webnovel

Magical Glass Shoes

Sepasang sepatu kaca tertata rapi di atas meja. Sebuah buku tua dengan coretan imajinasi membuka dimensi lain. Dunia Dongeng terasa seperti Kenyataan. Apakah ini dunia dongeng? atau dunia sihir? Apa yang kamu lakukan jika terdampar pada dimensi lain di dengan seorang Putri sihir agung yang menjadi pasanganmu?

KeySiswanto · Fantasy
Not enough ratings
2 Chs

PESTA DANSA DAN SEORANG PUTRI

Alunan musik klasik terdengar indah pada seisi ruang pesta. Sinar bulan purnama biru menyinari balkoni tempatku berdiri menatap ke arah taman bunga di luar gedung. Seorang gadis kecil berjalan mendekat ke tempatku dengan mengangkat rok pestanya yang mengembang karena kerangka di dalamnya, seperti gaun pesta yang hanya aku lihat di negeri dongeng.

"Ternyata kamu ada di sini, pangeran?" ucapnya saat dia berhasil berdiri di hadapanku dengan tinggi badannya se-dadaku.

"Ada apa tuan putri?" tanyaku padanya yang terlihat kehabisan napas.

"Aku sudah menyelesaikannya." Aku menatapnya dengan bingung akan ucapannya, "aku sudah selesai membuat sepatu kaca untukmu, pangeran. Kita akan menikah besok seperti ramalan yang sudah dituliskan untukku. Aku akan menjadi putri mahkota keluarga penyihir dengan menikah denganmu, pangeran."

Aku terdiam, berpikir sambil melihat ekspresi bahagia dari raut wajahnya yang terlihat begitu bercahaya, entah karena kecantikannya atau efek sihir yang dia pancarkan. Kuraih salah satu tangannya, membungkukkan badanku dengan melipat salah satu kakiku dengan berlutut padanya dan mengecup punggung tangannya yang menggunakan sarung tangan sutra berwarna putih tulang.

"Tentu saja, saya senang mendengar kabar bahagia ini. Sebentar lagi putri Evelyna akan menjadi putri mahkota dan pasangan hidupku selamanya."

Rona merah tersirat pada kedua pipinya yang putih bagai mutiara. Putri Evelyna melayangkan tubuhnya sendiri sehingga tingginya sejajar denganku. Kedua lengannya melingkar pada leherku dengan tubuhnya yang mendekat menyisakan beberapa inci jarak antara kami berdua.

"Aku mencintaimu, pangeran Gegana!" ujarnya tulus dengan senyuman di wajahnya.

"Saya ... juga."

Plakk...

Tubuhku berhenti bergerak saat mendengar suara pukulan keras diiringi rasa sakit di lenganku. Kutolehkan kepalaku ke kanan-kiri, tapi tidak ada siapapun. Rasa emosi mulai menyelimutiku perlahan ketika rasa sakit di lenganku yang lain terasa dengan suara pukulan tak tampak.

"Hentikan," gumamku pelan dengan memejamkan mata mencoba menahan diri. Namun sayang suara pukulan terdengar kembali masih dengan suaranya, membuatku tidak bisa menahannya.

"Aku bilang HENTIKAN!"

Teriakkanku berhasil membuat sekelilingku tercengang saat kubuka mataku.

Pemandangan bulan purnama pada malam hari dengan acara pesta dansa dalam ruang dansa megah, lenyap begitu saja dari pandanganku. Pemandangan ruang kelas dengan tatapan aneh menggantikan pemandangan sebelumnya. Seorang guru perempuan yang sangat aku kenal, bu Arlik, berdiri di depan bangku-ku dengan penggaris kayu di tangannya.

"Ibu akan berhenti memukulmu jika kamu sudah benar-benar bangun dan memperhatikan pelajaran."

Bagus. Sepertinya aku tertidur lagi dengan mimpi yang sama untuk kesekian kalinya beberapa hari terakhir.

"Maaf" pintaku yang juga kesekian kalinya aku ucapkan karena tertidur di kelas tanpa kukehendaki.

"Sebagai hukuman karena kamu tertidur di kelas saya dua kali, kamu harus membuat skenario drama untuk kelas kita saat pertunjukkan akhir oktober dua bulan lagi dalam waktu tiga hari sudah harus di meja saya."

"Tiga hari terlalu cepat,bu" protesku sambil membetulkan kaca mata minusku yang tidak benar-benar kubutuhkan karena aku masih bisa melihat jelas tanpanya.

"Tiga hari. Mengerti, Gegana?!" Ulangnya dengan penekanan tanpa bisa diganggu gugat.

"Baik," jawabku pasrah.

Aku kembali duduk di tempat, Michael memberikan senyum lebarnya dengan bisikkan 'semangat' keluar dari mulutnya yang duduk di bangku sebelahku. Kuberi dia senyuman kecut dan membenahi dudukku.

"Payah..." bisikkan lain terdengar di sampingku tepat dari Mikael, yang saat ini duduk satu meja dengan ku.

Aku menghela napas kesal dengan mereka berdua yang membiarkanku tertidur tanpa membangunkanku saat bu Arlik menemukanku. Kutatap papan tulis putih yang penuh dengan coretan tangan bu Arlik mengenai majas dalam bahasa Indonesia, yang sepertinya aku tertinggal banyak karena mimpi-mimpi yang samar.

Sebuah mimpi aneh mengenai seorang putri, pangeran, pesta dansa dan pernikahan. Pernikahanku sendiri dengan gadis kecil yang tak masuk akal. Mimpi bodoh.

Kali ini saya mencoba membuat cerita yang ringan dibaca.

KeySiswantocreators' thoughts