Iam tersenyum lalu menyerahkan sebuah buku yang sudah dipegangnya sejak tadi, "Ini! Bukumu yang tertinggal. Awalnya aku bermaksud mengejarmu dan mengembalikannya padamu. Tapi tak kusangka, aku justru malah melihat kejadian seperti ini. Kenapa kau tidak pernah mengatakannya padaku? Kenapa kau merahasiakannya dariku? Apa mungkin... karena kau tidak percaya padaku? Kau pasti berpikir aku tidak mungkin bisa membantumu 'kan? Kau pasti berpikiran tidak ada gunanya mengatakan ini padaku. Atau... apa karena aku tidaklah penting bagimu, sehingga kau merasa tidak perlu mengatakan apapun padaku? Kau sungguh membuatku kecewa, Anna."
Iam benar-benar merasa sedih. Kenapa sampai sekarang ia masih saja tidak bisa mengerti jalan pikiran Anna. Wanita itu selalu saja membuat Iam harus berpikir sangat keras untuk memahaminya.
Sementara Anna masih sedang mencoba mencerna setiap perkataan Iam yang tak seperti biasanya. Ia sekali lagi menatap Iam dengan cukup dalam. Jarang sekali ia mendengar Iam berbicara panjang lebar seperti sekarang. Rasanya itu seperti oranglain.
"Aku... Aku tidak pernah berpikir seperti itu. Aku hanya merasa bahwa ini adalah masalahku. Jadi aku berharap aku akan bisa menyelesaikan masalah ini sendiri. Dan juga, aku bukannya tidak percaya padamu. Aku hanya tidak ingin kau berpikir bahwa aku adalah wanita yang merepotkan. Aku juga tidak mau kau jadi susah karenaku. Itu saja," jelas Anna.
Iam menatap Anna lekat, "Sekalipun masalah ini disebabkan karenaku?"
Anna mengangguk.
"Ya, tentu saja. Karenanya... kau seharusnya tidak perlu mengatakan hal seperti itu tadi. Kenapa kau harus berbohong dengan mengatakan kau dan Jessi tidak berpacaran? Bagaimana jika mereka serius mempercayai kata-katamu itu? Aku yakin sekali, jika Jessica sampai mendengar ini, dia pasti akan sangat sakit hati sekali," seru Anna yang membuat Iam terpana.
"Apa? Jadi daripada mengkhawatirkan dirimu sendiri, kau justru malah mencemaskan si Jessi itu? Anna.. please! Kenapa kau selalu saja membuatku mengerutkan kening? Dan satu hal lagi, kenapa kau harus berpikir, bahwa aku sengaja mengatakan hal itu hanya untuk mengelabui mereka agar mereka tidak mengganggumu lagi? Why?" Iam menatap Anna dengan frustasi. Setelah ia mendengar apa yang dikatakan Anna padanya.
Sementara Anna justru semakin bingung. Apa yang dipikirkannya itu salah? Jika Iam bukan melakukan itu demi untuk melindungi dirinya, lalu apa itu artinya...
"Yang kukatakan tadi itu semua benar. Aku tidak berbohong. Aku mengatakan itu bukan karena aku ingin melindungimu. Aku mengatakan itu semua karena memang itulah yang sebenarnya terjadi. Aku sendiri tidak tahu bagaimana dan kapan kesalahpahaman itu mulai terbentuk. Tapi aku bisa pastikan bahwa aku dan Jessi hanya sebatas sahabat. Tidak lebih," seru Iam.
Anna terkejut mendengarnya.
"Aku akui, semua kesalahpahaman ini terjadi karena salahku juga. Sejak awal aku memang tidak pernah mengklarifikasikan masalah ini pada siapapun. Awalnya aku berpikir, akan lebih baik jika semua orang terutama para wanita yang menyukaiku, beranggapan bahwa kami benar-benar berpacaran. Dengan begitu mereka tidak akan berani mendekatiku atau bahkan mengejarku lagi. Sehingga aku tidak perlu repot menolak perasaan mereka. Itu adalah hal awal yang aku pikirkan."
Anna menatap Iam sedih.
Jadi selama ini Iam merasa terganggu dengan perasaan semua wanita yang menyukainya? Termasuk juga dirinya?
Anna tertunduk sedih. Ia merasa terluka.
"Tapi, pemikiran itu perlahan berubah," Iam melanjutkan perkataannya, "Setelah berjalannya waktu, aku mulai takut jika kesalahpahaman itu justru malah membuat seseorang menjadi tidak mengetahui akan perasaanku yang sebenarnya. Karenanya aku sungguh ingin dia tahu bagaimana perasaanku padanya. Aku.."
"Cukup!" Anna menghentikan ucapan Iam dengan cepat.
"Tolong hentikan," ujarnya lirih, "Jika kau ingin mengatakan perasaanmu itu padanya, tidakkah kau seharusnya mengatakannya secara langsung? Kau tidak perlu mengatakan hal itu padaku. Katakan saja langsung padanya! Kau jelas tidak perlu mengatakan apapun padaku seperti ini. Aku rasa, aku sekarang sudah mengerti banyak hal. Jadi aku tidak perlu mendengarnya."
Anna menahan rasa sakit yang ada di dadanya. Ia tidak menyangka Iam akan mengatakan hal seperti itu di depannya. Jika Iam memang menyukai seseorang, ia 'kan tidak perlu mengatakan hal itu padanya?! Apa ia tidak tahu bagaimana rasa sakit hatinya ini sekarang? Mendengar dari orang yang kita sukai bahwa dia menyukai wanita lain?
Anna kemudian sadar. Iam tidak tahu apapun tentang perasaannya? Lalu bagaimana Anna bisa berpikir Iam akan mengerti tentang perasaannya ini?
Anna makin tertunduk.
Sementara Iam, ia menghela napas sepanjang-panjangnya untuk yang kesekian kalinya.
Didekatinya Anna. Lalu mencoba sekali lagi berbicara dengan lebih jelas. Ia menyentuh pundak Anna dengan kedua tangannya.
"Anna, kau memang selalu harus membuatku bekerja dan berpikir dengan sangat keras. Bagaimana bisa kau mengatakan hal itu di saat kaulah orangnya!!" teriak Iam kesal.
"A-apa?" Anna luar biasa terkejut.
"Kau! Kaulah orangnya. Kaulah orang yang paling tidak kuinginkan salah paham tentang hubunganku dengan Jessi. Kenapa kau tidak sadar juga?! Bukankah kau sendiri yang mengatakan bahwa aku terlihat lebih sering menghabiskan waktu bersamamu dibandingkan dengan Jessi? Tapi kenapa kau tidak pernah menyadari itu?!" seru Iam lagi dengan menggebu-gebu.
Anna spontan mematung. Iam yang awalnya belum berencana mengatakan hal ini, mau tak mau mengungkapkan semuanya. Karena menurutnya ini adalah saat yang tepat. Dan ia kemudian tersenyum dengan lembut pada Anna.
"Aku menyukaimu. Sejak kita bertemu pada pandangan kedua. Aku sudah menyukaimu sejak saat itu. Walau awalnya aku tidak menyadarinya. Tapi sekarang aku sadar sepenuhnya, Anna. Apa kau juga memiliki perasaan yang sama denganku?" seru Iam was-was. Sangat takut jika Anna menolaknya dan mereka akan menjadi jauh.
Anna menatap Iam tak percaya. Apa ia sedang bermimpi? Apa ini sungguh nyata? Jika ini memang sungguh nyata, kenapa rasanya seperti mimpi? Dan jika ini mungkin hanyalah sebuah mimpi, kenapa rasanya juga begitu nyata?
Tak pernah terpikirkan oleh Anna bahwa perasaannya akan bersambut. Selama ini ia pikir hanya dirinya sendiri yang memiliki perasaan yang sepihak. Tapi apa yang barusan dikatakan Iam? Ia menyukainya juga?
"Kenapa kau tidak menjawabku? Apa kau tidak..."
"AKU MENYUKAIMU!!" teriak Anna dengan sangat lantang, "Aku yang sudah lebih dulu menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu. Dan saat itu aku langsung menyadarinya. Tapi aku hanya bisa melihatmu dari jauh karena aku tidak punya keberanian apapun. Dan... apa kau tahu bagaimana senangnya aku saat kita satu grup dalam pelajaran tambahan biologi waktu itu?! Lalu sekarang, setelah kau bahkan mengatakan bahwa kau menyukaiku, Apa aku sungguh tidak sedang bermimpi?"
Iam tertawa dengan lepas.
"Tidak. Tentu saja kau tidak sedang bermimpi. Dan sekalipun ini adalah mimpi. Jika kau terbangun nanti, aku pasti akan tetap mengatakan hal yang sama padamu. Aku mencintaimu, Anna."
Iam tersenyum senang. Begitu pula dengan Anna. Keduanya kemudian saling berpelukan. Entah apa yang bisa melukiskan kebahagiaan mereka. Apapun itu Iam benar-benar mensyukurinya.
"Hah!! Kau seharusnya mengatakan hal ini sejak awal padaku sehingga aku tidak perlu kalut selama ini. Apa kau tahu betapa aku sangat takut dengan perasaanku yang tak berbalas ini?" ujar Iam sambil tetap memeluk Anna dengan erat.
Anna menoleh, "Ini 'kan salahmu! Bagaimana bisa aku mengatakannya jika aku tahu kau sudah punya pacar?! Apa kau ingin membuat orang-orang semakin berpikiran buruk tentangku?! Lagipula, aku tidak ingin merusak moment kebersamaanku denganmu."
Iam tertawa mendengar penuturan Anna padanya.
"Kita benar-benar seperti dipermainkan," seru Iam kesal tapi juga senang. Lalu mereka pun tertawa bersama.
End