webnovel

02 - MANTAN KEKASIH.

"NGAPAIN MASIH DISINI?!" ujar Melati berkacak pinggang menatap Black yang malah memarkirkan motornya didepan gerbang rumah Melati.

Laki-laki itu berjalan masuk menghampiri Melati, membuat gadis itu melangkah mundur secara perlahan. Ia melototkan matanya heran, kenapa Black bertingkah seperti ini? Langkah demi langkah, membuat jarak diantara mereka semakin dekat. Namun, sial. Black malah melewatinya.

Sungguh, debar jantung Melati tiba-tiba menjadi tak karuan. Rasanya seperti sudah diambang-ambang. Ia tak tahu bagaimana menjelaskannya, yang jelas Melati sedang salah tingkah sendiri dalam diam.

"Malam om, tante." sapa Black pada kedua orang tua Melati yang sudah tersenyum sedari tadi di ambang pintu, kala mendengar suara deruh motor terhenti di depan gerbang rumahnya.

Laki-laki itu menyalami kedua tangan orang tua Melati. Ibu Melati dengan sangat lembut membelai surai hitam pekat milik Black. Mereka dengan sangat penuh keharmonisan menyebarkan aura damai di diri Black. Selalu saja seperti ini, rasanya. Hampir setahun mereka berteman, rasanya Ibu Melati seperti sama dengan Bundanya.

"Kenapa gak sekalian nunggu maghrib baliknya? Kenapa harus maghrib-maghrib gini, gak baik loh." tegur Ayah Melati memperingati dua anak muda itu, terutama anaknya.

Melati melangkah mendekat kearah kedua orang tuanya lalu berdiri tepat di sebelah kanan Ayahnya. Ia mengerucutkan bibir kala pria paruh baya disampingnya ini, terlihat tengah marah pada dirinya.

"Melati nya gak mau om, dia minta pulang sekarang." jawab Black dengan jujur.

"Gak gitu Ayah." elak Melati pada jawaban Black. "Kata Ayah sama ibu, Melati gak boleh keluar sampai maghrib. Makanya Melati kejar waktu biar gak sampai maghrib, tapi susah Ayah."

"Ini kan kamu di rumah Black sama White, ya Ayah percaya Melati. Lagian mereka berdua juga udah Ayah anggap seperti anak Ayah sendiri." jawab Joko, Ayah Melati, mendapat anggukan sepakat dari sang istri.

"Benar Ayah. Ibu juga udah sayang banget sama anak kembar ini." ucap Gina, Ibu Melati, seraya membelai kembali rambut Black lalu mengacaknya sedikit, membuat laki-laki itu hanya diam saja. Tidak marah dan tidak kesal, melainkan merasa tentram.

"Gak bisa dong Ayah, Ibu." bantah Melati. "Jangan puji dia!" tudingnya pada Black.

"Gak memuji loh Ayah, emang sesayang ini Ayah sama si hitam." lirih Joko.

"Melati emang bandel Black, maafin ya anak om yang satu ini." sambung Joko.

"Terima kasih juga ya, nak. Kamu baik sekali, selalu mengantar kan anak tante yang ngerepotin ini pulang dengan selamat." ucap Gina membuat sang empu membalasnya dengan senyuman tipis.

"Ibuk!" tegur Melati kala dirinya disebut merepotkan.

"Saya pamit dulu ya om, tante." ujar Black menyalami kedua orang tua Melati sebagai tanda izin untuk pergi. Kemudian menatap Melati dan mengulurkan tangannya.

"Dih! Ngapain lo kek gitu! Lo pikir gue mau gitu salaman sama lo?!" pekik Melati bersedekap dada dengan imbuhan wajah melengos.

"Siapa yang mau nyalamin lo? Gue mau ngasih lo sesuatu." kata Black lalu menutup tangannya seperti terkepal.

Hal itu membuat Melati melirik sekilas lalu sedikit memajukan wajahnya guna mengintip dari arah samping.

"HAH!" teriak Black membuka tangannya yang tak mendapati apapun. Dengan cepat laki-laki itu berlari keluar dari halaman rumah Melati.

"BLACK!!!!" teriak Melati geram.

Ketiga orang disana menatap punggung laki-laki yang baru saja melintas pergi menunggangi motor besarnya.

"Lucu juga ya," kata Gina melirik suaminya.

"Apaan si buk, modelan gitu jangan di puji." lirih Melati.

"Dia suka sama kamu ya?" tanya Joko mencolek dagu anak gadisnya.

"Enggak Ayah, jangan ngawur. Black sama Melati itu musuh in world, forever!" ujar Melati membantah.

"Ayah ini laki-laki loh Melati, Ayah tahu gimana tingkah lakunya cowok kalo lagi suka cewek." jawab Joko.

•••

Black melepas helmnya kala dirinya tiba lebih lambat di basecamp tempat teman-temannya berkumpul. Awalnya Black bersama Arya, akan tetapi, karena dirinya harus mengantarkan Melati pulang lebih dulu, Black meminta untuk Arya datang saja ke basecamp tanpa menunggu dirinya, biarkan ia menyusul saja setelah urusannya selesai.

Sorot mata nya mengitar kearah halaman basecamp yang luas. Banyak sekali kendaraan bermotor terparkir disana. Pikirnya saat ini adalah banyak orang peduli pada Aura, mantan kekasihnya. Sebenarnya Black tidak perlu repot-repot untuk datang kesini. Berhubung ini semua ada sedikit permohonan dari Arya, katanya Aura menangis tiada henti.

Gadis itu berkali-kali menghukum dirinya sendiri, berkata bahwa semua ini salahnya saat dirinya putus dengan Black. Bahkan sampai melukai dirinya sendiri, mulai dari menarik rambut, membenturkan kepala, dan menggoreskan lengannya dengan silet.

Black tidak peduli itu. Ia hanya menghargai Arya.

Langkah tegasnya mendominasi karakteristik gelap dari dirinya. Dengan tautan rokok yang baru saja menyala, terhampit di bibirnya. Ia berkali-kali mengeluarkan asap dari hidung hingga menyebulnya dari mulut.

Tak terasa, akhirnya Black sampai didepan pintu basecamp. Laki-laki itu membuka pintu basecamp yang masih tertutup namun tidak terkunci. Satu suara pun masih tak terjangkau di gendang telinganya. Suasana saat ini benar-benar sepi.

Setelah menutup kembali pintu basecamp, Black melangkah menghampiri ruang tengah. Biasanya tempat itu adalah lokasi dimana teman-temannya berkumpul. Lebih jelas, disana ruang inti dari basecamp ini.

Benar saja, suara tawa dan jenaka langsung sampai di telinga nya.

"Ouh, Black!" sapa Fahri, teman sebaya Black di basecamp.

Satu persatu mereka menoleh pada laki-laki itu dan memberi tanda selamat datang serta hormat pada Black.

"Aura mana?" tanya Black membuat Fahri terkekeh.

"Lo kesini cuman nyari Aura? Yaelah Black, lo udah dibuang. Masih aja nyari tuh bocah sialan." ucap Fahri membuat Black memutar kedua bola matanya malas. Ia tak peduli apapun.

"Di kamar," sahut Arya.

Tanpa menunggu lama lagi, Black melangkah masuk kedalam kamar tanpa mengetuk pintu. Bahkan ia membuka pintu dengan sangat kasar, seolah laki-laki itu tengah mendobrak pintu kamar.

"Black." kata Aura mengusap air matanya. Ia memberi isyarat pada teman-temannya untuk pergi dari kamar, meninggalkan dirinya berdua saja dengan Black.

Laki-laki itu mendekat kearah gadis yang sedang tertidur diatas kasur dengan kaki yang diperban dan tangan penuh akan bekas silet. Tanpa senyuman sedikit pun, Black menarik kursi yang ada disekitarnya. Meletakkan kursi tersebut tepat disamping ranjang.

"Kamu datang juga. Aku rindu." kata Aura membenahi dirinya agar duduk, membuat dirinya lebih mudah berinteraksi dengan mantan kekasihnya ini.

"Kalo bukan karna Arya, gue gak akan kesini." ujar Black menepis tangan gadis tersebut yang akan menyentuh wajahnya.

Namun, semua diluar dugaan. Aura memaksakan dirinya untuk menghadap kearah Black. Tak memperdulikan luka pada kaki dan tangan nya, ia mendekatkan wajahnya pada Black. Dengan sengaja, Aura menempelkan dua ranum merah muda yang tak bersalah.

Permainan dimulai, Aura mendominasi gerakan ini. Keduanya mulai beradu didalam sana. Namun, sesegera Black memisahkannya dengan sangat kasar.

"Black." kata Aura mendekatkan wajahnya kembali. Lagi-lagi Black menolaknya. Laki-laki itu berdiri dan membuka pintu kamar yang tertutup penuh emosi.

Jenjang kakinya melangkah lebih cepat dari biasanya, suara nafasnya terdengar hingga sudut ruangan. Seluruh teman-temannya yang tengah berbicara kini menyorot diri Black. Keheningan terjadi, suara benturan pintu dengan tembok membuat mereka terkejut.

"Black, mau kemana?" tanya Chelsea, sahabat Aura.

"Jangan ada yang panggil nama gue, selagi tidak ada izin dari gue." kata Black mengakhiri kemudian keluar dari basecamp.

Beginilah sifat Black. Keras kepala. Jika dirinya benci satu orang, semua akan kena imbasnya. Saat merasa bahwa dirinya butuh ketenangan, tidak ada yang boleh memanggil dirinya atau mengusik hidupnya saat itu juga.

Siapapun itu, kecuali Orang tua nya dan orang yang diizinkan.

•••