Setelah orang tua itu menjelaskannya, hari sudah berubah menjadi sore hari. Dan rel kereta api sudah terpasang panjang. "Huff... Kurang berapa lagi ini..." Kaizoku pun terduduk kelelahan, wajah penuh keringat, dan baju yang basah.
Orang tua tersebut hanya bisa tertawa kecil, melihat Kaizoku yang kelelahan. "Oh nak... Dulu waktu kakek masih muda seumuran kamu, kakek bekerja pagi sampai malam. Tidak bekerja, tidak makan. Tapi tidak apa-apa, kakek maklumin karena kakek selalu berdoa jika anak-anak muda dapat mengalahkan kejahatan yang menyusahkan untuk desa ini."
Kaizoku hanya bisa terdiam mendengarkan perkataan dari orang tua tersebut.
"Biar kakek ceritakan, nak... Dulu, desa ini adalah salah satu desa yang memiliki penduduk paling bahagia, dimana para orang tua yang bekerja dan anak-anak sibuk belajar dan bermain... Namun, itu semua berubah setelah hero yang kita inginkan tidak terwujud dengan baik, melainkan berubah menjadi demon lord yang sangat jahat. Mungkin itu adalah jawaban bagi dosa-dosa kami dari para dewa dewi. Demon lord tersebut bernama Ishayaki Shirokiri, dia memang terlihat seperti remaja biasa namun dialah entitas yang sangat absolute (kuat) tidak ada makhluk hidup yang mampu mengalahkan dia. Dia memiliki banyak bawahan, namun hanya beberapa yang kita ketahui, salah satunya adalah tuan Thomas, dia termasuk bawahan dari demon lord Ishayaki."
Orang tua tersebut terlihat seperti menahan tangis matanya. "Setiap hari semua warga di desa ini selalu berdoa kepada dewa dewi untuk mencari hero yang layak untuk menyelamatkan desa ini dan dunia yang kita tinggali. Hero yang mampu untuk melawan kejahatan dari sang hero yang gagal menjadi hero dan berubah menjadi demon lord. Namun, sepertinya doa kami tidak terkabulkan dikarenakan kami tidak pernah mendengar kabar dari siapapun jika sang hero telah hadir, mungkin kami harus lebih giat untuk berdoa."
Kaizoku menundukkan kepalanya, mengingat saat dia di peluk oleh Sylphy setelah pertarungannya melawan Taki. Walaupun dia setengah sadar, namun dia mendengar Sylphy menganggap dirinya sebagai hero.
"Saran kakek untuk kamu, nak... Jangan hilang harapan, tetap bertarung, bukan hanya melawan lawan namun melawan rasa malas mu, rasa sedih mu, dan rasa amarah mu. Tetap kontrol itu semuanya di hati mu dengan sama rata. Penerus bangsa harus tetap di jaga, apapun yang terjadi mereka harus tetap di jaga. Mereka lah harapan bangsa, harapan untuk membuat dunia ini untuk menjadi lebih baik, dunia yang damai."
Kaizoku ingin berkata jujur kepada orang tua tersebut. "Anu... Kek, saya sebenarnya adalah he-" Namun perkataan dari Kaizoku di potong oleh orang lain yang bekerja di rel kereta api juga. "Oii!! Waktu istirahat! Waktunya makan!"
"Heh... Akhirnya waktu istirahat, ayo nak saatnya kita makan." Orang tua tersebut berdiri dari jongkoknya, diikuti oleh Kaizoku.
Mereka berdua berjalan menuju ke stasiun kereta api yang sedang dalam pembuatan.
Terdapat meja besar yang berisi kotak-kotak makanan berwarna putih. Mereka pun mendekatinya. "Ayo nak, ambil makan mu." Orang tua tersebut pun mengambil satu kotak makan, diikuti oleh Kaizoku yang mengambil kotak makan juga.
Mereka berdua pun duduk di kursi panjang. Membuka kotak makan, berisi nasi dan ayam goreng. Orang tua tersebut tersenyum melihat isi kotak makannya. "Hmm... Akhirnya makanan yang enak... Kalo begitu, selamat makan."