webnovel

Sosok suamiku dalam gelap

Hari semakin sore, adzan Maghrib pun berkumandang. Jalanan depan rumah begitu sepi, tak ku dengar lagi suara anak anak kecil berteriak, bermain dan berlari bersama saling mengejar seperti siang tadi.

Ku buka kembali ponselku, berharap suamiku mengirimkan pesan atau menelpon. Janjinya semalam hanya setengah hari, tapi sampai Maghrib ponsel nya tak bisa ku hubungi.

"Sebenarnya kemana kamu pa?" Tanyaku dalam hati, khawatir? Pasti, karena dia tak pernah sekalipun seperti ini.

Jam dalam ponsel menunjukkan waktu 22.00 malam, semakin lama aku semakin khawatir. "Kemana aku harus mencarinya? Kemana aku harus bertanya? Sedangkan temannya tak ada satu pun yang aku kenal." Ku pandangi lagi layar ponselku, berharap mas Awi tiba tiba menelponku.

"Brak.. brak.. brak..!!

Gedoran pintu rumah terdengar begitu keras. Aku yang baru saja tertidur, sontak berdiri dan berlari ke arah pintu. Ku abaikan kepalaku yang tiba tiba pusing dan tubuh yang sedikit limbung. Tak terpikirkan hal aneh apapun, tak terbayangkan jika yang menggedor pintu rumah tengah malam adalah setan yang berniat menggoda atau orang jahat. Yang ada di benakku, suamiku di balik pintu itu.

"Dasar wanita jalang.." tubuhku yang masih setengah sadar tiba tiba terpental setelah seseorang mendorongku begitu keras. Kurasakan sakit di bagian perutku dan punggungku.

"Papa..!" Teriakku shock.

"Apa yang terjadi? Kenapa tiba tiba dia kalap, seperti orang kesetanan." Tanyaku dalam hati tak percaya, mas Awi yang selama ku kenal sabar dan kalem, tiba tiba berubah liar.

"Kemana saja kamu? Seharian aku telp nadanya sibuk terus. Telp siapa saja kamu seharian ? Hah ?" Di rampasnya ponselku dari genggaman tanganku, di bukanya satu persatu lalu di banting nya hingga hancur berkeping-keping.

Aku yang tak tau maksudnya hanya bisa menangis terkejut, di sudut ruang tamu.

"Kamu kenapa pa ? Pulang bukannya salam, malah marah marah. Aku seharian nunggu kabarmu, ponsel gak bisa di telp. Bilang pulang siang, tengah malam baru pulang, marah marah gak jelas. Mau mu apa ?" jawabku dengan terisak-isak.

"Haaah.. alasan." Jawabnya melewatiku dan masuk ke dalam kamar sambil membanting pintu.

Aku yang masih terpaku di ruang tamu, tak tau harus berkata apa. Hanya bisa menangis dan mengelus elus perutku yang tiba tiba kaku mengejang, seperti si calon adek bayi tau apa yang terjadi pada mamanya. Berjam jam aku berdiam diri di ruang tamu, ku matikan lampu dan mengambil wudhu. Berniat melakukan sholat Tahajud.

"Allahuakbar.." Sholatku kali ini benar benar membawa kabar sedih dan perih pada pemilikKu. Dia yang selama ini begitu sabar dan baik, tiba tiba berubah dalam sekejap. Bahkan aku sendiri tak tau apa masalahnya.

"Assalamualaikum warahmatullah.. Assalamu'alaikum warahmatullah.." setelah salam, ku tadahkan tangan seraya berdoa, meminta ampun atas salah dan khilaf kami, memohon petunjuk atas apa yang telah kami lalui.

Aku bersimpuh duduk di atas sajadah dengan deraian air mata, dadaku begitu sesak, buliran buliran air mata pun tak mampu aku tahan hingga tumpah begitu derasnya. Dengan tangis yang terisak aku terus berdoa di kamar depan, pintu sengaja aku buka lebar agar udara masuk, karena di kamar depan kami tak sempat memasang kipas angin atau AC. Hujan malam ini begitu deras, petir menyambar nyambar. Seakan memahami aku yang sedang terluka.

"Apa ? Kenapa? Kamu tiba tiba marah gak jelas." Kulihat mas Awi tiba tiba duduk di ruang tamu menghadapku dengan mata merah menyala. Tanpa menjawab dia menatapku seolah ingin memakanku.

"Haaaaah.. haaaah.. haaaaaah.." aku yang menatapnya, kaget. Ada suara orang berteriak kencang dari arah kamar belakang.

"Astaghfirullah haladzim, paa !!" Teriaku mengguncang tubuhnya yang masih memejamkan mata, namun mulutnya berteriak tak jelas. Akhirnya ku putuskan mengambil air di gelas.

"Maaf pa. Bismillah.." ucapku dan menyiramkan air pada wajahnya.

Mas Awi pun terbangun, mengatur nafasnya. Wajahnya berubah, bukan wajah emosi yang aku temui saat dia pulang kerja tadi.

"Aku mimpi ma, ada sosok hitam besar berbulu sedang mendekatimu dan anak kita. Niatku ingin mengusirnya dengan berteriak. Tapi aku tak sanggup berkata kata."

Aku terdiam sejenak, jika di kamar ini suamiku. Lalu siapa sosok laki laki yang menyerupai suamiku di ruang tamu tadi?

Tubuhku meremang, ketakutan kembali menghampiriku.

"Aku melihatmu di ruang tamu pa, tapi .. kalau papa di sini, siapa tadi di ruang tamu?" Tanyaku dengan mata berkaca-kaca,ketakutan.

"Tidur sini ma, maafkan papa tadi yang emosi. Papa hanya panik, gak bisa menghubungimu. Sedangkan mobil papa bermasalah seharian, maafin papa." Di peluknya tubuhku erat, di ciumnya perutku sambil berbisik " maafin papa sayang."

"Besok ikut papa saja kerja, besok papa ada tugas ke Banyuwangi. Kasian kalau mama sendirian dirumah, papa juga gak tenang." Lanjutnya menciumku dan kami pun kembali ke alam mimpi.