webnovel

Hubungan Kami

"Sarapan dulu, Nak?" Mama gegas menghampiri ku, mengingatkan hal yang seperti biasa yang akan kami lakukan setiap pagi hari sebelum nya. Sebelum hal yang begitu menyakitkan menghujam egoku.

"Nggak usah, Ma. Aku lagi buru-buru. Lagian Abang juga lagi ada kelas pagi di kampusnya hari ini."

"Ameera!" Mama gegas menangkap lenganku sebelum aku benar-benar berhasil kabur darinya. "Kamu ada masalah, Nak? Jangan berbohong! Mama tahu bagaimana sifat kamu!"

"Aku cuma lagi banyak pikiran. Mama nggak usah khawatir," jawabku dengan memberanikan diri memandang balik tatapan Mama.

"Mama tidak begitu terlalu setuju kalau kamu sekarang lebih terlalu dekat dengan Nico, apalagi sampai menginap di tempat dia."

"Kenapa?" tanyaku acuh, meski pun sebenarnya aku sudah tahu dasar alasan kekhawatiran Mama itu. "Sebelumnya Mama nggak pernah tuh sekhawatir ini padaku waktu aku pergi ke apartemen Abang."

Mama tidak langsung menjawab ucapanku, Mama hanya melemparkan tatapan memohon di mengerti padaku.

"Mama ngga usah khawatir. Aku akan jaga diriku sendiri mulai dari sekarang. Mama pun juga bisa tenang berhubungan dengan Oom Malik. Aku sudah nggak ada keberatan lagi sama sekali."

"Jadi ini ada hubungannya dengan Malik?"

Aku menghela nafas panjang. "Ma, aku cuma lagi ti--"

"Jangan bohong!" bentak Mama dengan menaikkan beberapa oktav nada suaranya. "Kenapa kamu tidak mau jujur sama Mama?! Apa ini ada pengaruh dari Nico??!"

"Jangan jelek jelekkan Bang Nico!!" tanpa sadar suaraku juga malah ikut meninggi. "Kalau Mama memaksa, baik! Akan aku jelaskan semuanya! Kak Zeus adalah pacarku! Zeus, anak nya Oom Malik, adalah kekasihku! Dan laki laki itu lebih memilih untuk menjaga hubungan kalian di bandingkan mempertahankan hubungan kami sendiri!"

"Ke... kenapa kamu tidak bilang dari awal? Mama kira Nak Zeus mendekati kamu karena dia tahu ada hubungan lebih antara Mama dan Malik."

Aku menggeleng kepala saja. "Sudah lah... Aku mau berangkat ke kampus sekarang." Aku langsung saja gegas menepis tangan Mama. Langkahku gegas setengah berlari saat menghampiri Bang Nico yang masih setia menunggu di depan gerbang rumah kami.

"Tadi gua denger Lo teriak teriak."

"Nggak usah di bahas. Kita langsung ke kampus aku dulu, ya?"

Bang Nico menurut saja. Laki laki itu pun menancap gas melaju membawa motornya ke arah kampusku. Untung saja masih ada beberapa menit lagi sebelum kelas di mulai. Tanpa ku minta, Andin dan Laras ternyata sudah menungguku di depan pintu gerbang kampus.

"Nanti gua jemput," ucap Bang Nico sebelum meninggalkanku dengan Andin dan Laras.

"Lo udah enakan belom?" tanya Laras berbisik ketika kami tengah berjalan beriringan menuju kelas. "Kita sengaja nungguin Lo di depan pintu gerbang, supaya Lo bisa sedikit mudah mengindari Kak Zeus. Gua pikir, Lo masih nggak enak hati kalau bertemu Kak Zeus lagi."

"Makasih, ya," aku meremas tangan Laras. "Bohong kalo gua bilang gua sekarang baik baik saja. Tapi, semua badai pasti akan bakal terlewatkan, kan?"

Andin ikut menggenggam tanganku. Kita bertiga langsung jadi melow karena masalah yang aku miliki.

"Tadi pagi akhirnya gua bisa bilang ke Mama kalau sebenarnya gua ada hubungan khusus dengan Kak Zeus."

"Lalu?" tanya Andin penasaran.

"Gua langsung kabur."

"Mau kita temenin pulang ngampus, gak, nanti ke rumah kamu?"

Aku menggeleng kepala lemah. "Untuk sementara ini, gua mau tinggal di apartemen Bang Nico dulu."

"Lo belum cerita banyak tentang abang Lo itu ke kita kita?"

"Namanya Nico. Bang Nico kuliah di Universitas Kedokteran Pamungkas. Kadang Bang Nico mudah judes kalo lagi bad mood. Orang juga sombong, jelek, nggak tahu diri!" aku tiba tiba terbahak. "Tapi ternyata dia bukan kakak kandung gua."

"Hah?! Seriusan?!" Andin dan Laras kaget melongo bersamaan.

"Jadi Mama gua itu..." aku berhenti sejenak, menimang memilih kata yang enak untuk di dengar, bahkan oleh telinga aku sendiri. Jujur, aku masih bisa belum menerima kalau Mama dulunya sudah merebut suami dari majikan sekaligus sahabat dari orang lain. "Mama gua nikah sama bokap nya Bang Nico waktu Bang Nico masih duduk di bangku SD."

Aku termenung, tiba tiba menyadari sesuatu. Mama mencuri Papa dari istrinya ketika Bang Nico masih duduk di bangku sekolah dasar. Kenapa? Alasannya apa? Cinta kah? Meski pun perbuatan Mama tidak bisa di benarkan sedikit pun tentang merebut suami orang, tapi toh Mama tetap saja melakukannya?!

Kali ini, dengan Oom Malik. Ya, Oom Malik memang tidak memiliki istri lagi. Tapi, dengan Kak Zeus yang sering datang main ke rumah, apa tidak ada kecurigaan sedikit pun bahwa aku dengan laki laki itu ada hubungan khususnya? Kenapa Mama sekali pun tidak pernah bertanya?

Apa karena mereka berdua adalah orang kaya, dan Mama jadi enggan atau signifikansinya tidak mau untuk melepaskannya?

"Ra? Ameera?"

Aku mengerjapkan mata beberapa kali. Pemikiran gila yang baru saja terlintas di kepalaku tiba tiba terasa terjadi masuk akal.

Mama menikah dengan Papa karena kekayaan yang dimiliki oleh Papa. Lalu kini malah memiliki hubungan dengan Oom Malik dan seakan seperti menutup mata perihal hubunganku dengan Kak Zeus, dan pasti juga karena Oom Malik adalah termasuk orang kaya.

"Tunggu dulu! Ini harus aku pastikan dulu semuanya dengan jelas! Aku sudah memberi tahukan mengenai hubunganku yang sebenarnya dengan Kak Zeus pada Mama. Aku harus menunggu reaksi Mama dulu mengenai ini.

Jika Mama mau rela melepaskan Oom Malik dan mau meminta Kak Zeus untuk kembali lagi padaku, aku pasti bisa bernafas lega. Semuanya akan menjadi jelas, namun jika hasilnya malah sebaliknya... maka...

***

Kami saat ini tengah duduk melingkar di sebuah meja makan di dalam sebuah restoran berkelas bintang lima. Malam ini terasa dingin, tapi Mama malah memintaku dan Bang Nico datang ke jamuan makan malam yang Oom Malik adakan.

Sebelumnya, Mama memintaku untuk agar mau kembali lagi ke rumah, dan memakai pakaian yang menurut dirinya pantas untuk aku kenakan.

Tentu saja aku terang saja menolak untuk setuju dan menurut. Aku toh merasa pantas saja dengan apa dan bagaimana pun aku berpakaian. Dan Oom Malik harus bisa menerima semua itu.

Aku dan Bang Nico memilih memakai pakaian seadanya saja. Kami sepakat akan kabur dari sana setelah lima belas menit berlalu nantinya.

"Maaf soal hubungan kalian," Oom Malik mulai menbuka pembicaraan. Laki laki di sebelahnya tampak menoleh kaget pada Oom Malik, lalu berganti pandang melihat padaku.

Aku gegas buru-buru mengalihkan mata ke arah jendela yang menampakkan jalanan kota malam itu.

"Aku sudah bicara sama Ameera. Kita sepakat menjadi hubungan kakak adik, dan mendukung setuju hubungan Papa dan Tante Rebecca," jawab laki laki itu memotong ucapan Oom Malik.

Hatiku langsung luluh lantah hancur mendengarnya.

"Benar begitu, Ameera?" Oom Malik balik bertanya memastikan apa yang laki-laki itu dengar.

"Ya."

"Kalau begitu kamu juga tidak keberatan, Nico?"

Bang Nico terkekeh pelan mendengar pertanyaan baruasan yang di tuju padanya itu. "Sejak kapan pendapat saya juga ikut dalam hitungan?"