mengandung konten dewasa, mohon bijak sana dalam membaca 18++) *** hi, terimakasih karena sudah membaca novel buatan ku 。◕‿◕。 Aku akan sangat menghargai setiap review serta komen yang kalian berikan. (*˘︶˘*).。*♡ Kalian bisa menghubungi ku di : lmarlina8889@gmail.com

mrlyn · Urban
Not enough ratings
281 Chs

hide and seek (2)

Randy berjalan takut saat memasuki ruangan Kania, saat ini Kania tengah berdiri di depan jendela sambil memegang segelas minuman beralkohol ditangannya dan sesekali menyesapnya.

"Bagaimana? Kamu telah membereskanya?" Tanya Kania tanpa menoleh, Randy menunduk takut bahkan ia belum berucap tapi Kania telah mengetahui keberadaannya.

"Seseorang datang saat aku akan mengancam Mina, pria itu mengatakan jika ia adalah pengacara mereka." Jelas Randy.

Kania tersenyum, ia lalu berbalik dan meletakan gelas miliknya di atas meja.

Ia lantas berjalan mendekat pada Randy dan memainkan dasinya.

"Kamu takut dengan seorang pengacara?"

Randy terdiam, ia tahu dibalik senyuman Kania menyimpan banyak amarah menakutkan yang membuatnya hanya dapat diam.

"Kita dapat menyingkirkan pengacara itu bila perlu, kamu hanya perlu mengurus Mina dan agar ia mau membawa Maya dan Arya pergi jauh dari sini. Teror dan ancam dia, apa hal semudah itu tidak mampu kamu lakukan?"

Kania kemudian menarik dasi Randy kencang membuatnya tercekik seketika, ia menatapnya lekat seperti sebuah ancaman pada Randy yang berdiri tidak berkutik saat ini.

"Aku tidak mau tahu... Kamu harus menyingkirkan mereka bagaimanapun caranya atau kamu akan kehilangan segalanya." Ancam Kania seraya mendorong tubuh Randy hingga membuatnya nyaris terjatuh.

"Pergilah aku sungguh muak melihat kebodohanmu!" Lanjutnya, ia sama sekali tidak berteriak tapi semua ucapannya terdengar menakutkan bagi Randy sehingga ia dengan cepat menurut dan pergi meninggalkan ruangan Kania.

"Pengacara... Gadis itu telah mengambil langkah untuk melawanku rupanya? Lihat saja, tidak akan sulit bagiku menyingkirkan kalian semua, bersembunyilah dan aku akan menemukan kalian." Ucap Kania, ia tersenyum sambil meneguk minumannya dengan tenang.

***

Marve baru saja terlelap, setelah memandangi wajah Marve dan menyelimutinya, Maya memutuskan untuk duduk di dekat jendela dan melihat pemandangan luar dari sana.

Ia masih menyimpannya baik-baik, rasa sakit hati dan dendamnya pada Kania yang ia tutupi dengan rapat tanpa Marve ketahui sedikitpun.

Saat ini Marve masih dalam tahap pemulihan, maka Maya memutuskan untuk sabar menunggu, bila waktunya tepat ia akan mengatakan semua masalahnya pada Marve agar Marve dapat membantunya.

"Bersenang-senanglah selagi bisa, saat aku muncul, kamu akan kehilangan segalanya." Ucap Maya dalam hatinya, sorot matanya begitu redup, rasa sakit hati selalu menjalar keseluruh tubuhnya hingga wajahnya terasa memanas saat ini.

Sampai kemudian seseorang datang memasuki ruangan dan wajah Maya kembali berubah cerah.

"Maya..."

"Bi Mina, Arya..." Maya segera menghampiri bibi dan adiknya dan lantas memeluk mereka erat.

"Maaf, kami datang terlambat... Saat kami hendak menutup toko beberapa pelanggan datang." Jelas Mina, ia berbohong.

Sebelumnya ia dan Arya telah sepakat untuk merahasiakan tentang Agung sementara ini karena Maya masih harus merawat Marve, jadi menunggu Marve sembuh adalah waktu yang terbaik toh Agung belum menemukan keberadaan saudara laki-laki Rahayu jadi semua ini tidak perlu Maya ketahui dulu.

"Bagaimana keadaan kak Marven?" Tanya Arya, Maya tersenyum dan menjawab "Sudah lebih baik, tapi Marve masih harus melakukan perawatan."

"Jangan lupa jaga kesehatanmu... Kamu tidak boleh sakit saat suamimu membutuhkan perawatanmu seperti saat ini." Ucap Mina menasehati.

"Tentu saja.. aku tidak akan sakit." Jawab Maya tersenyum, dalam hatinya selain merawat Marve ia masih memiliki banyak hal yang harus dilakukan untuk melawan Kania jadi ia tidak boleh sakit.

....

Sementara itu di kediaman Agung, Ia baru saja kembali saat Andre tengah menunggunya di ruangannya.

"Ayah dari mana? Mengapa tidak datang ke kantor hari ini?" Tanya Andre, mereka memiliki firma hukum dan Agung masih aktuf menjadi pengacara selama ini dan beberapa klaien tadi datang mencarinya.

"Apa ayah sakit?" Tanya Andre kembali.

Agung masih belum menjawab, ia masih berpikir haruskan ia memberitahu Andre?

Jika Andre mengetahui jika saat ini ia tengah menangani kasus Maya, mungkinkah Andre akan menjadi gelap mata dan merusak hubungan rumah tangga Maya dan suaminya?

"Ayah masih marah padaku?" Andre berjalan mendekat saat Agung tidak menjawab sama sekali pertanyaannya.

"Ayah hanya lelah, ayah akan beristirahat sekarang." Jelas Agung setelah melepaskan jasnya dan meletakan tasnya diatas meja kerjanya.

Tapi langkahnya terhenti, ia menoleh "Apa kamu masih mengejar-ngejar wanita itu?" Tanya Agung saat berada di ambang pintu.

Andre tidak menjawab, dan Agung dapat mengerti dengan jelas bahwa Andre masih mengejar-ngejar Maya.

"Pria bodoh..." Ucap Agung sebelum benar-benar meninggalkan ruangan.

"Aku tidak bodoh, tapi Maya yang bodoh karena telah menikahi pria yang salah." Ucapnya.

Andre mengingat ketika ia melintasi kamar dimana Marve dirawat, ia melihat Marve tengah tersenyum dengan seorang wanita dan memegangi tangan wanita itu erat, bahkan wanita itu mencium pipinya sebelum pergi meninggalkan ruangan.

Ya Andre sungguh buta karena cinta, gadis yang dilihatnya bersama Marve adalah Herlyn dan ia menganggap jika Herlyn mungkin kekasih gelap Marve.

.....

Malam akhirnya tiba, Marve membuka matanya perlahan saat melihat Maya tidur sambil duduk disebelahnya.

Ia kemudian mengusap lembut rambut Maya yang membuat Maya perlahan terbangun.

"Mas... Apa kamu membutuhkan sesuatu?" Tanya Maya, Marve tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

"Mas hanya merasa tidak nyaman... Sayang besok kita kembali saja ke rumah ya?" Ucap Marve, sebenarnya ia hanya tidak ingin Maya tertidur dengan duduk seperti ini.

"Kamu masih memerlukan perawatan intensif mas... "

"Mas sudah tidak betah berada disini sayang, mas bisa melakukan perawatan dirumah bukan?"

Maya terdiam, keadaan Marve belumlah stabil mengapa Marve begitu bersikeras ingin meminta pulang.

"Ayolah sayang... Aku tidak suka disini karena disini mas tidak dapat menciummu dengan bebas..." Rengek Marve dan di akhir kalimatnya ia berbisik menggoda.

"Alasan macam apa itu?" Maya tertawa dan mencubit hidung Marve gemas.

"Ayolah sayang... ya... kita pulang ya..." Rengek Marve kembali, melihat ekspresi Marve yang menggemaskan membuat Maya akhirnya menyerah.

"Baiklah., tapi harus dengan seizin dokter..."

Marve mengangguk dengan cepat, meminta dokter menuruti ucapaannya bukanlah hal sulit baginya.

"Mengapa tersenyum seperti itu? Apa yang kamu pikirkan mas?" Tanya Maya saat Marve terus saja tersenyum.

"Tidak ada."

***

Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, akhirnya Marve kembali kerumah, ia meminta dokter memindahkan semua alat perawatannya kerumahnya.

Marve mengatakan jika dokter dan perawat hanya perlu datang ketika ia melakukan pemeriksaan selanjutnya ia dapat bebas menghabiskan waktu dengan Maya.

Saat ini Maya sedang merangkai bunga mawar biru yang baru saja dipetiknya dan memasukkannya kedalam vas bunga.

"Mengapa hanya memetik yang biru sayang?" Tanya Marve, ia sejak tadi menemani Maya.

"Karena aku suka..."

"Lantas yang lainnya bagaimana?" Tanya Marve, ia melihat banyak mawar lain dengan warna merah dan merah muda juga putih di dalam taman sana yang mulai bermekaran.

"Biarkan disana, dan bu Dewi yang akan membereskannya."

"Sangat pilih kasih..."

Maya melirik tajam, ia kemudian mendekat. "Jadi jika ada banyak pria diluar sana aku bisa bebas meliriknya begitu?"

Marve segera menoleh dengan cepat "Jangan coba-coba atau aku akan membuat mereka semua kehilangan penglihatannya jika mereka berani memandangmu." Sergah Marve, membuat Maya seketika tertawa.

"Makanya jangan memaksaku menyukai mawar yang lain, aku hanya menyukai mawar biru sama halnya aku menyukaimu.."

"Baiklah.. petikalah yang biru sesuka hatimu sayang." Ucap Marve menyerah.

...

Pelayan meletakan dua vas mawar biru disetiap sudut kamar Maya dan Maeve sedangkan Maya membantu Marve untuk berpindah dari kursi rodanya ketempat tidurnya.

"Wah... Aku baru saja menopang gajah! Mengapa tubuhmu sangat berat mas?!" Maya mengoceh.

"Sayang ayolah, jangan menggodaku terus."

"Aku rasa tanganku akan benar-benar berotot setelah ini." Goda Maya kembali.

Marve merengut kesal dan memalingkan wajahnya.

"Jadi aku sama sekali tidak mendapatkan bayaran atas semua kerja kerasku hari ini?" Ucap Maya, Marve perlahan menoleh.

Ia baru akan berucap tapi Maya telah mengecup pipi Marve lebih dulu dan membuatnya mematung seketika.

"Bayaran yang manis..." Gumamnya.

Maya hanya ingin menggoda Marve tapi ia malah menjadi gugup seperti ini jadi ia memutuskan untuk beranjak bangun.

"Aku akan mengambil minum." Ucap Maya.

"Airnya ada disana sayang..." Marve menahan langkah Maya dengan menunjukan jika sudah tersedia segelas air diatas meja disisi tempat tidurnya.

Marve menyadari jika Maya tengah gugup saat ini, ia yang bermain api dan ia juga yang terbakar.

"Jadi sayang, aku belum benar-benar membayar kerja kerasmu saat ini." Goda Marve, ia menyentuh wajah Maya lembut dan membuatnya menatapnya.

"Aku akan membayarnya sekarang." Bisik Marve, ia sudah mendekat dan hampir mencium Maya saat pintu tiba-tiba saja terbuka.

"Upsst... kita datang diwaktu yang kurang tepat sepertinya kek.." Ucap Herlyn pada Darwis.

...