webnovel

1. Terdampar Di Benua Iblis

"Ughh...."

Pemuda berambut hitam terbangun karena paparan sinar matahari yang menyorot wajahnya.

Dia duduk, memegang dahinya, lalu melihat sekelilingnya. Dia dikelilingi oleh pepohonan dengan akar merambat yang besar.

"Dimana ini... Dimana yang lain?"

Zakiel langsung bangkit dan berteriak menyebut nama-nama temannya.

"Darc! Yonmu! Glider!! Dimana kalian?!"

Tidak ada satu pun suara yang membalasnya melainkan hanya suara dari kicauan burung.

"Apa mereka meninggalkanku??"

Dia memukul pohon besar berkali-kali, lalu berhenti dan menutup wajahnya. Dia cukup kebingungan dengan apa yang terjadi. Dia berada si sebuah hutan lebat dengan pepohonan yang besar dan teman-temannya menghilang. Dia tidak harus melakukan apa, alat komunikasinya bahkan tidak bisa digunakan.

"Untuk sekarang, mari keluar dulu dari hutan ini."

Dia meneguhkan hatinya dan mulai melangkah untuk mencari jalan keluar dari hutan. Dia mencoba pergi ke arah selatan setelah mendengar suara di kepalanya, untungnya kompas yang dia bawa masih berfungsi. Dia berjalan ke selatan mengikuti jarum kompasnya.

"Entah kenapa, hatiku selalu mengikuti apa yang dikatakan oleh suara yang muncul di kepalaku."

Zakiel mempercepat langkahnya, dia melompati akar-akar pohon besar yang berdiri kokoh. Beberapa menit kemudian, dia mendengar suara tanah yang bergemuruh seperti terkena gempa.

Dia berhenti di bawah pohon besar dan menyentuh tanah dengan telapak tangannya. Dia dapat merasakan tanah yang dia pijak bergetar, kemudian getaran selanjutnya bahkan lebih besar hingga membuat pohon besar yang berdiri dengan kokohnya itu bergoyang dan menjatuhkan daunnya.

Hatinya berdetak sangat kencang, kepalanya mencoba untuk berpikir keras apa yang sebenarnya terjadi. Lalu, suara teriakan terdengar olehnya.

"Tolong!!"

Hatinya ingin menolong orang yang meminta tolong itu, tapi tubuhnya berkata lain—dia membeku disana tidak mampu menggerakkan tubuhnya.

Itu adalah pengalaman pertamanya merasakan rasa takut akan kematian dan ketegangan sebesar itu, setelah akhirnya terbiasa dengan tekanan pria paruh baya di gang kecil tadi.

'Apa-apaan ini, tubuhku tidak mau bergerak... Apa aku pernah merasa takut seperti ini sebelumnya....'

Suara minta tolong itu kian membesar, terdengar seperti seseorang di ambang kematiannya. Zakiel berpikir, memangnya apa yang sedang dia hadapi sehingga membuatnya berteriak hingga seperti itu.

Dia memaksakan tubuhnya untuk bergerak dan akhirnya perlahan bergerak, dia berjalan sembunyi-sembunyi dari akar ke akar dan tibalah di pohon besar yang dekat dengan asal suara datang.

Dia mengintip dari balik pohon, menemukan seseorang yang memiliki figur seperti manusia dan memiliki telinga panjang seperti elf—tetapi lebih pendek dari telinga elf, berusaha melarikan diri dari makhluk besar dan tinggi dengan satu mata besar yang hampir menutupi wajahnya.

'Makhluk dengan satu mata dan ukuran badan yang besar, aku pernah melihatnya di buku di perpustakaan saat itu... Kalau tidak salah, namanya Cyclops.'

Saat Cyclops tersebut berjalan dengan santainya mengejar mangsa kecilnya, Zakiel bertengkar dengan dirinya sendiri. Biarkan, atau selamatkan.

'Tapi aku tidak mengenalnya, untuk apa menyelamatkannya?'

Zakiel hanya menonton dari balik pohon, menunggu takdir apa yang dimiliki makhluk menyerupai manusia dan elf itu, apa dia akan mati atau secara ajaib berhasil lolos dan hidup?

Dia lalu terjatuh ke tanah, kakinya sudah tidak kuat bahkan hanya untuk berdiri saja. Dia mencoba merangkak di tanah, tapi Cyclops yang mengejar semakin dekat.

"Selamatkan...."

"Ap—?!"

Tubuh Zakiel bergerak sendiri, dia seperti sedang dikendalikan oleh sesuatu. Dia melompat keluar dari persembunyiannya lalu berlari ke arah Cyclops dengan sebuah batu di tangannya.

"Tu-tunggu! Kenapa tubuhku!?"

Mereka yang mendengar suara datang mendekat, langsung menoleh ke arah suara tersebut dan melihat seorang manusia berambut hitam berlari ke arah mereka.

"Ma-manusia?! Kenapa bisa ada disini?!!"

"Ugu, ugu. Manusia... Daging lezat... Nyamm...."

Melihat Cyclops yang mengejarnya berbalik arah dan perhatiannya teralihkan pada manusia itu, makhluk menyerupai manusia dan elf merangkak menuju pohon besar terdekat dan bersembunyi.

Zakiel berhenti tepat di depan Cyclops tersebut yang meneteskan air liur yang menjijikkan, sangat sangat menjijikkan dan bau.

"Ha-halo...."

"Daging—lezaaaaattt!!!"

Cyclops itu bersemangat, dia memukuli tanah berkali-kali membuat tanah bergetar sangat hebat. Makhluk ini yang berada di depannya membuka mulutnya dan menampakkan gigi-gigi runcingnya.

Zakiel tidak bisa menggerakkan badannya, dia berdiri di hadapan makhluk yang besarnya 3x lipat darinya.

Saat tiba Cyclops itu meluncurkan pukulan horizontal ke tanah, tubuh Zakiel bergerak dan menghindar dari serangan itu, kemudian melemparkan batu yang dia genggam di tangannya.

Batu itu terlempar dengan kecepatan tinggi dan mengenai mata besar dari Cyclops, membuatnya mengerang kesakitan dan menyerang membabi-buta karena tidak bisa melihat.

"Manusia itu aneh sekali, caranya berpakaian, caranya bertarung. Terlebih lagi, dia memiliki bau yang sama seperti Calamity."

Makhluk menyerupai elf itu mengintip pertarungan Cyclops dengan manusia berpakaian aneh berambut hitam.

Zakiel mengambil batu lagi lalu mengepalkan tangannya. Dia perlahan membuka sedikit kepalannya dan sebuah nyala api keluar dari celah jarinya.

"Manusia... Daging!!!"

Zakiel mengambil posisi melempar efektif, lalu dengan sekuat tenaga melempar batu di kepalan tangannya yang dibalut api sambil berteriak, "Kaulah dagingnya!"

Batu yang dibalut dengan api itu melesat seperti sebuah roket setelah dilempar, menembus perut dari Cyclops dan meninggalkan sebuah lubang di perutnya.

"Menyeramkan! Sihirnya sangat menyeramkan!! Dia tidak perlu mengucapkan mantranya untuk membuat sihirnya, apa semua manusia melakukannya seperti itu? Hebat, sangat hebat!"

Cyclops itu tumbang berlimpah darah dari perutnya. Zakiel bobrok dan duduk 'seiza'—cara duduk di Jepang—dengan nafas terengah-engah. Akhirnya, dia bisa menggerakkan tubuh beserta tulang dan ototnya.

'Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi yang tadi sangat menegangkan. Perasaan apa ini, kenapa aku malah senang ketika hidupku yang menjadi taruhannya—tidak tunggu, memang begitulah cara hidupku selama ini!'

Zakiel melepaskan tawa kecil dan menghela nafas panjang. Dia bangkit berdiri dan tersenyum melihat tangannya yang dikepalkan.

'Mencuri, membunuh, mengganggu, menjadi musuh negara, semua itu mempertaruhkan nyawaku. Hahaha, tentu saja, kenapa aku menjadi ragu-ragu hanya karena berada di tempat yang asing... Selama aku masih hidup dan mempertaruhkan nyawaku untuk bertahan hidup, tidak perlu ada yang diragukan!'

"Benar, kan. Darc, Yonmu, Glider!"

Dia melihat ke belakang karena mendengar suara langkah kaki dan tidak sengaja menyebutkan nama teman-temannya. Tapi, dia tidak menemukan ketiga temannya itu melainkan hanya seorang perempuan dengan telinga runcing yang panjang sedang melambai padanya.

"Ha-hai... Te-terima kasih sudah menyelamatkanku!"

Zakiel berbalik menghadap perempuan itu dengan senyum masam yang terpasang di wajahnya.

"Tidak apa-apa. Itu juga bukan keinginanku untuk menolong orang asing."

Mendengar ucapan tersebut, perempuan tadi hanya bisa tersenyum dengan sikap manusia laki-laki di depannya, dia menganggap orang itu seorang yang memiliki harga diri tinggi atau malu untuk menyampaikan perasaannya.

"Iya, iya. Aku tetap berterima kasih. Namaku Ceiti, ras Daemon. Salam kenal, manusia!"

"Oh, ah, ya. Aku Zakiel, seorang manusia, kurasa?"

"Pfftt, hahaha, kamu lucu Zakiel...."

"Ngomong-ngomong, ini dimana?"

Ceiti tersedak mendengar ucapan manusia aneh di depannya.

"Apa maksudmu, kamu tidak mungkin kesini tanpa mengetahui hutan ini, kan? Tersesat juga tidak mungkin, karena hutan ini memiliki pintu masuk khusus!"

"Aku benar-benar tidak tahu hutan ini. Yang kuingat terakhir kali, aku dan temanku dikejar oleh seorang pria tua sialan, lalu kami melarikan diri menuju pintu besi di gang kecil. Saat aku tersadar, aku tiba-tiba terbangun di hutan ini dan teman-temanku menghilang."

"Umm, ahh, cukup rumit. Aku tidak tahu apa yang kamu maksud dengan pria tua yang mengerjamu dan pintu besi di gang kecil? Tapi, aku cukup yakin jika kamu memasuki sebuah portal teleportasi yang berada di balik pintu itu."

"Portal teleportasi?! Jadi mereka sedang mengembangkan hal itu!"

"Mereka... Siapa?"

"Pemimpin Ragnar dan antek-anteknya."

"Ragnar?? Ah, pokoknya kamu itu di teleportasi kesini, benua iblis. Di benua ini hanya ada ras iblis saja yang hidup di seluruh benua ini. Dan hutan ini adalah gerbang masuk untuk ke benua iblis, tapi untuk keluar dari benua iblis ini, aku pun tidak tahu bagaimana caranya. Hanya tetua saja yang tahu hal itu."

"Benua iblis? Ras iblis? Aku tidak mengerti hal ini, apa aku di teleportasi ke dunia lain...?"

Zakiel memegang dahinya, otaknya berusaha mengolah informasi yang dia dapat dari lawan bicaranya tentang iblis ini dan itu, namun hasilnya nihil. Dia tidak percaya sebuah gerbang teleportasi kecil dan tersembunyi yang dapat menghubungkan dua dunia, selain gerbang Calamity yang masuk ke dalam pelajaran sejarah di dunianya.

Next chapter