Sudah hampir seminggu ini Lintang sebal dengan Rino. Pasalnya remaja itu selalu menolak ajakan pulangnya dan lebih memilih bersama Arwin entah kenapa.
Lintang memohon, "Please Rin, Kali ini aja pulangnya bareng gue oke?"
Rino cemberut, "Bagaimana ya... Aku tidak tahu mengapa tapi aku sangat suka aroma tubuh Arwin, Bahkan aku jarang mual atau muntah" Ungkap remaja itu diparkiran. Jangan tanya kenapa dia bisa tiba disana, Jawabannya pastilah karena Lintang yang menyeretnya kemari.
Apa yang Rino katakan adalah fakta, Semenjak semobil dengan ayah dari anak di perutnya waktu itu, Nafsu makan Rino sedikit bertambah. Sekurang-kurangnya dia bisa menghabiskan setengah piring nasi beserta lauknya dalam sekali makan, tanpa muntah.
Bundanya juga turut senang akan hal itu. Dan dengan ragu-ragu wanita itu meminta agar Arwin selalu mengantarkannya pulang. Yang tidak disangka-sangka olehnya adalah Arwin bersedia melakukannya.
Awalnya Rino enggan menerima kenyataan ini, Namun tidak tahu kenapa setiap kali berdekatan dengan pria itu sifatnya berubah menjadi manja dan bertambah cengeng.
Lintang, "Yaudah deh, Kalo Lo nggak mau" Ujarnya pasrah. Dia tidak sampai hati bila memaksa remaja itu, Takutnya Rino akan menangis lagi dan hatinya sakit ketika mendengarnya.
Rino menunduk, "Maaf Lin..." Lirihnya.
Lintang, "Jangan nangis ya, Gue gak marah kok, Tapi... Boleh nggak gue main ke rumah Lo?" Pintanya seketika.
Rino mengangguk cepat, "Iya boleh!" Jawabnya senang.
Lalu atensi keduanya teralihkan suara ribut-ribut dari lapangan.
"Win! Kamu kok berubah gini sih! Semenjak kejadian di kantin itu, Kamu putusin hubungan kita sepihak!" Reta menghadang Arwin. Gadis itu marah diputuskan tanpa penjelasan dari Arwin.
Arwin berdecak, "Ck! Gue kan udah bilang sama Lo, Lo itu bau!"
Tidak terima atas ucapan remaja itu, Reta menunjuk Rino di parkiran, "Jadi, Dia gak bau gitu!? Gue denger dari anak-anak katanya Lo pernah bela-belain mukul adik kelas Lo cuma buat anak beasiswa miskin itu!"
Ucapannya jelas sampai di telinga Rino, Ia diam menunduk.
Menyadari hal itu, Arwin melotot marah, "Apa Lo bilang? Coba ngomong sekali lagi!" Dia berjalan mendekati gadis itu, Reta ketakutan dan mundur perlahan.
Namun masih tak menyerah, "Apa! Gue ngomong dia tuh anak miskin yang cuma masuk disini lewat beasiswa!" Teriakan Reta menarik perhatian para pelajar yang lain untuk mendekat.
Arwin, "Apa hak Lo ngomong gitu soal pacar gue hah?!" Bentaknya keras. Murid-murid terkejut dengan ucapan remaja itu. Banyak dari mereka mengira bahwa itu hanya rumor yang beredar dari mantan-mantan Arwin sebelumnya.
Reta, "Gue juga pacar Lo!" Bantahnya tidak mau kalah. Ia akan malu dan jadi bahan tertawaan bila mundur sekarang. Tidak! Dia harus menang kali ini, Pria ini tidak bisa memutuskan hubungan mereka semena-mena!
Arwin berdengus remeh, "Pacar Lo bilang? Gue sama Lo itu udah putus! Jadi jangan ngarep bisa balikan!"
Kemudian dia menjentikkan jarinya, "Ah! Atau Lo mau anak-anak di sini dengar sisi gelap Lo?" Secara tak terduga perkataannya membuat Reta diam tak berkutik.
Terkekeh sinis, lantas Arwin berteriak keras, "Ini akibatnya Lo cari gara-gara sama gue, KALIAN SEMUA DENGER OMONGAN GUE, NIH CEWEK KERJANYA DI BAR MALAM, JADI PELACUR! GUE DAPET BEKASNYA DOANG!"
Gadis itu mendadak gemetaran. Pelajar-pelajar yang mengerubungi mereka spontan menatap Reta jijik.
"Ih ya ampun... Gue baru tau Lo itu pelacur!" Nyinyir seorang siswi.
"Dibiayain mahal-mahal sama orang tua, Eh malah neglacur! Situ kurang duit?" Tanya siswi lainnya.
"Atau nggak main sama gue, Bayarannya mahal kok, Lo tenang aja!" Ucap Siswa menatap Reta dengan wajah mesumnya dari atas ke bawah, Cantik pikirnya.
"Huuuuu....!!!" Teriak Pelajar-pelajar disana.
Reta berteriak histeris, "Diam! Gue bilang diam!!!!" Ditatapnya Arwin benci, Air matanya turut keluar. Dia menunjuk dengan tangan gemetar, "Lo... Lo bakalan nyesel udah ngomong gini ke gue!" Kemudian berlari menerobos paksa kerumunan pelajar yang mengelilingi mereka sejak tadi.
Arwin, "Gue gak takut!!" Balasnya.
Pandangannya beralih ke parkiran. Matanya membulat, Dia melihat Rino menangis memeluk Lintang.
Lintang, "Udah jangan nangis Rin" Bujuknya menenangkan.
Rino, "Hiks... Aku...nnnn... Dia tidak berubah Lin... Padahal tidak lama lagi kami akan menikah..." Keluh kesahnya.
Lintang, "Gue bilang juga apa, Lo sih ngeyel, Udah pulang bareng gue aja ya?"
Rino, "I...iya Lin" Lintang menatap malang wajah tampan Rino, Saat hamil pun dia harus merasakan kesedihan seperti ini.
***
BUGH!
Arwin mundur akibat pukulan Lintang yang menyambutnya dari balik pintu.
Ditatapnya nyalang sang adik, "Brengsek! Bekas pukulan Lo waktu itu masih kerasa sampe sekarang, Lo apa-apaan sih hah?!"
Lintang, "Lo itu yang apa-apaan, Bangsat!" Sembari mendorong bahu kakaknya.
Arwin, "Maksud Lo apa!"
Lintang, "Lo gak nyadar banget ya jadi cowok! Rino tuh lagi hamil dan Lo malah enak-enakan pacaran sama cewek lain!" Sungutnya marah.
Arwin berkedip-kedip, "Lo gak denger gue ngomong apa di lapangan tadi? Dia tuh mantan gue!"
Lintang berdecih, "Cih! Harusnya waktu itu gue pecat satpam yang udah nahan gue buat mukulin Lo!!" Ia berlari menyerang Arwin.
Tak terelakkan perkelahian diantara keduanya terjadi di teras rumah. Dua satpam penjaga juga tidak berani untuk melerai kedua tuan muda mereka. Lebih-lebih pembantu, Ruangan yang tadinya ramai kini kosong tak berpenghuni, Semuanya bersembunyi di dapur.
"Adededehhhh!!!" Pekik keduanya kala seseorang tiba-tiba menarik telinga mereka.
Ardi, "Bisa gak sih kalian itu bikin tidur Mas tenang sekaliiiii aja!" Keadaannya sangat kacau, Rambutnya berantakan, mukanya kusut, dan bahkan dia tidak memakai sendal. Dia benar-benar lelah setelah melakukan perjalanan jauh dari Amerika sehingga usai berbincang dengan Mamanya Ardi langsung tidur.
Akan tetapi belum beberapa jam ia terlelap, Matanya harus dipaksa terbuka akibat suara ribut dari lantai bawah. Sudah kepalanya sakit, Kini bertambah pecah saat tahu yang berkelahi adalah dua adik nakalnya.
Dalam sekejap ringisan sakit mereka berubah menjadi guratan bertanya, Lalu bersamaan Lintang dan Arwin berucap, "Mas Ardi!"
Ardi mengumpat, "Baru nyadar kalian!" Kesalnya sekaligus melepas tangannya dari telinga adik-adiknya. Nyaris ia terjatuh ke lantai tak kala dua remaja itu serentak mendekapnya penuh kerinduan.
Arwin yang pertama berujar, "Kapan baliknya Mas?"
Ardi, "Belum lama, Mas capek, Malah kalian pake acara berantem lagi!"
Lintang terkekeh, "Si Arwin Mas, Dah mau nikah eh anaknya malah pacaran lagi sama cewek di sekolah" Adunya.
Arwin, "Gue udah bilang kalo itu mantan gue!" Bantahnya kesal.
Ardi, "Malah ribut lagi!" Ujarnya memegang kepala yang berdenyut-denyut sakit.
***
Yudi memijit pangkal hidungnya, Kemudian bertanya, "Apa lagi ini? Papa pulang sudah dengar kabar dari Masmu kalau kalian berdua berkelahi lagi dan masalah ini ad hubungannya dengan Rino"
Arwin, "Noh! Tuh anak nuduh Arwin selingkuh sama cewek di sekolah, Padahal itu kan mantannya Arwin Pa!" Dengan kesal menunjuk adiknya yang duduk berdekatan dengan kakaknya di seberang.
Lintang mencibir, "Gue ngomong fakta ya!" Sanggahnya sinis.
Arwin, "Fakta apaan! Itu emang mantan gue!"
Yudi bergegas menengahi keduanya, "Sudah!! Kapan sih kalian itu akur? Papa heran sekali! Ardi, Sana kamu tidur lagi. Kalian juga! Jangan ribut-ribut lagi! Arwin, Sekarang kamu ke rumahnya Rino, Bujuk anaknya, Ini juga kesalahan kamu, Sudah mau menikah masih bikin masalah!" Titahnya.
Sadar tidak sadar Ardi mengangguk dan beranjak dari sana ke lantai atas, Melanjutkan tidurnya yang tertunda. Mungkin habis ini dia berencana untuk tidak bangun lagi sampai malam.
Tak lama setelah itu Lintang menyusul, "Makan tuh! Enak-enakin dah tuh kuping buat nerima omelan dari calon mertua Lo di sana!" Ejeknya sebelum pergi.
Arwin berdecak, Ini semua karena perempuan pelacur itu! Hah! Arwin geram sekarang. Pernikahannya tinggal 3 hari lagi, Bila Rino tidak segera diluluhkanya pasti remaja itu akan memilih adiknya sebagai suaminya. Itu tidak boleh terjadi!
Langsung saja remaja itu bangkit dari tempat duduknya, "Pa, Arwin berangkat dulu!" Lalu berlari tanpa pamit ke sang ayah.
Yudi membuang nafas panjang, "Dasar anak muda!"