1 Chapter 1 ( My Sunshine )

ini adalah hari yang sangat cerah. Sama seperti hari sebelumnya, matahari pagi bersinar dengan sangat terik. Begitupula dengan seseorang yang sudah beberapa tahun ini terus saja memenuhi pikiran Anna.

Dia adalah sosok yang seperti matahari baginya. Kehadirannya selalu bisa membuat mata Anna silau dan hangat. Sama seperti dedaunan yang selalu mencari sinar matahari untuk bertahan hidup, Anna pun juga setiap hari terus mencari keberadaan mataharinya ini demi kelangsungan hidup.

Ups, salah deh! Maksudnya kedamaian hati. Hehe... Maaf jika terkesan terlalu berlebihan. Atau bahkan menggelikan. Ia hanya mencoba mengungkapkan apa yang dirasakannya saja.

Jadi tidak salah 'kan jika Anna menyebut laki-laki itu dengan sebutan "Mr Sun"?

Seseorang yang selalu bisa membuatnya terpana dan tak kunjung berkedip karena terus saja memandangnya dari kejauhan. Dan seseorang yang selalu bersinar terang juga bercahaya kapanpun dan dimanapun Anna melihatnya.

Mungkinkah ia sudah tidak waras?

Atau mungkin otaknya sudah bekerja dengan salah?

Anna menghelah napas panjang kemudian tersenyum menanggapi kebiasaan gilanya ini. Ia akui, dirinya kini mulai tidak berada pada jalurnya. Tak seharusnya ia bertingkah konyol. Terlebih jika ia sampai harus menjadi seperti seseorang pendamba.

Stralker? Oh, tidak! Tapi, entah mengapa ia malah menyukai semua kegilaannya ini. Saat-saat seperti ini, adalah saat-saat yang paling dinantikannya. Karena itu rasanya sudah lebih dari cukup.

:)

Anna kembali menatap laki-laki yang menjadi Mr. Sun-nya. Dia duduk dengan tenang sambil membaca sebuah buku dan mendengarkan musik dari earphonenya. Lalu Anna hanya bisa memandangnya dari kejauhan.

Laki-laki itu pasti sama sekali tidak menyadari bahwa sejak tadi sudah ada seseorang yang terus saja memperhatikannya dari balik pepohonan. Pria itu terlalu saja sibuk dengan kegiatannya sendiri, dan tidak memperdulikan apapun yang ada di sekitarnya. Anna spontan merengut.

"Ah~, apa ya kira-kira yang dibacanya itu? Lalu, lagu apa yang sedang diputarnya itu? Dan kenapa dia selalu ada di sini selama beberapa pekan belakangan ini? Lalu ada apa dengan wajahnya itu? Kenapa.... kenapa dia harus seserius itu padahal hanya sedang membaca?" gumam Anna pelan dengan amat penasaran. Ia menggigit bibir bawahnya dengan gelisah.

Yang bisa dilakukan Anna saat ini adalah hanya merajuk. Ia sungguh tak kuasa untuk mendekat. Pasalnya, ia tidak punya keberanian sama sekali untuk menyapa. Jangankan menyapa, bertatap muka saja sudah membuatnya sangat gugup. Apalagi harus bertegur-sapa?

Hah... Anna menghelah napas panjang.

Ya, sudahlah. Paling tidak, ia bisa memandangi pria itu dengan bebas seperti ini. Walaupun hanya dari jauh, ini sudah lebih dari cukup. Anna tersenyum kembali untuk menentramkan diri. Dipandanginya lagi laki-laki itu, sedikit lebih lama.

Nama laki-laki itu adalah Iam. Lebih lengkapnya, William Anggara. Cowok tampan dan pintar dengan sejuta pesona yang sanggup membuat wanita manapun jatuh hati padanya. Dia adalah cowok yang cukup populer di kampus. Tapi dia juga yang sudah sering membuat banyak wanita patah hati karenanya.

Kenapa? Kalian akan segera tahu setelah ini!!

***

"Hei, An! Apa kau masih saja menemuinya di sana?" tanya Tasya mendadak disela-sela jam istirahat siang mereka.

Anna hanya diam dan tak menjawab. Sepertinya, tanpa ia menjawab pun Tasya pasti sudah tahu apa jawabannya.

"Jadi benar kau masih menemuinya?" ulang Tasya sekali lagi dengan tdak percaya. Ia tahu pertanyaannya itu terlontar dari mulutnya. Tapi ia juga tidak menyangka bahwa itulah juga yang menjadi jawaban atas pertanyaannya.

Anna menunduk tanpa berkata apapun. Seolah mengisyaratkan bahwa perkataan dan pemikiran Tasya tentangnya adalah benar. Dan sahabatnya itu hanya bisa menepuk pelan keningnya.

"Ya, ampun. Selalu! Selalu saja! Memangnya mau sampai kapan kau akan terus seperti itu?! Bukankah sudah kukatakan berulang kali, kau seharusnya melupakannya?! Laki-laki seperti itu tidak bisa kau harapkan atau bahkan kau inginkan. Apa kau tidak bisa mengerti hal itu juga?" ungkap Tasya bersusah payah.

Anna hanya memasang wajah sedih, "Aku tahu, Tasya. Aku tahu," serunya.

"Kau tahu tapi kau masih saja tetap melakukannya?" pekik Tasya.

"Anna... dengarkan aku! Iam sudah punya pacar. Kau jelas tahu itu! Dan pacarnya itu adalah Jessica Mulle. Mereka adalah pasangan yang paling serasi yang pernah ada di kampus ini. Jadi kau jangan pernah mengharapkan apapun darinya!!" ujar Tasya memperingatkan.

Tasya sungguh frustasi dibuatnya. Sahabatnya itu selalu saja sulit untuk melepaskan diri dari sosok pria yang katanya sering membuatnya terhanyut. Yang bahkan bukan untuknya! Apa sih yang sebenarnya ada di dalam benak sahabatnya itu? Kenapa dia harus terus dan terus saja melihat sosok Iam yang menurut Tasya... oke! Dia ganteng, pinter, tajir, plus populer. Tidak heran jika banyak yang menyukainya. Tapi, jika si pria sudah sold-out, apa masih perlu kita berharap-harap ingin?

Please deh! Hal seperti itu tidak ada dalam kamus Tasya. Tidak ada dan tidak akan pernah!

"Apa kau harus mengulangnya berulang kali?!" Anna terlihat sedikit kesal sekaligus kecewa.

Anna memang tahu bahwa Iam sudah punya pacar. Dan itu merupakan kenyataan pahit yang harus diterimanya. Lantas kenapa?

"Kau sudah sangat tahu akan hal itu tapi kau masih tetap saya menatapnya dengan mata berbinar-binarmu itu?!" Tasya meledek, "Kukatakan sekali lagi, dia... pria tampan itu, dia sudah bersama dengan Jessica selama bertahun-tahun sejak mereka masih kecil. Saat mereka berumur 6 tahun."

"Mereka selalu bersama dan tak pernah terpisahkan sampai sekarang saat mereka sudah kuliah. Apa kau tahu itu artinya apa? Ini jelas membuktikan bahwa kau tidak punya kesempatan apapun. Jadi sebaiknya kau, jangan membuang waktumu untuk hal-hal yang tidak berguna seperti ini. Memandanginya? Menatapnya dari jauh? Dan menjadi secret amirednya? Hah! Yang benar saja!!"

Tasya melayangkan sejuta kata protesnya. Dan Anna mendadak jadi terserang sakit kepala.

"Aku 'kan tidak bisa mengendalikan perasaanku begitu saja. Karena ini sudah menjadi kebiasaanku, sulit untukku menghilangkannya," ucap Anna.

"Bersabarlah.. aku akan berusaha untuk melupakannya. Jadi kau jangan terlalu terbawa emosi. Oke?" Anna melemparkan senyum yang lebar. Berusaha meyakinkan Tasya.

Benar-benar melelahkan!

Apa Tasya pikir, Anna tidak berusaha untuk menghilangkan perasaannya itu? Ia sudah mencobanya. Berkali-kali malah. Tapi tetap saja. Tapi tetap saja. Namanya juga perasaan. Kita tidak bisa mengaturnya dengan sesuka hati bukan?

Ia hanya mencoba menikmati semuanya ini selagi ia masih bisa menikmati perasaan yang dimilikinya sekarang. Jadi apapun yang dikatakan sahabatnya itu, Anna hanya akan menganggapnya sebagai bentuk kekhawatirannya saja.

Ia tahu Tasya cemas padanya. Tapi Anna akan pastikan bahwa hal ini tidak akan berlangsung lama.

Fighting!!

***

avataravatar
Next chapter