Pagi telah tiba, di pagi ini hujan kembali turun dengan deras menimbulkan suara gemercik air yang membasahi atap penginapan yang kini terdengar berirama harmonis yang perlahan membangunkan Maya.
Maya sudah membuka kedua matanya, tapi yang di lihatnya hanya dada bidang Marve yang polos yang kini mendekapnya hangat.
Maya sengaja tidak bergerak agar Marve tidak terbangun. Mereka berdebat semalam dan membuat perasaannya tidak nyaman kini.
Setelah Marve mengatakan jika dirinya tidak ingin kehilangan Maya dan kini Maya tidak dapat berhenti memikirkan setiap kalimat yang di ucapkan Marve untuk meyakinkannya tetapi tetap saja hatinya masih merasa ragu sekaligus takut.
Maya takut akan kehilangan sedikit kebahagiaan yang tersisa di dalam hatinya yang membuatnya selama ini tersenyum ceria meskipun dengan semua hal buruk yang telah dilaluinya
"Aku tidak ingin kehilanganmu!"
"Jika kamu tidak ingin kehilanganku, maka harusnya kamu tidak mengatakan perpisahan dengan mudah Marve, dan kini kamu membuatku ragu dengan semua kalimat manismu. Sekarang semua terdengar menakutkan bagiku."
Marve mengendurkan pelukannya dan beranjak duduk kini, ia menghela nafas berat dan menunduk sedih.
"Seumur hidup, aku hanya pernah sekali jatuh cinta." Marve mulai bercerita kini tapi Maya masih tetap dengan posisinya yaitu membelakangi Marve.
"Aku sangat mencintainya, aku tidak pernah memikirikan hal lain selain dirinya.."
Maya ingin sekali menutup telinganya agar ia tidak dapat mendengarkan kisah cinta Marve yang kini seakan menghantam hatinya tapi Marve tetap melanjutkan ceritanya "Lalu kemudian dia meninggalkanku. Tanpa aku tahu apa perbuatanku yang membuatnya meninggalkanku. Apa karena sikapku yang dingin atau karena aku tidak pandai merayu."
Maya tetap terdiam tanpa bergeming, hatinya sudah tidak dapat merasakan apapun selain kesedihan. Mengapa Marve menceritakan kisah cintanya padaku?
Maya terus bertanya dalam hati sampai sebuah jawaban muncul di benaknya, mungkinkah aku mirip dengan mantan kekasihnya? kini air mata Maya perlahan menetes. Karena itukah Marve baik padanya? Ia merasa bersalah dengan mantan kekasihnya dan menebus rasa bersalahnya melalui diriku?
Maya terus menerka-nerka di dalam hatinya dan selalu merasa sakit setiap kali ia merasa jika apa yang di pikirkannya benar adanya.
"Aku menyalahkan diriku sendiri." Lanjutnya
"Akan tetapi.. Apa yang aku rasakan padanya berbeda dengan apa yang aku rasakan padamu."
Maya menoleh dan membalikan badannya kini lalu menatap langit-langit.
"Denganmu aku lupa bagaimana caranya bersikap dingin, denganmu aku lupa bagaimana caranya menjadi kaku, denganmu aku lupa apa itu harga diri, denganmu aku hanya merasakan kehangatan dan hatiku yang hitam telah berubah menjadi merah kembali kamu seperti menuangkan cinta pada hatiku yang telah mati dan menghidupkannya kembali."
Apa ini sebuah rayuan atu kalimat menipu?
Atau mungkinkah itu benar yang Marve rasakan padanya?
"Jadi butuh waktu berapa lama untukmu percaya jika semua itu di sebut sebagai cinta?"
Maya tersadar akan lamunannya yang membayangkan kejadian semalam bersama dengan Marve.
Adakah cinta seperti itu? Yang datang hanya karena kebersamaan singkat yang telah mereka lalui bersama selama ini?
Saat Maya masih berpikir dengan keras, Marve kemudian menggeliatkan tubuhnya tanda ia terbangun kini dan dengan cepat Maya kembali memejamkan matanya dan berpura-pura jika ia masih terlelap.
Marve yang sudah terbangun perlahan membenarkan posisi tidur Maya dan meletakan kepala Maya di atas bantal. Marve kemudian bergegas bangun, ia lalu menarik selimut untuk menutupi kaki Maya.
Marve tersenyum dan membelai lembut rambut Maya "Selamat pagi istriku." Bisiknya pelan dan mengecup singkat sudut bibir Maya lalu ia pun pergi memasuki kamar mandi.
Maya membuka matanya kembali saat mendengar suara pintu kamar mandi yang tertutup.
"Istri?" Gumam Maya, entah mengapa kini hatinya terasa menghangat.
Tidak lama kemudian Marve keluar dari kamar mandi, ia telah mengenakan pakaiannya kembali karena semalam ia menjemurnya dan pagi ini pakaiannya sudah kering, dengan segera Marve menghampiri Maya.
"Mandilah, aku sudah menyiapkan air untukmu." Ucap Marve, ia duduk di sudut tempat tidur dan mengusap rambut Maya lembut.
Maya telah bangun dan matanya terbuka menatap kosong membuat Marve merasa kembali bersalah.
Ia kembali menyesali kalimat perpisahan yang di singgungnya, seharusnya ia tidak mengungkapkannya meskipun maksudnya ia hanya tidak ingin Maya menjadi tertekan karena ia mengajaknya tidak membatasi apapun sebelumnya tapi ternyata kalimatnya malah membuat Maya memberikan batasan yang sulit di tembusnya seperti ini.
"Apa kamu sakit?" Marve menyentuh kening hangat Maya kini dan suhu badannya terasa panas.
"Marve.." Maya mulai mengigau kini, ia terlalu banyak memikirkan setiap kalimat yang di ucapkan Marve hingga sulit tidur semalam dan angin yang berhembus melalui lubang di atas jendela sepertinya membuatnya demam.
"Maya badanmu panas sekali, mari kita kerumah sakit." Marve sangat panik kini dan bergegas mengangkat tubuh Maya tapi Maya menolaknya.
"Aku tidak dapat pergi dengan mengenakan jubah mandi bodoh!" Mata Maya setengah terpejam saat memarahi Marve.
Suhu badannya sangat panas dan sangat membahayakan Maya bila ia tetap berada di penginapan ini.
"Tidak masalah, kamu harus menurut padaku." Ucap Marve bersikeras dan kembali hendak menggendong Maya.
"Aku bisa jalan sendiri." Ucap Maya, ia kemudian bergegas menuruni tempat tidur dari sisi yang lain dan kemudian berjalan ke arah kamar mandi, ia berniat mengganti pakaiannya tapi belum sampai di ambang pintu, Maya telah terjatuh pingsan membuat Marve segera berlari menghambur dan menggendongnya.
Di luar hujan turun begitu lebat dan angin berhembus dengan kencang, di televisi baru saja di beritakan jika jalan utama masih tertutup akibat banyaknya pohon yang tumbang menutupi jalan.
Kini Marve begitu panik dan bingung, ia kemudian meletakan Maya di atas tempat tidur kembali, seluruh tubuhnya berkeringat bahkan jubah mandinya mulai basah kini.
Marve mencari ponselnya untuk meminta bantuan tapi cuaca yang buruk menghalangi sinyal hingga ponselnya tidak berfungsi.
"Maya.." Marve memanggil tapi Maya tidak menghiraukannya, ia terus merancau memanggil namanya.
"Bagaimana ini?" Marve benar-benar panik. Kecerdasannya tidak lagi berfungsi sepertinya di saat seperti ini, hingga ia mendapatkan ide.
Dengan gesit Marve mencari wadah dan sebuah handuk kecil, ia lalu berlari kearah kamar mandi untuk mengisi air ke dalam wadah yang di temukannya dan segera kembali menghampiri Maya.
Marve dengan hati-hati menyeka keringat yang membasahi wajah Maya hingga ia menyadari jika jubah mandi Maya sudah basah kini.
"Apa yang harus aku lakukan?" Marve bingung harus bagaimana sekarang.
Haruskah ia mengganti jubah mandi Maya dan memakaikannya baju?
***
Hallo, aku Mrlyn...
Main love sekarang juga ada versi bahasa Inggrisnya loh, yuk bantu aku agar bisa masuk pasar global biar author Indonesia bisa bersinar gak hanya di Webnovel lokal tapi juga di Global.
ฅ^•ﻌ•^ฅ Tolong bantu aku ya, masukin judul ini di perpustakaan kalian Ꮚ˘ ꈊ ˘ Ꮚ
(☞^o^) ☞
The CEO's Main Love (ノ゚0゚)ノ→
Demon Heart: Trying to break the fate(☉。☉)→
Crazy Boss Bitch←(>▽<)ノ
Oh My CEO english version (。◕‿◕。)➜
Terima kasih buanyakkkkk〜(꒪꒳꒪)〜