webnovel

Angeline Youngblood

Keluh kesah dan lamunan tanpa harapan mengiringi kesendirian seorang gadis berseragam SMA yang baru saja merayakan hari kelulusannya. Warna-warni yang dihasilkan dari cat aerosol di seragam putihnya seakan kontras dengan aura gelap yang mengelilingi gadis itu.

Seseorang dengan logo seragam sama menghampirinya yang sedang duduk menyendiri di halte bus. "Hey Angel, kenapa murung? Tidak mungkin kau tidak lulus, kan?"

Angelie Youngblood, gadis yang sedang meratapi nasib itu menghela nafas panjang. "Lulus sih, tapi dengan nilai seperti ini, mana ada universitas negeri yang mau menerimaku."

"Memang apa bedanya dengan universitas swasta? Kau tinggal mencari beasiswa."

"Mudah untuk mengatakannya." sela Angel dengan nada sarkastik. Angel pun pasrah dan menyandarkan kepalanya pada bahu temannya itu. "Sepertinya aku akan langsung mencari kerja saja. Tidak mau merepotkan keluargaku lebih dari ini."

Usapan lembut penuh keprihatinan didapatkan Angel di kepalanya oleh teman sekolahnya itu. Saat itu juga Angel membulatkan tekadnya untuk mencari pekerjaan.

Selama ini Angel tinggal bersama keluarganya, tepatnya paman dan bibinya. Semenjak orangtua Angel meninggal karena terkena peluru nyasar akibat perang antar geng yang terjadi di daerah rumah tempat tinggalnya dulu, Angel diadopsi oleh Bibi Samantha, adik dari mendiang ibunya Angel. Bibi Samantha sangat menyayangi Angel, berbeda dengan suaminya, Paman Joaquin.

Pria pemabuk yang kerjaannya membawa masalah itu selalu menganggap bahwa Angel hanya akan menambah beban hidupnya. Padahal selama ini Bibi Samantha lah yang bekerja untuk mencari penghasilan sebagai penjual roti di keliling. Semenjak Paman Joaquin dipecat dari angkatan laut secara tidak terhormat, kerjaannya hanya mabuk-mabukan dan berjudi setiap malam.

Sore itupun Angel tiba di rumah, namun perasaannya sudah tidak enak. Entah mengapa ia menjadi sedikit takut dengan tatapan aneh yang Paman Joaquin berikan kepadanya. Lelaki itu duduk di ruang tengah bersama dua orang temannya, dengan meja yang dipenuhi oleh botol bir yang sudah kosong dan beberapa puntung rokok yang memenuhi asbak. Angel berjalan dengan cepat ke kamarnya untuk menghindari tatapan ketiga orang itu.

Setelah mengunci kamarnya, Angel pun melepas pakaian yang ia kenakan satu persatu. Sekilas ia tersenyum saat melihat pantulan dirinya sendiri di cermin. "Angel, kau sangat cantik."

"Ya, kau sangat cantik." sahut suara berat yang sudah sangat familiar di telinga Angel, diikuti tertawa renyah dari dua orang lainnya.

"Pa-Paman? Apa yang Paman lakukan?" tanya Angel kebingungan, sedangkan ketiga lelaki itu menatap setiap lekuk tubuh indah Angel yang tersaji tanpa penghalang sedikitpun. Dengan cepat gadis itu mengambil kembali seragam putihnya, mencoba menutupi kulitnya yang terekspos sebisa mungkin. "Paman Joaquin, tolong keluar."

Kini ketiga lelaki itu masuk ke kamar Angel, dengan Paman Joaquin yang telah mengunci pintu dari dalam. Entah sejak kapan Paman Joaquin memegang kunci cadangan, sedangkan yang Angel tahu Bibi Samantha lah yang seharusnya memilikinya.

Gadis malang itupun mulai berlinang air mata. Tetes demi tetes mengalir dari pelupuk mata indahnya. Nafasnya bergemuruh dengan berat, dihiasi wajah memelas yang sangat ingin dikasihani. "Tolong jangan lakukan ini." rengek Angel saat dirinya sudah berada di bawah tubuh pamannya sendiri.

Paman Joaquin memainkan bibirnya, menciumi setiap lekukan badan Angel terus-menerus seolah sedang merekam untuk diputar ulang kembali. Isak tangis dan rengekan keputus asaan dari Angel seakan tak memengaruhi hasrat ketiga lelaki di ruangan itu yang semakin memuncak setiap kali mendengar rengekan Angel yang terdengar merdu di telinga mereka.

"Tidak sia-sia aku menampungmu selama ini. Kau benar-benar tumbuh menjadi bunga lotus yang indah." ucap Paman Joaquin sembari melepas ikat pinggangnya dan menurunkan celananya. "Bersiaplah untuk pengalaman pertamamu yang berharga, jalang sialan!"

Angel menutup matanya, tubuhnya sudah tidak memiliki tenaga bahkan untuk mengeluarkan sepatah kata permohonan ampun kepada pamannya. Gadis malang itu bisa merasakan sesuatu yang sangat keras sedang menggosok-gosok kulit luar bagian tubuhnya yang paling intim.

"Rasakanlah pangeranku--"

DUAK...

Sebuah hantaman vas bunga yang telak mengenai belakang kepala Paman Joaquin membuatnya berhenti melakukan apa yang sedang berusaha ia lakukan kepada Angel. Tetesan darah yang mengenai pipinya membuat Angel membuka matanya.

Paman Joaquin bangkit dan menyerang Bibi Samantha, melayangkan beberapa pukulan membabi buta kepada wanita yang baru saja melayangkan vas bunga tersebut. Melihat kesempatan datang, Angel berusaha kabur, tidak memerdulikan kondisi tubuhnya yang masih terekspos tanpa sehelai benangpun yang menghalangi, gadis itu terus berlari sekuat tenaga dari kejaran dua teman Paman Joaquin.

Hujan yang sangat deras pun tiba-tiba turun, membuat dua lelaki yang mengejarnya semakin kesulitan.

Angel bersembunyi di sela-sela dua tempat sampah. Beruntung hujan turun sangat deras, sehingga kedua lelaki itu tidak dapat mendengar deru napas Angel yang sudah sangat tidak karuan.

"Kemana jalang sialan itu pergi?"

"Entahlah, coba kita cari ke arah sana. Mungkin dia bersembunyi di pekarangan rumah warga sekitar. Dengan kondisi seperti itu, dia tidak akan bisa pergi jauh."

Mendengar suara obrolan penuh keputus asaan itu menghilang membuat Angel sedikit tenang. Ia terduduk bersandar pada tempat sampah yang baunya minta ampun, namun tetap tidak memerdulikannya.

Yang gadis itu lakukan hanya menangis tersedu-sedu.

Menangis karena perlakuan Paman Joaquin yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Menangis akan nasib Bibi Samantha yang sangat disayanginya.

Dan yang lebih menyakitkan, menangis kepada sang pemberi takdir yang menempatkannya pada posisi ia hampir kehilangan bagian paling berharga dalam hidupnya, hadiah terakhir yang masih dimiliki dari mendiang ibunya. Kesucian seorang gadis yang ia peroleh sejak ia dilahirkan ke dunia.

Setelah puas menangis dan mulai kedinginan karena hujan semakin deras turun, Angel memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyiannya. Berjalan sempoyongan dengan seluruh tenaga yang tersisa, masih dalam keadaan telanjang bulat.

Hingga sebuah cahaya menghampirinya dengan sangat cepat.

Angel yang tidak mengetahui cahaya apa itu hanya bisa terdiam, menunggunya mendekati dengan harapan cahaya itu dapat membaywanya ke surga.

Namun yang terjadi adalah bunyi nyaring dari klakson Aston Martin DB10 membuat Angel tersadar kaget dari lamunannya. Seorang pria dengan setelan jas formal, rambut klimis berwarna putih dengan gradasi hitam pada pangkalnya, sepatu pantofel dan otot-otot lengan yang seakan terlihat sesak dari dalam jas itu, keluar dari mobil dengan tatapan yang dapat membuat siapa saja merasa lebih baik mati ketimbang harus terus-menerus menghadapi tatapan tajam itu.

Lelaki itu menatap Angel tepat di matanya, bukan pada bagian tubuh yang terekspos tanpa penghalang. Tatapannya membuat Angel merasa takut, namun juga hangat di saat yang bersamaan.

David hanya menatapnya datar. Ia bisa melihatnya dari sorot mata Angelin. Ia tahu bahwa gadis itu sedang mengalami masa terburuk dalam hidupnya. Jika sajaa David tidak mengenali sorot mata itu, ia akan menyimpulkan bahwa gadis didepannya hanyalah seseorang yang menawarkan dirinya agar mendapat uang jajan lebih.

Biasanya David hanya mengabaikan orang-orang seperti Angel. Tapi entah mengapa ia tidak bisa melakukannya.

Baru saja David ingin membuka mulutnya untuk menanyakan satu atau dua pertanyaan singkat ala orang yang baru pertama kali bertemu, dua orang lelaki di belakang Angel membatalkan niatnya. Dengan kasar mereka membekap mulut Angel dan berusaha membawanya pergi.

"Anggap saja kau tidak melihat apa-apa." seru seorang dari mereka.

David mengangkat kedua tangannya dan dengan perlahan berjalan kembali ke dalam mobil.

Di situlah Angel sudah tidak memiliki kekuatan bahkan keinginan untuk melawan sama sekali. Fisik dan batinnya sudah benar-benar hancur. Ia menangis dan berbisik dalam hati, "Ibu, Ayah, mungkin Aku akan segera menyusul kalian."

David membuka pintu mobil, mengambil sesuatu dari dalam dashboard dan menarik bagian atas benda itu sampai terdengar bunyi 'krek' pelan. Beberapa detik kemudian bunyi peluru yang teredam terdengar dua kali.

Dua laki-laki yang membawa Angel pun jatuh tak bernyawa ke tanah, menyisakan Angel yang masih terdiam tidak mengerti apa yang barusan terjadi. Benaknya masih mencoba menerka, namun tidak ada logika yang bisa mengetuk akal sehatnya saat ini.

Semuanya terjadi begitu saja, hingga sebuah jas berwarna hitam menyelimutinya dari belakang, menutupi sebagian tubuhnya yang sedari tadi diguyur hujan lebat. Angel berbalik, sedikit mendongak untuk menatap pupil biru yang berada tepat beberapa senti di depannya.

Mereka berdua terdiam, sama-sama tidak tahu kata pertama apa yang harus mereka ucapkan.

Di bawah guyuran hujan lebat, dan bulan sabit yang menyinari dengan cahaya remang-remangnya. Di situlah kedua insan dengan latar kehidupan yang saling bertolak belakang itu bertemu untuk pertama kalinya.

Next chapter