"Jangan dekat-dekat denganku Mas!" Ucap Kara yang berhasil membuat langkah Bara terhenti sebelum melangkah.
"Kara, apa-apaan ini? Apa yang terjadi sayang?" Tanya Bara, ia mengatakan itu dengan sedikit rasa ragu.
"Jangan berani-berani nya memanggilku dengan panggilan itu lagi Mas sebelum kamu itu mengakui kesalahan kamu. Aku sudah biasa mas jika kamu bohongkan tapi ini, mama dan juga papa juga kamu bohongkan."
"Masuklah lebih dulu ke dalam mobil sayang, papa dan mama akan mengurusi ini untuk kamu." Ucap Papa nya.
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Kara langsung masuk ke dalam mobil. Air matanya tumpah begitu saja saat ini.
Hatinya sakit sekali, tapi ia juga harus bisa memainkan peran nya kali ini untuk mengetahui apa yang terjadi sebenarnya yang tak ia ketahui sama sekali.
Ini kali pertama ia dan Bara berpisah selama mereka bersama. Meskipun selama tiga bulan ini Bara sedikit aneh dan jarang pulang tapi ia bisa melihat wajah Bara.
Jika ia pergi maka sudah pasti kalau dirinya tak akan bertemu dengan Bara lagi hingga laki-laki itu datang menjemputnya sesuai apa yang dikatakan oleh Mama dan papanya itu.
Kara menggelengkan kepalanya mengusir hal yang sangat mengganggu pikiran nya. Ia harus melakukan ini, dan tak akan ia biarkan dirinya ini dikuasai dengan oleh hatinya yang tidak tegaan.
Demi tercapai semua rencananya itu sekaligus ingin tahu tentang Bara yang benar-benar mencintainya ataupun tidak, maka ia harus menempuh jalan ini.
Jika yang terjadi nanti tak sesuai dengan keinginan nya maka anggap saja saat ini ia sedang belajar untuk memisahkan diri dan hidup tanpa Bara.
"Kara." Panggil Bara, kali ini ia sudah berada tepat di hadapan kedua orang tuanya itu yang menghalanginya pintu mobil agar Bara tidak bisa menarik Kara keluar.
"Jangan sentuh Menantu ku ini." Ucap mamanya, menepis tangan Bara yang ingin menyentuh pintu mobil.
Bara terdiam, ia mengerjapkan matanya. Tak ia sangka bahwa mama nya akan mengatakan hal seperti ini.
"Aku hanya ingin bicara dengan istriku Ma."
"Istri? Siapa yang kamu bilang istri itu hm? Jika dia istri kamu pasti kamu tak akan membiarkan Dirinya tidur sendirian, bagaimanapun keadaannya pasti kamu akan pulang meskipun subuh sekalipun. Tapi nyatanya tidak kan? kamu pulang disaat jam segini. Jika mama dan papa tidak ada disini mungkin kami tak akan pernah tahu bagaimana kamu ini yang sebenarnya. Jujur saja Bar, kami sebagai orang tua kamu malu melihat tingkah kamu yang seperti ini." Jawab mama nya dengan penuh geram.
Ini adalah hal yang sangat ingin ia Katakan kepada anak nya itu. Ia benar-benar sangat malu memiliki anak seperti Bara.
Bara masih saja diam, ia tak tahu harus mengatakan apa saat ini. Semua yang akan ia Katakan pasti tak akan berguna sama sekali untuk kedua orang tuanya Yang sedang marah itu.
"Benar sekali, papa dan juga mama kecewa Bar sama kamu. Di depan kami saja kamu bisa melakukan ini apalagi di belakang kami selama ini? Kamu tahu, tadi malam hingga detik ini kami sama sekali tidak ada tidur hanya untuk menunggu kamu pulang, jadi simpan saja alasan yang kamu pikir bisa untuk membodohi kami itu." Timpal papa nya pula.
Laki-laki itu memang sangat jarang sekali bicara tapi sekali ia dapat bicara ucapannya itu akan sangat menyakiti hati siapapun yang mendengarnya.
"Ma, Pa sudah lah. Bicara banyak dengan Bara hanya akan menunda keberangkatan saja. Kita bisa ketinggalan pesawat." Ucap Kara dari balik kaca jendela yang dibuka setengah itu.
Mendengar kata keberangkatan membuat Bara melebarkan Matanya. Sebenarnya kemana mereka akan pergi?
"Berangkat? Kemana? Kalian mau kemana?" Tanya Bara.
Bagaimanapun ia harus tahu kemana mereka akan pergi bukan?
"CK! Nggak usah sok peduli kamu!" Ucap papanya itu dan kemudian langsung masuk ke dalam mobil yang diikuti oleh Istrinya.
Tentunya, Bara tak tinggal diam begitu saja untuk ini semuanya. Ia menatap dengan memelas kepada istrinya Kara.
"Kar. Please jangan tinggalkan Mas Sayang. Mas janji akan pulang terus setiap hari." Ucap Bara dengan lirih.
Tapi Kara hanya diam, ia tak menoleh sama sekali ke arah Bara yang sedang berusaha untuk menghentikan kepergian Kara dan orangtuanya itu.
"Kar, kamu sudah tidak mencintai Mas lagi?"
Pertanyaan itu sontak membuat Kara langsung menoleh ke arah Bara, kebetulan memang posisinya berada di jendela.
"Jangan bicara tentang cinta padaku mas kalau kamu sendiri tak bisa untuk menyakinkan duriku bahwa kamu pantas untuk mendapatkan cintaku ini." Ucap Kara.
Percayalah, saat mengatakan itu ia berusaha untuk tidak berkedip agar air mata yang sudah berada di pelupuk mata itu tak jatuh.
Ia berusaha untuk tetap terlihat baik-baik saja saya ini.
"Aku sudah lelah mas dengan Semuanya ini, mungkin ini lah titik jenuh ku yang harus kami ketahui. Mama dan papa benar mungkin memang kita sebaiknya berpisah lebih dulu agar kamu tahu makna diriku ini untuk kamu. Orang Tua ku sebisa mungkin membahagiakan kan bukan seperti kamu yang malah menyia-nyiakan aku seperti ini. Sudah cukup rasanya aku diam mas, sudah cukup juga aku mengikuti semuanya selama ini dan kini tiba saat ini kamu pula lah yang harus mengikuti aku." Lanjut Kara lagi.
Bara mengangga mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Kara. Selama bersama dengan Kara, ini pertama kalinya ia mendengar kata meluahkan perasaannya.
Selama ini wanita itu terlihat sangat biasa sekali, Bahkan ia juga sampai bosan melihat senyum Kara yang selalu melebar ketika menyambut dirinya pulang.
Ada perasaan yang aneh saat ini hinggap di hatinya, apakah ini pertanda bahwa ia mencintai Kara atau ini hanya sebuah rasa penyesalan nya saja?
Kara langsung menutup jendela mobil itu yang ia buka setengah saja. Bersamaan dengan itu, air matanya jatuh membasahi wajah cantiknya.
Mama Bara dengan sigap langsung membawa Kara masuk ke dalam pelukannya. Ia merutuki Bara yang sudah tega menyakiti Kara seperti ini.
"Jalan Pak." Ucap papa Bara setelah ia merasa cukup obrolan antara bara dan juga Kara ini.
Mobil tersebut langsung berjalan setelah mendapatkan perintah.
Sementara Bara ia masih diam di tempatnya itu. Ia masih sibuk mencerna dengan sangat baik apa yang diucapkan oleh Kara padanya tadi.
Hingga tanpa ia sadari, mobil sudah mulai melaju meninggalkan pekarangan rumah dan juga dirinya.
Mulai hari ini, ia akan hidup bebas tanpa ada Kara lagi yang harus ia pikirkan. Tapi apakah ia akan senang karena hal yang diinginkan Anna akhirnya terwujud? Harusnya seperti itu tapi hatinya malah merasa aneh saat ini.