webnovel

Bab 4 Bertahan Lebih Lama

Aluna mengikuti arah telunjuknya. Ia penasaran juga untuk melihat pakaian di dalamnya. Mungkin memang ada pakaian yang lebih nyaman ia kenakan di lemari itu.

Aluna mendekati lemari dan membukanya, sejenak tercengang dengan isinya. Banyak terusan berbagai warna dan model di dalamnya.

Aluna terdiam seperti sedang berpikir. Ia lalu berbalik menatap wajah pria itu.

"Apa ini benar-benar punyaku?" tanya Aluna.

Pria itu mengangguk.

Aluna mengangkat bahunya. Kalau pria itu mengangguk, apa artinya Aluna bisa melakukan apa saja dengan pakaian ini?

"Apa tidak apa jika aku membawanya," tanya Aluna lagi, ternyata ia tergoda untuk membawa pakaian yang sudah menggoda matanya itu.

Pria itu tampak bingung, "Itu punyamu, kau bebas melakukan apa saja dengan pakaianmu."

Oke, sudah dipastikan Aluna bisa membawanya.

"Apa kau punya tas ransel?" Aluna berpikir mungkin ia bisa membawa beberapa potong pakaian yang ada di lemari.

"Ransel?"

Aluna mengangguk.

"Apa itu?" Pria itu memberi ekspresi bodoh pada Aluna.

"Hah? Kau tidak tahu tas ransel?" Aluna tidak tahu apa pria itu pura-pura atau tidak.

"Aku tahu tas, tapi ransel, baru pertama kali ku dengar." Pria itu tampak serius dengan jawabannya.

Aluna terdiam, sejak awal ia sudah merasa ada yang tidak beres dengan tempat ini dan pria itu.

Semua kejadian sejak ia terbangun berputar di kepalanya, tentang rumah yang unik, pemandangan yang tidak biasa, dan pria yang menculiknya justru sangat lembut.

Aluna melebarkan matanya, apa ini benar-benar di dunia lain?

Tunggu, kalau begitu bagaimana caranya ia bisa dikenali oleh pria itu. Pria itu bagaimana bisa mengenalinya sebagai istri.

"Hei, bisa kau katakan di mana tempat ini berada? Maksudku apa alamat tempat ini?" Aluna ingin memastikan dimana ia berada sekarang.

"Tempat ini tidak diketahui orang lain. Tidak ada yang tahu alamat yang pastinya. Hanya kita berdua saja yang tahu." Pria itu membuat Aluna bingung.

"Hah? Maksudmu?"

"Tempat ini tidak memiliki alamat."

Aluna memijit pelipisnya mendengar jawaban pria itu yang seperti sedang mengerjainya. Aluna kemudian berdecak kesal. Tapi kenapa wajah pria itu tampak tidak bercanda dan terlihat polos.

"Oke, sudah cukup. Jangan berkata apa-apa lagi. Sekarang bisa berikan aku tas?"

Pria itu mengangguk ragu, ia lalu mendekati lemari kecil dan membuka lacinya.

Sebuah tas punggung yang tidak biasa diberikan pada Aluna. Aluna menatap dalam-dalam benda di tangannya. Tas yang memiliki motif dengan seni tinggi hasil anyaman serat tumbuhan yang elastis.

Apa ia sedang berada di wilayah yang masih ketinggalan teknologi. Tas ini jelas bukan buatan pabrik.

Sebenarnya ia ada di wilayah mana? Aluna teringat sebuah desa di negara lain yang memang ada wilayahnya bagaimana negeri dongeng.

Tapi mana mungkin ia sampai pindah negara yang sejauh itu.

Ya, Aluna merasa pria ini tengah bermain-main dengannya.

Setelah melipat tiga potong pakaian terusan, Aluna memasukkannya ke dalam tas. Ia lalu menggendong tas itu di punggungnya.

"Kau benar-benar tidak mau tetap di sini?" Pria itu memastikan sekali lagi.

"Tidak." Aluna menjawab cepat. Bahkan terlalu cepat.

"Oh, baiklah." Reaksi pria itu semakin membuat Aluna yakin ia tidak akan dipaksa mengikuti keinginan pria itu untuk tetap tinggal.

Tiba-tiba terdengar suara dari arah perut Aluna yang membuat dua orang itu terdiam beberapa detik.

Aluna sontak menyentuh perutnya yang berbunyi pertanda sesuatu.

"Oh, benar. Sejak kau bangun, kau belum makan apa-apa." Pria itu buka suara lebih dulu.

Aluna sudah menduga apa kata selanjutnya yang keluar dari mulut pria itu selanjutnya.

"Aku akan menyiapkan makanan. Tunggu sebentar, kau bisa makan setelah aku selesai memasak." Pria itu berkata sambil berjalan keluar ruangan menuju ruangan lainnya yang diduga sebagai dapur.

Aluna hanya terdiam menatap punggung pria itu. Ia tidak berkata apa-apa lagi dan memutuskan mengikutinya ke dapurnya.

Aluna bisa melihat pria itu memakai celemek berwarna krem di pinggangnya. ia membungkuk dan berdiri berulang kali untuk mengeluarkan beberapa barang dari lemari di atas kepalanya dan di bawahnya.

Mungkin itu adalah bahan-bahan untuk membuat makanan.

"Kau bisa memasak?" Aluna mendekati pria itu.

Pertanyaan itu membuat gerakan tangan pria berambut hitam terhenti sebentar, "Iya, aku akan memasak makanan kesukaanmu."

Aluna bergumam, "Hm."

Ia seolah mengabaikan kalimat makanan kesukaannya. Mungkin sudah terbiasa jika pria dengan mata abu-abu itu mengatakan sesuatu yang bermakna seolah mengatakan Aluna pernah tinggal bersamanya.

Aluna lalu memperhatikan semua gerak gerik pria itu.

"Kau membuat apa?" tanyanya seolah membalas jika ia tidak tahu makanan apa yang pria itu maksud.

Pria itu menatapnya lama lalu menjawab, "Sup jamur."

Aluna tertegun dan mengangkat sebelah alisnya, itu memang makanan kesukaannya.

Pria di depannya melanjutkan kegiatannya. Aluna tidak bertanya lagi. Ia memilih duduk di kursi kayu dan menaruh tasnya di atas meja kayu bulat berkaki tiga yang diduga sebagai meja makan.

Aluna memperhatikan bagaimana pria itu memasukkan air, menambahkan jamur konsumsi, menuangkan berbagai bumbu dan mengaduk isi panci.

Aluna mengira peralatan masak mereka masih terbuat dari tanah liat dan sebagainya tapi nyatanya panci itu sudah terbuat dari logam.

Sebenarnya Aluna ingin membantu tapi saat melihat banyak barang yang aneh dan berbagai bumbu yang banyak ia memutuskan hanya menonton saja.

Aluna yakin jika ia memasak sup jamur tidak akan sebanyak itu bumbunya. Tapi Aluna menanti seperti apa hasil masakan pria yang ia perhatikan itu.

Aluna menyandarkan punggungnya ke kursi dengan tangan terlipat di depan dada. Lama memperhatikan, rasa kantuk perlahan datang.

Selanjutnya Aluna tidak sadar tertidur dengan posisi itu. Sampai ia merasakan elusan ringan di pipinya dan mendengar namanya dipanggil beberapa kali.

"Aluna. Aluna," ucap pria itu dengan berlutut di depan Aluna.

Aluna perlahan membuka matanya dan hal pertama yang ia lihat pertama kali adalah wajah pria dengan mata abu-abu itu.

Ia tanpa sadar memperhatikan lebih lama dan membuat mereka saling bertatapan. Pria itu memiliki mata yang indah, dan Aluna setuju jika wajahnya menjadi enak dipandang dibandingkan saat pertama kali ia melihatnya.

Aluna tidak sadar jika ia mulai menerima perhatian pria itu.

Justru pria itu yang menyadarkan, "Makanannya sudah siap," ucap pria di depannya sembari berdiri dari posisinya.

Hal itu membuat Aluna sontak berkedip beberapa kali. Tiba-tiba penciumannya menangkap bau sedap yang membuat perutnya merasa tidak sabar untuk diisi.

Semangkok sup jamur disodorkan di atas meja kepada Aluna.

Aluna tidak menyembunyikan ekspresi kagumnya. Tapi kemudian ekspresinya berubah curiga.

"Ini aman untuk dimakan 'kan?" tanya Aluna dengan mata menyipit.

"Tentu saja."

Mendengar jawaban itu, Aluna dengan semangat mengambil sendok kayu di mangkuk itu. Ia tidak peduli jika jawaban itu bisa saja bohong.

Ia menyendok satu jamur beserta kuah kaldunya dan memasukkannya ke dalam mulutnya.

Ia tercengang, rasanya benar-benar enak. Ia menatap si pembuat makanan dengan ekspresi ceria.

*****

Terimakasih sudah membaca cerita ini. semoga kalian suka dengan ceritanya. jangan lupa untuk review/komen sebanyak-banyaknya ya, see you *lambaikan tangan

Dwi_Nacreators' thoughts