webnovel

Liontin Merah Delima

Ini kisah seorang gadis yang medapatkan sebuah Liontin dari sang mama. Liontin itu telah bersama keluarganya turun temurun, menjaga dan mendampingi keluarga itu. Bersama Liontin itu Dilla, nama gadis itu, menjalai hidupnya seperti gadis yang lain, sekolah belajar dan berusaha meraih cita-cita. Yang berbeda hanyalah pengalamannya akan dunia dewasa bersama para lelaki, guna menemukan cinta sejatinya dengan bantuan liontin tersebut yang selalu bisa mengembalikan kesuciannya setelah berpetualang panas dengan para pria tersebut. Apakah Dilla bisa menemukan cinta sejatinya? Lalu siapakah cinta sejatinya?

Happy_Nessal · Fantasy
Not enough ratings
2 Chs

Bab 02 Kisah Masa Lalu

Waktu itu adalah satu minggu setelah aku menyelesaikan segala ujian di kelas tiga SMP, tingga nenunggu pengumunan dan berdoa semoga usaha terbaikku mendapatkan hasil yang terbaik pula. Seminggu ini, aku sibuk dengan meneliti kembali jawabanku dan kalau aku tidak salah dalam menghitamkan lingkaran-lingkaran pilihan itu. Maka, jawabanku seratue persen memuaskan. Kecuali bahasa, karena tidak ada yang benar dalam bahasa.

Setelah satu minggu berkutat dalam kesibukan yang aku ciptakan sendiri, akhirnya aku memiliki waktu untuk kekasihku. Ah lupakan! Kata kekasih terlalu berlebihan untuk romansa anak ingusan seperti ku waktu itu. Aku sangat senang saat itu. Pacar pertamaku namanya Ferry, dia cowok famous di sekolahku waktu itu. Cinta? Kurasa tidak. Yang aku tahu, ada rasa bahagia karena bangga bisa memiliki seorang cowok yang di kejar-kejar oleh cewek lain. Kalian tahulah perasaan ini.

Langsung saja hari sabtu itu, ketika kami anak kelas tiga diperbolehkan untuk pulang. Aku langsung mencari Ferry. Kalau seandainya aku hidup di dalam komik, mungkin wajahku sudah di kelilingi oleh bunga-bunga yang cantik karena saking sumringahnya aku saat itu.

"Fer!" Panggilku ketika ia masih berkumlul dengan teman-temannya yang satu klub basket dan satu geng tentunya.

"Ikut gue!" Katanya setelah aku berada di depannya.

Tentu saja aku yang saat itu masih polos, langsung mengikutinya. Sedikit heran dengan raut wajah juteknya saat itu, namun segala pikiran burukku aku tepis. Apa aku melakukan kesalahan padanya? Kalau iya, kesalahan ala yang telah aku lakulan padanya?

"Fer, kita mau kemana sih?" Tanyaku yang takut tak kala kami berdua mencapai kawasan gedung kosong. Jaraknya memang tidaj terlalu jauh dengan area sekolah tetapi ini kawasan yang jaran di datangi dan dilewati oleh orang.

"Fer! Ini serem lho!" Rengekju lagi ketika Ferry semakin kedalam rengekanku. Aku langsung menutup mulutku dan mengikuti Ferry dalam keadaan diam, kami semakin masuk menuju kebelakang gedung tersebut yang ternyata ada lahan kosong, ada beberapa tumpukan orang, bekas api unggun. Mungkin saja ada beberala sekumpulan preman yang nongkrong setiap malam di sini dan membuat api unggun.

"Fer..." Panggilku ketika kami bergenti dekat bekas api unggu tersebut.

"Loe selingkuh dari gue." Katanya, yah itu adalah pernyataan bukan pertanyaan.

"Hah apaan sih Fer? Siapa yang selingkuh?"

"Loe yang selingkuh!" Dia membentakku.

"Kok bisa? Gimana ceritanya aku selingkuh?"

"Loe nggak dateng malem minggu kemarin."

"Hah? Cuman gara-gata itu, kamu nuduh aku selingkuh?"

"Cuman?" Dia melotot kepadaku. "Cuman loe bilang?" Nafasnya naik turun menandakan bahwa dia sangat marah saat itu. "Gue sama temen-temen gue udah booking kamar. Semua pacar mereka datang, hanya pacar gue yang nggak datang."

Memang beberapa minggu yang lalu, Ferry bilang kalau dia dan temen-temennya akan membooking beberapa kamar untuk mereka dan pasangan masing-masing. Untuk merayakan keberhasilan mereka terhadap ujian kelulusan. Memang bagaimanapun nilainya, kami semua akan lulus. Tapi, merayakan kelulusan sebelum pengumuman itu, bukanlah hal yang bijak. Dan lagi pula, aku langsung menolaknya saat itu.

"Dan aku sudah nolak saat itu."

"Kan gue juga udah bilang, tidak ada penolakan Dill! Loe harus datang!"

"Fer, dari awal pacarankan aku udah bilang, aku bukan oenganut free eex dab lagian kita juga belum cukup umur."

"Halah! Alasan loe, gue udah siapin oengamana kok, jadi aman." jatanyabyang semakin menyolot. "Umur? Loe tahu Cila? Temen sebangku loe itu, udah nggak perawan semenjak SD dan temen loe yang namanya Umi itu juga dateng kik, dia pacarnya iqbal."

"Itu pilihan mereka, taoi pilihanku adalah aaku menunggu untuk cukup umur." Kataju. "Kamu lupa apa yang diajarkan pada kita tentang sex yang terlkau dini dari dinas kesehatan kemarin?"

Memang itulah yang aku ketahui dari penyuluhan kemarin, sex terlalu dini dapat merusam organ relroduksi, terutama pihak wanita. Wanita adalah pihak yang paling banyak merugi akan resiko sex yanh terlalu dini. Memang kalau dilihat dari apakah mereka sudah menstruasi apa belum, banyak wanita yang saat ini sudah menstruasi saat memasuki SMP. Namun, sex tidak hanya mempertimbangkan tentang matang secara fisik namun juga psikis. Dan aku belum siap untuk mengambil resiko apapun jenisnya.

"Fix, loe emang nggak mau bukti'in kalau loe sayang sama gue."

"Sayang nggak hanya bisa di buktikan lewat itu."

"Halah! Emang apa buktinya loe sayang sama gue?"

"Aku kerjain semua tugas kamu, nemenin kamu saat main basket. Nurutin apa mau kamu. Kamu ingin hp baru aku beli'in, kamu ingin baju baru aku kasih buat kamu, kamu... "

"Oh, jadi ceritanya saat ini loe ngungkit-ngungkit semuanya gitu? Iya?"

"Kamu kok kayak gini sih Fer? Tahu nggak pertengkaran kita ini, tidak sesuai dengan apa yang kita kenakan saat ini! Kita baru aja menyelesaik ujian Nasion minggu lalu." Kataku galak. Aku sudah muak dengan pertengkaran ini. Pertengkaran yang tak ada gunanya.

"Oh sekaeang loe berani sama gue?" Ferry berkacak pinggang.

"Kamu masih emosi tingkat tinggi, kita bicara besok!" Aku berniat untuk meninggalkannya.

"Mau kemana loe?" Ferry menarik tanganku, mencegahku untuk pergi.

"Lepas Fer!" Aku mencoba untuk mengibaskan tanganku nerharap semoga crkalan tangannya bisa lepas dari lenganku.

"Jangan harap loe bisa pergi dari sini!"

"Mau loe apa sih?" Aku melotot padanya kini, aku memakai loe gue."

"Oral gue!" Katanya yang masih menahanku dengan satu tangan dan tangan yang satunya mencoba untuk menbuka ikat pinggang yang ada cap nama sekolah kami.

"Loe emang gila Fer!" Aku langsung saja menendang tulang keringnys dan ia kini berteriak kesakitan, cekalannyapub terlepas. Tentu saja aku langsung kabur tanpa permisi.

Naasnya adalah belum jauh aku berlari, Ferry berhasil meraihmu dan menjatuhkanku di atas tanah merah. Seragam atasku yang berwarna putih kini telah ternoda, jangan sampai diriku juga ternoda. Ferry langsung duduk di dadaku mencoba mengeluarkan miliknya.

"Tollloongg!!!Tolloongg!!" Teriakku, bergarap seseorang menyelamatkan diriku, harga diriku.

"Diam!" Ferry membungmam mulutku.

"Ahh!" Lantas saja aku menggigit tangannya.

"TOLLONGGG!!!" Teriakku sekali lagi.

'Plak!' Ferry menamparku hingga pipiku memerag, aku menatap nyalang padanya. Orang tuaku saja tidak pernah menamparku, berani-beraninya dia menamparku.

"Loe brengsek Fer!" Makiku.

"Yah, gue brengsek." Dia tertawa jahat. "Dan gue bakalan dapetin loe!" Katanya yang mai siap menurunkan celananya.

"Oh Tuhan tolong aku!" Aku menutup mataku, tak ingin melihat Ferry yang semakin menggila.

"Ngapain loe tutup mata Dill? Sini liat punya gue yang... " Kalimat Ferry tiba-tiba terputus dan beban yang terasa meindihku telah hilang.

Aku membuka mataku dan mendapatkan Ferry telah berguling di tanah, bajunya yang semula bersih kini penuh noda. Lebih kotor dari seragam milikku.