13 One Step ❤

•-----•

Red Eye Coffee

•-----•

Aku melirik jam di pergelangan tanganku, nyatanya waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Di luar mobil kurasa angin berembus sangat kencang, terlihat dari dahan pohon yang berayun - ayun.

Fokus, aku mengedarkan pandangan ke setiap sudut jalan yang kulewati dengan mobil yang melaju pelan. Tapi, tak jua aku menemukan sosok yang kucari —Aya Park.

Di mana gadis itu sebenarnya? Bukankah tadi chef Jeno bilang kalau Aya ada di taman dekat sungai Han? Dan saat ini aku sudah menelusuri setiap jalan di dekat taman.

Haruskah aku berjalan kaki untuk mencarinya? Kurasa jawabannya iya. Mungkin saja jangkauanku ada yang terlewat saat mencari Aya menggunakan mobil.

Baiklah, aku akan menepikan mobilku dan mencoba mencari gadis itu sambil berjalan kaki. Siapa tahu ketemu?

Kulepaskan seatbelt yang kukenakan, lalu menyambar ponsel yang ada di kursi penumpang. Sengaja aku letakkan di sana setelah mengirim pesan pada Mingyu beberapa menit lalu.

Mingyu Kim

Kau tahu di mana biasanya |

Aya menyendiri?

Ck, belum juga di baca olehnya. Ah, bukankah aku punya nomor ponsel Aya? Baiklah akan kuhubungi saja gadis itu dan bertanya dia ada di mana.

Aya dialling...

Satu detik.

Dua detik.

Hingga dering kesekian kali tak juga ada jawaban dari Aya. Hal itu membuatku mendesah pelan. Harus mencari ke mana lagi?

Lagi pula, aku sedikit aneh dengan sikapku sendiri. Kenapa juga aku begitu khawatir padanya? Apa karena kesepakatan dengan Mingyu? Ah, entahlah...

Oke, sekali lagi. Siapa tahu kali ini panggilan telepon dariku akan dijawab oleh Aya.

Aya dialling...

Ayo di angkat Aya-ssi...

Hhh, sepertinya dia benar - benar ingin sendiri. Baiklah aku akan menelusuri persis di tamannya.

Namun, tiba - tiba saat aku hendak melangkahkan kakiku, ada suara seseorang yang menyerukan namaku.

"Jaehyun-ssi?" tanya seseorang memastikan.

Aku berhenti melangkah dan menoleh, nyatanya sosok yang aku cari daritadi ada di depan mataku. Siapa lagi kalau bukan Aya Park; gadis yang mungkin sudah mencuri perhatianku bahkan hatiku (?)

"Benar, kau Jaehyun teman doneus! Apa yang kau lakukan di sini?" seru Aya.

"Aya-ssi? Harusnya aku yang bertanya. Kau sedang apa di sini?" sahutku.

"Aku? Hanya berjalan - jalan malam, mencari udara segar. Disekitar sini sangat tentram dan juga nyaman untuk menyendiri."

"Berarti, aku menganggumu?"

"Ah, tidak. Lagi pula itu hakmu melewati jalan ini."

Aku tersenyum. Dalam hati, aku bersyukur karena seseorang yang tengah kucari kini sudah ketemu. "Hm, kalau kau tak keberatan. Maukah minum kopi hangat denganku? Aku tahu kedai kopi yang sangat cozy di dekat sini."

Jangan lupakan kalau rumahku tak jauh dari taman tersebut. Sudah pasti aku tahu betul tempat - tempat yang asik untuk sekedar mengobrol atau minum kopi.

Kulihat Aya seperti ragu atau bahkan bimbang. Sepertinya dia akan kembali pulang, karena terlihat gerak - geriknya yang seperti gelisah.

"Kalau tidak bisa tak masalah. Mungkin bisa lain kali," lanjutku.

"A-ah, bukan begitu maksudku. Hanya saja aku belum izin pada Jeno. Hari ini orang tuaku pergi ke luar kota selama sebulan. Dan aku tinggal di apartemen Jeno..." sahut Aya.

What? Tinggal di apartemen yang sama? Hanya berdua? Bukankah mereka hanya teman? Bukan kakak beradik? Astaga apa yang kurisaukan!

"Kau.... satu apartemen dengan chef Jeno?... hanya berdua?"

Kulihat Aya mengangguk pelan. Lalu menggeleng kemudian. "Ada kakak perempuan Jeno yang tinggal di sana."

Fiuh... syukurlah. Tapi tetap saja mereka berdua tinggal di apartemen yang sama. Intensitas bertemu pasti akan sangat sering.

"Ah begitu. Ya sudah kau bisa menghubungi chef Jeno bukan?"

"Ya, tunggu sebentar." Aya membelakangiku dan meraih ponselnya lalu menghubungi chef Jeno.

Sekiranya sekitar tiga menit, Aya kembali menghadap ke arahku dengan senyum simpul di bibirnya. "Ayo, Jeno sudah memberi izin."

Terima kasih Tuhan! Akhirnya aku punya kesempatan untuk melakukan pendekatan pada Aya. Aku mengangguk. "Ayo." Kami pun jalan bersisian di tepi taman sambil menikmati embusan angin malam. Lupakan mobil yang kuparkir sembarang di ujung jalan sana.

"Apakah di kedai kopi itu ada red eye coffee? Itu favoritku." Aya membuka suara lebih dulu.

Red eye coffee adalah campuran dari espresso dengan kopi hitam. Biasanya penikmat kopi belum disebut addict bila tak pernah mencicipi kopi red eye.

Daebakk! Apakah ini suatu kebetulan? Kopi red eye salah satu favoritku juga. "Tentu saja ada. Karena aku sering memesan itu."

"Jinjja? Woah daebakk! Selera kita sama. Apalagi kalau menggunakan dua metode cara menikmati kopi."

"Diawali dengan menyeruputnya, lalu menghabiskan dikit demi sedikit. Benar 'kan?" jawabku.

Aya berhenti melangkah dan membuat ekspresi seperti habis mendapatkan sebuah hadiah besar. "Kau benar - benar sesuatu Jaehyun-ssi! Jeno saja selalu tak bisa menikmati kopi dengan benar. Akhirnya, aku menemukan teman untuk berbagi pengalaman tentang kopi!"

Aku terkekeh mendapati sifat lain dari seorang Aya Park. Ternyata dia gadis yang menyenangkan. Ditambah kami memiliki selera yang sama. Penikmat red eye coffee.

"Ayo Jaehyun-ssi. Aku tak sabar ingin mencicipi kopi satu itu. Kebetulan aku sedang banyak pikiran dan ..." Kulihat Aya melirikku sebelum melanjutkan ucapannya.

Aku mengernyitkan dahi bingung. "Dan... apa Aya-ssi?" tanyaku penasaran.

"Ah, tidak ada. Kita teruskan nanti saja mengobrolnya sambil menikmati kopi. Kurasa akan seru," sahutnya sambil tersenyum canggung.

Kami pun kembali melangkahkan kaki ke kedai kopi Coffee Crazy. Kebetulan kedai atau kafe tersebut milik temanku —Mark Lee; dia pembuat kopi yang sangat handal. Kopi racikannya belum ada tandingannya selama aku menikmati kopi di mana pun.

•-----•

At Coffee Crazy.

"Kita sudah sampai. Bagaimana? Sangat cozy bukan?" tanya Jaehyun.

Kurasa dia benar. Saat aku masuk ke kedai ini, aroma kopi sudah menyeruak hingga menembus hidungku. Sangat menusuk tapi menyenangkan.

Terlihat juga design tempat yang begitu nyaman dan sedap di pandang mata. Tak mencolok tapi cukup ramai dengan lukisan - lukisan hasil karya seni. Tempat duduknya juga nyaman sepertinya. Bahkan spotnya tak kalah keren dengan kedai kopi yang ada di negara barat sana.

"This cafe looks elegant," sahutku.

Kulihat Jaehyun tersenyum senang. Tiba - tiba seseorang menyerukan nama laki - laki yang datang bersamaku ini.

"Yo Jaehyun-ah! Whats up men! Woah siapa ini, bro?" seru seseorang yang entah siapa. Kurasa pemilik kedai kopi ini.

Jaehyun menyambut orang itu dengan kekehan. "Yo Mark Lee, sang Professional Copper sekaligus pemilik kedai kopi terkenal ini."

Professional Copper adalah seorang ahli yang bertugas untuk menilai rasa kopi dengan cara objektif. Tak hanya pengetahuan kopi enak dan tidak enak seperti yang kita nilai selama ini di coffee shop, mereka menilai kopi lebih dalam lagi. Menentukan kopi itu dalam kualitas baik atau tidak.

Kulihat Jaehyun dan seseorang bernama Mark Lee itu berpelukan ala men to men. "Ah, kenalkan. Dia adalah Aya Park." Jaehyun memperkenalkanku pada temannya itu.

"Partner penikmat kopi?" Kulihat Mark menyenggol lengan Jaehyun dan berbisik yang masih bisa kudengar. "Baru kali ini kau membawa seorang gadis. Woah, calonmu?" bisik Mark.

Entah kenapa, aku merasakan sensasi yang tidak biasanya. Seperti ada rasa kebahagiaan tersendiri mendengar pernyataan dari Mark itu.

Astaga! Apa yang kupikirkan! Ingat Jeno, dia kekasihku! Ah molla! Aku bingung. Untuk saat ini, aku hanya ingin menikmati kopi kesukaanku; red eye coffe.

"Hi girl. Aku Mark Lee, panggil saja Mark jangan sayang. Nanti laki - laki di sebelahku akan menghabisiku," goda Mark membuat Jaehyun memukul pundak laki - laki bermarga Lee itu.

Sedangkan aku, hanya tertawa canggung.

"Ayolah Mark, kau tidak membiarkan kami duduk?" sindir Jaehyun bercanda.

Mark terkekeh. "Oh geez! Tenang saja, sudah kusiapkan spot paling cozy di meja ujung sana. Kalian berdua bisa menikmati kopi racikanku dengan santai dan nyaman. Sekalian mengobrol tentunya."

"Kau terbaik Mark-ssi. Terima kasih," sahutku sambil mengacungkan ibu jari.

Akhirnya kami berdua —Jaehyun dan aku mengikuti Mark dari belakang menuju tempat yang direkomendasikan olehnya.

Ternyata benar. Tempat ini menjadi salah satu favorit pengunjung di sini. Tepat berada di lantai dua, dengan atap terbuka dan banyaknya lampu tumblr yang menghiasi disetiap sudutnya.

Menikmati kopi ditempat yang tepat, dengan teman yang mengasyikkan bagaikan surga dunia bagiku dan mungkin Jaehyun, juga.

"Red eye coffee seperti biasa?" tanya Mark pada Jaehyun.

"Of course! Tolong buatkan dua gelas, karena si pemilik senyum manis ini, juga penikmat kopi red eye," sahut Jaehyun sambil melirik ke arahku.

O ya ampun! Jaehyun sudah berani menggodaku. Membuatku malu dan timbul semburat merah di telingaku. Bahkan seperti ada kupu - kupu yang berterbangan di dalam perutku.

Mark mengacungkan ibu jarinya. "Wait a minutes. Sambil menunggu kopinya, kalian bisa menikmati malam yang indah ini. Kebetulan bintang di langit sedang bersinar terang."

"Terima kasih Mark-ssi," sahutku.

Jaehyun pun mengangguk tanpa berkata apa pun.

Selepas Mark pergi, tak sengaja aku menangkap dari ujung ekor mataku bahwa Jaehyun tengah memerhatikanku. Membuatku menjadi salah tingkah. Hingga aku memberanikan diri untuk menatapnya.

Kami pun bersitatap cukup lama. Entah apa yang ada dipikiran Jaehyun. Jelas, bahwa aku sangat gugup saat ini karena arah pandang Jaehyun yang tak lepas dari memerhatikanku, bahkan sambil tersenyum manis.

I want to die, now!

•-----•

avataravatar
Next chapter