Seharian ini aku menyibukkan dengan di dengan dokumen yang dikiririm Mika melalui email, Mika memintaku membuat bahan presentasi untuknya, aku segera mempelajari dokumen yang dikirimnya. Aku segera menyiapkan materi dan menyusunnya dalam bentuk power point, Sebulan menjadi asisten Mika membuatku paham apa saja yang harus dipresentasikan. Aku membaca kembali materi presentasi yang kutulis dan merubah kata-kata yang belum pas. Setelah puas dengan isinya dan menambahkan animasi pada bahan presentasi itu aku segera mengirimnya kepada Mika melalui email. Aku segera memberi tahu Mika kalau aku sudah menyelesaikan tugas yang diberikan. Mika hanya menatapku sekilas, cuek.
Aku menatap Mika yang dari tadi hanya memandangi ponselnya seperti menunggu sesuatu. Aku segera meraih ponselku dan melihat ada beberapa panggilan tak terjawab di sana. Nomor telepon yang kuberikan pada Mika adalah nomor yang jarang aku pakai karena selama ini hanya aku pakai untuk data internet. Alasan aku menggunakan operator itu adalah karena paket datanya yang murah, aku bisa menonton youtube tanpa kena kuota, dibandingkan nomor utamaku yang paket datanya boros, dipakai sebentar saja langsung habis.
Aku menatap Mika lagi dan melihat dia masih memandangi ponselnya, aku merasa dia menunggu pesan dari dariku. Dengan dada berdebar, aku mengetik di ponselku.
(Lagi ngapain) tulisku tapi aku segera menghapusnya, aku melihat Mika lagi, dia masih dalam posisinya,
(Lagi apa?) ketikku lagi, aku membacanya lagi dan merasa ragu untuk mengirimnya sayangnya salah satu jariku menyentuh tombol kirim dan dua garis hitam di sana segera berubah jadi biru. Aku terpaku, bahkan sebelum aku menghapus pesan itu sebuah balasan sudah masuk di aplikasi pesan yang kupakai.
(Kita makan siang, yuk. Aku jemput kamu.)
Aku langsung merasa tubuhku gemetar, tanpa sadar tatapanku mengarah ke Mika lagi, aku melihat wajahnya berubah menjadi sumringah dan sebuah senyum tampak menghiasi bibirnya. Aku memegang dadaku dan merasakan detak jantungku yang seakan mau meloncat. Ini beneran Mika tak mengenaliku?!
(Maaf, aku masih banyak kerjaan. Pulang kerja saja gimana? aku tunggu kami di Cafe Greenlight.)
(Oke, aku akan datang, jangan kecewakan aku!) aku tersenyum membaca tulisan Mika, tanpa sadar aku kembali menatapanya.
"Ada apa?" tanyanya dingin.
"Eeh, aku mau ke kantin, bos. Lapar," dalihku, "Jangan lupa emailku dibuka, aku sudah buat jadwal seminggu kedepan juga, rencana anggaran untuk acara ulang tahun perusahaan dan siapa saja yang diundang semua saja ada di situ,"
Mika tersenyum kecil dan mengacungkan jempolnya menunjukkan kalau perasaan hatinya sedang senang, aku tahu meski penampilanku dibawah standar dan masih magang tapi kemampuanku tidak kalah dengan para asisten pribadi direkur yang lain mungkin karena hal itu Mika masih mempertahanku sebagai asisiten pribadinya.
"Bos gak makan?" tanyaku basa-basi.
Mika menegakkan tubuhnya menatapku, " Sebentar lagi."
Aku hampir saja melangkah keluar ruangan saat tiba-tiba mendengarnya berkata, "Nat, hapemu?"
Deg!
"Ya?"
"Kamu sudah beli hape buat ganti hape kamu yang rusak waktu itu?"
Aku menelan ludah, ini orang maksudnya apa? Kenapa bertanya seperti itu apa dia hendak mengujiku?
"Ada orang yang memberi aku hape sebagai hadiah." aku mencoba mengikuti permainannya.
"Benarkah ada orang sebaik itu padamu?" katanya sambil tertawa sinis.
"Memangnya kamu? Udah gak ngerasa salah masih gak mau ganti lagi!" kataku dongkol. Eh, padahal yang ngasih hape baru aku itu dia, aku segera meringis.
"Kemarilah," katanya tidak sesinis tadi.
"Ini hapeku, bukan hape baru, kamu pakai ya, sebagai ganti hape kamu yang rusak tapi ada akun medsosku di sana, tolong kamu kelola tapi jangan sampai menjelekkan citra aku dan perusahaan. Jangan bilang lagi kaau aku pelit! Juga ada akun bank, agar kamu lebih mudah dalam melakukan transaksi."
Aku menerima hape berloga apel tergigit itu dengan tidak percaya, "Ini maksudnya gimana, bos?"
Meski aku tahu beberapa tugas asisten pribadi adalah mengelola akun medsos atasan dan juga mengelola keuangannya tapi aku merasa belum saatnya aku menerima kepercayaan sejauh itu. Aku masih magang dan baru sebulan lebih bekerja untuknya. Aku menerima benda itu dengan gemetar.
"Aku percaya padamu tapi kalau kamu menyelewengkannya maka kamu akan berurusan dengan hukum," nada suaranya kembali dingin.
"Oke," jawabku santai. aku segera melangkah keluar menuju kantin karena perutku sudah lapar.
***AlanyLove