Saat tiba-tiba kita kehilangan seseorang yang tiap saat hadir mengisi ruang kosong diselah selah hari detik itupun rasa hampa menyerpa.
Ada yang bilang hati akan berbisik, lambat laut hati akan menuntut lebih bukan lagi berkurang malah dia mendesak seakan ingin menyatakan aku tidak bisa jauh, dia mendesak kata lain lebih mengharu biru.
Ada yang hilang tapi bukan hati, ada yang pergi tapi bukan kaki, ada yang menyapa tapi bukan manusia, ada yang datang tapi bukan dia....
begitulah dengan isi bumi jiwa yang telah ditelan bumi akan meninggalkan bekas luka yang mendalam, kata orang yang sering dikaitkan dengan perasaan itu akan membuat kita susah menerima, padahal rasa itu telah hilang sejak lama tidak memiliki tempat selain dipikiran, lalu aliran darah akan menuju detak jantung kemudia beberapa hormon turut serta mengiyakan.
shevan berjalan menuju lantai dua kediaman nyonya siska dia melihat sekelilingnya dimana dulu dia masih ingat dengan gadis mungil bermain di sana tidak menghiraukan siapa yang datang, bila itu laki_laki maka dia akan menangis tapi bila itu perempuan yang datang dia akan bilang 'aku tidak suka denganmu'.
gadis yang membuat seisi rumah hangat dengan tingkah lakunya yang unik, sekarang gadis mungil itu telah tumbuh dewasa tidak ada lagi suara tangisan dan ejekan setiap orang. shevan merasa kehilangan dengan sikap yang bar bar itu tapi waktu yang telah menentukan penambahan usia seseorang makah itu dia tumbuh sangat baik di keluarga MAJUNDA.
"sya dimana Shevan?" tanya kakaknya setelah pulang kerja.
"ngak tau ka" jawabnya singkat
"apakah kalian brantam lagi?"
"tidak"
ntah apa yang membuat hati sang kakak tidak enak dengan sikap acuh tak acuh shyaya. Stevan paham dengan kondisi meraka kalau bukan junior yang salah mungkin shyaya yang keras kepala "ada apa lagi dengan mereka" gerutu stevan.
didalam kamar shevan meraung "Ahkkkkkk, kenapa malah mikirin gadis kecil itu" shevan menatap dirinya dalam cermin ingatannya tidak lepas dari pelukan hangat Shyaya.
diselah itu stevan yang menuju ruang kerja mendengar suara shevan yang berteriak dia terkejut apa maksudnya " gadis kecil?"
sang kakak penasaran dengan sikap junior dia mulai melangkah kearah kamar itu memastikan tidak terjadi apa-apa baginya.
sebelum stevan mengetuk pintu ada suara yang memanggilnya "kakak" dia menoleh ke asal suara mendapati shyaya yang memanggilnya dari belakang.
"kakak ngapain berdiri disitu?" heran saja dengan sikap sang kakak memperhatikan pintu sejak tadi.
"tidak!" stevan berpikir sejenak "apa shyaya ada waktu sekarang?"
"apa ada yang ingin dibicarakan"
"yaa, ikut aku"
shyaya hanya mengikutinya dari belakang dia semakin gugup melihat ekspresi kakaknya yang aneh, akankah dia salah lagi hingga membuat kakaknya marah?.
mereka memasuki ruang kerja sang kakak dimana stevan telah duduk dimejanya dia menatap wajah mungil itu dalam-dalam.
"Apa yang ingin kakak bicarakan" melihat mata tajam sang kakak membuat nyali shyaya ciut. dia ingin segera pergi dari tempat itu.
Stevan tidak menjawab dia hanya memperhatikan gadis kecil yang dihadapannya.melihat gerak gerik shyaya yang panik shevan menyuruhnya untuk duduk.
"duduklah" perintah sang kakak.
shyaya menuruti permintaan sang kakak ini cukup baik baginya bila berhadapan dengan sang kakak dia tidak ingin lama-lama berdiri, ntah dia takut jatuh tidak tau yang jelas bila menghadap stevan shyaya pasti keringat bercucuran di kening.
"apa kamu tau junior memiliki masalah?" dia ingin tau apa permasalahan adek kesayangannya tidak biasanya dia seperti ini.
"tidak tau ka" shyaya menunduk dia tidak ingin kakaknya melihat keraguandi matanya karena setiap shyaya berbohong pasti akan ketahuan, mulut bisa menyatakan tidak tapi mata tidak bisa berbohong.
"apakah shyaya tau bila berbohong itu ada resikonya?"
DEGGGG
mata shyaya terbelalak mendengar ucapan sang kakak belum lagi dia siapa menyelesaikan kebohongannya sang kakak telah menskamat dirinya.
"kaa, apa kakak tidak percaya dengan ku" muka shyaya mulai memelas ingin sekali dia merajuk didepan sang kakak supaya dia terlepas dari pertanyaan itu.
"apa aku pernah mengajarkan mu berbohong?" stevan malah balik nanya.
shyaya habis kata-kata mana mungkin dia bisa berbohong kepada kakaknya walau itu bisa terjadi shyaya yang sudah mengantarkan nyawanya kepada sang kakak.
"Dia tidak bisa move on dengan masa lalunya" ucap shyaya jujur.
"lalu apa dia melakukannya lagi?"
"iyaa"
Stevan tertekun memikirkan masalah shevan yang tidak bisa di kendalikan oleh siapapun kecuali shyaya. dia mulai berpikir keras bagaimana supaya dia tidak mengingat masa lalu menyedihkan itu. bila memang tidak ada lagi caranya untuk melupakan hal itu hanya ada satu jalan....
Stevan telah matang dengan pikirannya dia hanya akan mendiskusikan tentang ini kepada orangtuanya, mereka tidak akan sulit untuk menolak ini jalan yang terbaik.
Stevan menggenggam tangan mungil shyaya dia menatap mata coklat itu dalam. shyaya terkejut dengan sikap kakaknya yang secara tiba-tiba.
Stevan yang mengetahui tidak akan mudah bagi shyaya hal ini tapi dia akan membujuknya dengan sabar.
"kemarilah" perintah Stevan.
shyaya ragu-ragu tidak biasanya kakaknya meminta lebih dekat lagi biasanya juga bila shyaya telah tertidur baru Stevan akan menemui dia untuk memastikan dia memakai selimut apa tidak. bila pun bertatapan Stevan hanya menunjukkan wajah dinginnya saja walau telah berusaha sekeras apapun shyaya untuk mendekat tapi dia selalu gagal, maka itu dia memutuskan akan menjaga jarak dengan sang kakak.
shyaya menurut dia melangkah kearah Stevan dia merasa gugup bila berdekatan dengannya melihat shyaya semakin takut stevan langsung memeluknya dengan hangat, dia mengusap lembut rambut shyaya.
"maaf telah membuatmu takut, aku hanya ingin kamu tau bahwa aku sangat menyayangimu" bisik Stevan lembut di daun telinga shyaya.
mata shyaya mulai berkaca-kaca dia sangat terharu dengan ucapan stevan ini pertama kalinya dia merasakan kehangatan sang kakak.
"apa aku nakal lagi" ucap shyaya terdesak desak biasanya bila shyaya keras kepala atau membangkang Stevan pasti akan menghukumnya tidak jauh beda dengan shevan.
"kamu tidak nakal sayang" bujuk stevan menyangkal air matanya. dia lalu mencium kening shyaya dengan sayang.
"sekarang kamu istirahat sudah larut malam" sambungnya lagi.
"baik ka" dia mendongak keatas melihat wajah sang kakak yang mulai dampak garis wajah. "aku juga sayang kakak" desaknya pelan.
Stevan tersenyum melihat wajah mungil itu cemberut "pergilah" shyaya hanya diam dan menuruti perintah Stevan diapun pergi dari ruang kerja kakaknya.
***
maaf kakak baru up kemarin ada kendala jadi gk bisa update tiap hari😔🙏 baru sekarang bisanya maaf kakak semua 🙏😇 terus baca novel ini yaa akan bnyak hal menarik didalamnya dan bnyak juga motivasi. selalu semangat bacanya kakak biar yang nulis makin semangat updatenya 🙏 jangan lupa kasih dukungan yaa akak🙏❤️
maaf telah membuat kakak semua menunggu cerita selanjutnya 😌 janji tidak akan menyesal membaca cerita ini kakak nanti pihak apk akan mengkunci bagian cerita tapi jangan khawatir akan aku rilis disetiap bab akhirnya biar kakak semua tidak ketinggalan sama ceritanya.
thanks you so much 😘