Harry masuk ke dalam ruangan khusus. Ditangannya sudah ada beberapa berkas identitas dan apapun yang berkaitan dengan seseorang. Ia menghentikan langkahnya tepat di depan meja kerja tuannya.
"Tuan, ini berkas identitas dan semua hal yang menyangkut gadis itu," ujarnya lantas menaruh map coklat di atas meja.
Lucas segera mengambil map tersebut. "Kau sudah mengurus semuanya, Harry?" tanyanya seraya membuka map ditangannya.
"Sudah, Tuan. Mereka tidak akan meninggalkan jejak sama sekali. Dan untuk si penembak, ia masih dikurung di ruang eksekusi."
Lucas mengangguk lantas menatap Harry. "Dan bagaimana kabar tua bangka itu?"
"Tuan, dia ayahmu," peringat Harry yang malah ditatap Lucas tajam setelahnya.
"Dia bukan ayah kandungku Harry, Kau tau itu," desisnya tajam.
"I know, tapi dia yang telah merawatmu sejak kecil, Tuan. Setidaknya jenguk dia untuk saat ini. Keadaanya semakin parah."
Lucas lantas mengalihkan pandangannya dari Harry. Menatap rak buku tanpa minat.
"Itu tak akan terjadi," ujarnya masih dengan nada kebencian yang tersirat dan penuh penekanan.
Harry menghela napas panjang. Tuannya memang keras kepala. Harry tau tuannya terluka di masalalu tapi tidak adakah pintu maaf sedikit saja yang terbuka untuk memaafkan ayahnya yang kini sedang berbaring tak berdaya di atas kasur?
"Baiklah, aku tak akan memaksa. Permisi, Tuan," ujarnya lantas berbalik ingin pergi.
"Tunggu!" cegah Lucas.
"Apa lagi, Tuan?"
"Apapun keadaannya tetap jaga tua bangka itu," ucapnya masih tak mau melihat ke arah Harry.
Harry tersenyum. Setidaknya tuannya masih peduli dengan menanyakan kabar dan tetap menjaga ayahnya yang terbaring lemah di rumah besarnya yang sepi. Itupun dengan orang-orang kepercayaannya sendiri walau tidak secara langsung. Bukankah itu lebih baik dari pada tak ada kepedulian sama sekali?
"Bagaimana keadaan gadis itu?" tanyanya kemudian. Kali ini ia memandang ke arah Harry.
Harry menahan senyumnya. Bagaimana tidak? Baru kali ini tuannya menanyakan seorang wanita padanya. Apalagi wanita itu baru saja bertemu dengannya.
"Ada apa, Harry?" tanya Lucas karna Harry yang tak kunjung menjawab.
Harry segera menggeleng. "Tidak, Tuan. Gadis itu belum sadarkan diri setelah Mr. Frans mengoprasinya."
Lucas mengangguk percaya. "Ya. Dan tetap jaga dia juga," ucapnya tiba-tiba.
Hei ... kenapa ia susah payah menjaga gadis itu? Astaga ... Harry sudah mendengar ucapannya. Memalukan!
Lagi. Harry menahan senyumnya.
"Bahkan dia dikawal sepuluh anak buahmu, Tuan."
Lucas menaikkan satu alisnya. Sebenarnya ia malu tapi tak mungkin ia meralat ucapannya barusan. Bisa-bisa Harry menangkap raut wajah malunya.
"Benarkah? Aku tak tau," ucapnya lalu mengalihkan pandangannya dari Harry. Ia tak suka melihat wajah berseri Harry yang menahan senyumnya karna ucapannya.
"Yasudah, kau boleh pergi," lanjutnya dengan tangan dikibaskan. Bermaksud mengusir Harry dari ruangannya. Ia benar-benar malu. Tapi tentu tak akan terlihat apalagi wajah dingin dan rahang kokoh sempurna itu menutupi wajah malunya.
Harry mengangguk sebelum akhirnya berbalik dan pergi begitu saja. Meninggalkan tuannya sendiri di ruang khusus miliknya. Sementara Lucas lantas membaca data tentang gadis semalam.
"Azzania Makarizo Waesley ... "
tuntaskan bacaan kalian dan jangan lupakan power stone dan komennya untuk meninggalkan jejak ya.. Salam sayang dari author ^_^