7 My first date

"Ayo.. nanti kita telat," ajak Sandra pelan. Mata nya masih menghindari pandangan Evan yang masih betah memandanginya.

Seakan tersadar Evan mengangguk.

"Yuk," , Evan berdiri dan langsung menggenggam dan menarik tangan Sandra. Sandra cukup kaget melihat tingkah Evan. Jantungnya berdebar lagi. Tapi dia diam saja, membiarkan Evan tetap menggenggam tangannya, sampai di depan mobil, Evan membukakan pintu mobil dengan sopan.

"Silakan nona," godanya sambil mengedipkan mata. Sandra tambah tersipu. Dia cuman mengangguk dan segera masuk. Evan menyetir dengan kecepatan tinggi, beruntung saja jalanan hari ini cukup bersahabat. Setelah memarkirkan mobil, Evan buru-buru membukakan pintu mobil untuk Sandra, kembali memegang tangannya. Sandra menyambut tangan Evan dengan kikuk dan ragu-ragu. Mall ini cukup sering dikunjungi oleh rekan-rekan kerjanya di rumah sakit, bagaimana kalau ada yang melihat, pikirnya.

"Bisa-bisa nanti muncul gosip di rumah sakit," pikirnya lagi sambil melepaskan pegangan Evan.

Evan langsung menangkap telapak tangan Sandra dengan cepat, lebih erat dari sebelumnya, saat Sandra hendak melepaskan pegangannya. Seakan tak peduli Evan tetap menggenggam dengan santai, berjalan ke arah bioskop. Sandra memperhatikan lelaki itu, Evan membalas pandangan Sandra lengkap dengan senyuman manis.

"Kamu lapar ya? Kita makannya nanti selesai nonton ya, udah ga sempe..udah mepet soalnya..kamu ga kelaparan kan? biasanya perut kamu bunyi-bunyi kalau laper, " goda Evan.

"Sial..kenapa kejadian di IGD masih tetap diingat Evan, gerutunya, bibirnya terlihat lebih maju karena cemberut.

Evan tertawa melihat reaksi Sandra.

"Bercanda, " balasnya cepat. Tangannya menggenggam Sandra lebih erat, menarik tubuh Sandra lebih dekat. Sandra tidak berusaha melepaskan genggaman itu, dia hanya berharap tidak ada orang yang dia kenal melihat mereka bergandengan tangan. Evan meminta Sandra untuk berjalan lebih cepat. Setengah terengah-engah, mereka akhirnya sampai di teater bioskop. Evan menuntun Sandra sampai ke tempat duduk, teater ini cukup ramai hari ini. Sandra sendiri sebenarnya tidak terlalu mengerti film yang akan ditontonnya, bahkan dia sepertinya sudah beberapa bulan tidak pernah ke bioskop, malam minggunya lebih suka dihabiskannya dengan beristirahat di rumah atau bekerja. Evan terlihat antusias menunggu film, ia tidak lagi memperhatikan Sandra disampingnya, pandangannya tertuju pada layar didepan, tak sabar menunggu film mulai. Diperjalanan tadi dengan semangat Evan bercerita mengenai ulasan film yang akan mereka tonton, sementara Sandra hanya membalas dengan anggukan atau beberapa kata seperti "oh", "hmmm", atau "oh ya". Sandra sebenarnya tidak terlalu perduli dengan cerita Evan, dia hanya senang melihat wajah semangat Evan, matanya begitu hidup.

"Mulai," bisik Evan, sambil menarik telapak tangan Sandra, menggenggamnya dengan nyaman. Sandra sudah tidak perduli, dia justru tersenyum. Siapa juga yang akan menyadari, pikirnya. Teater ini begitu gelap, tidak akan ada yang melihat.

Selesai menonton, Evan mengajak Sandra makan di sebuah cafe yang masih terletak di dalam mall. Ketika sedang asyik mengobrol, ada yang menepuk pundak Sandra. Wajahnya tegang, sambil membalikkan badannya, Sandra hanya berharap itu bukan salah satu orang yang bekerja di rumah sakit.

Ternyata itu Lila, dia bersama suami dan anaknya, Sandra menatap wajah Lila, berusaha mengatur ekspresinya sewajarnya mungkin, sementara itu Lila tampak kaget, ekspresinya penuh rasa penasaran, Sandra yakin sudah muncul berpuluh-puluh pertanyaan dibenak Lila saat ini.

"Sandra!"

"La," balas Sandra, dia langsung membuat kode meminta Lila untuk tidak bertanya yang aneh-aneh. Sandra lanjut menyapa suami Lila, Doni, yang sedang menggendong Reva, anak mereka, yang sedang tertidur pulas.

"Halo kak Lila," Evan langsung menyapa seniornya, mengangguk dengan hormat. Lila membalasnya, menatap wajah Evan dengan serius, Evan tersenyum dengan kikuk. Sepertinya ada seribu satu penasaran di pikiran Lila saat ini, tapi ada perasaan cemas tertangkap di wajah Lila juga, dua minggu terakhir Lila sering memergoki Sandra pulang bersama dengan Evan. Tapi Lila membaca dengan jelas dari ekspresi Sandra kalau dia tidak ingin Lila bertanya macam-macam saat ini, jadi dia hanya diam sambil memandangi wajah Sandra, lalu mengalihkan pandangan ke arah Evan, sedikit lebih lama.

"Berdua aja?" tanyanya sedikit menyelidik.

"Iya," Lila menjawab sambil mengangguk.

Lila hendak bertanya lebih lanjut, tapi suaminya sepertinya mengerti kalau Sandra sedang tidak ingin diganggu, Doni mencolek lengan istrinya memberi tanda untuk meninggalkan pasangan yang sedang berkencan ini. Lila menangkap perintah suaminya, mereka pun pamit dari sana. Sebelum pergi Lila kembali menatap Evan dan mengucapkan sesuatu yang Sandra tidak bisa dengar dengan jelas, Evan hanya mengangguk pelan. Sandra tidak terlalu memperhatikan hal itu, ia yakin hal itu tidak terlalu penting.

Selesai makan Evan bermaksud mengantarkan kembali Sandra ke rumah, dia melirik jam tangannya, masih jam 7, rasanya masih banyak waktu untuk melakukan aktivitas lain, pikirnya. Lagipula dia tidak ingin cepat-cepat pulang.

"Sandra, kita ke tempat lain dulu ya," pintanya.

"Mau kemana?" tanya Sandra.

"Ada.. udah deket ko, ga apa kan?kamu ga ada kerjaan malam ini?" jelasnya.

"Oke," jawab Sandra pendek. Apa lagi ya yang mau direncanakan laki-laki ini, pikirnya.

"Okee" sahut Evan.

Mereka memasuki tempat bermain bowling, mata Sandra berbinar-binar. Sudah lama dia tidak bermain bowling. Dulu saat ayahnya masih sehat, mereka sering bermain bowling bersama ditempat ini, bahkan Sandra sempat beberapa kali ikut kejuaraan bowling yang diadakan di tempat ini.

"Kita main bowling dulu boleh ya?" Evan bertanya.

"Boleh" balas Sandra. Sebenarnya baju Sandra ini benar-benar tidak cocok untuk bermain bowling, tapi sudahlah, pikirnya.

"Kamu bisa main bowling?" tanya Evan lagi

"Lumayan," jawab Sandra merendah.

"Ohya, oke, yuk" ajak Evan keluar dari mobil.

Evan mendaftar untuk dua orang. Ia memilihkan sepatu untuk Sandra. Evan lanjut menjelaskan mengenai permainan bowling dan jenis-jenis bola bowling. Sandra hanya manggut-manggut sambil tersenyum, ia hanya senang melihat Evan menjelaskan dengan semangat.

"Gimana kalau kita taruhan?" tanya Evan tiba-tiba.

"Taruhan??" balas Sandra bingung.

"Iyaa.. Nanti yang kalah boleh minta apaa aja..gimana?" jelasnya.

"Hmmm..menarik juga" pikir Sandra dalam hati.

"Boleh," jawab Sandra.

"Okai, siap-siap ya, nanti aku minta macem-macem," goda Evan sambil mengedipkan mata. Sandra hanya tersenyum melihat tingkah Evan. Lucu sekali, pikirnya.

Setelah melakukan suit, Evan menang, sehingga mulai lebih dulu. Setelah memilih bola, Evan memulai permainan, ia melempar bola dengan semangat, bola itu terlalu kencang sehingga tergelincir terlalu kekiri dan tidak berhasil menjatuhkan satu pin pun. Evan meringis, sedikit kecewa.

"Baru pemanasan," ujarnya sendiri sambil menggaruk kepalanya. Evan menggerakkan pergelangan tangan kanannya.

Kesempatan kedua, Evan sepertinya masih belum beruntung, nasib bola nya sama seperti bola pertama. Evan salah tingkah, menggaruk kepalanya lagi yang sepertinya tidak gatal. Wajahnya sedikit malu, ia menatap Sandra. Sandra sendiri berusaha sekuat tenaga menahan tawanya. Baru kali ini dia melihat Evan begitu salah tingkah, biasanya laki-laki ini selalu terlihat percaya diri.

"Giliran aku ya," ujar Sandra pelan.

Sandra memilih bola yang tidak terlalu berat. Lemparan pertama, Sandra berhasil menjatuhkan delapan pin. Tersisa dua pin di pojok kanan, dengan cermat Sandra membidik sisa pin itu, dan berhasil.

"Hmmm..lumayan," pikir Sandra memuji dirinya sendiri. Setidaknya sudah 7 tahun Sandra tidak pernah bermain lagi.

Melihat permainan Sandra, Evan langsung bersorak sambil bertepuk tangan.

"Hebaaatt," seru Evan.

"Aku cuman beruntung aja," jawab Sandra merendah.

Evan tertawa,

"Oke, giliran aku ya,", Evan bersiap-siap. Kali ini cukup lumayan, ia berhasil menjatuhkan lima pin.

Sandra berhasil melakukan double strike di giliran keduanya. Saking bahagianya, Sandra bersorak dan tanpa sadar Sandra melompat gembira. Evan sedikit terkejut melihat tingkah Sandra, baru kali ini dia melihat Sandra bertingkah lepas seperti ini, biasanya gadis ini lebih banyak berdiam diri, cenderung tidak berekspresi. Sandra baru tersadar setelah melihat Evan tertawa.

"Baru kali ini lihat kamu girang sekali," ujar Evan.

"Hehe.. iya ya," balas Sandra, malu.

Mereka terus bermain, dan sudah bisa ditebak, Evan kalah telak dari Sandra.

"Jadi, mau minta apa?" tanya Evan segera.

"Hhhmmm.. dipikirkan dulu, boleh?" balas Sandra.

"Apapun nanti aku kabulkan, " jawab Evan, tetap gombal.

Setelah selesai, Evan mengantar Sandra sampai ke depan pintu rumah Sandra.

"Hmmm..permintaannya boleh aku minta sekarang?" tanya Sandra ragu-ragu.

"Oh, tentu boleh, " sahut Evan cepat.

"Hmmmm..apa boleh bayaran kecelakaan aku kemarin diperpanjang dua minggu lagi?" pinta Sandra pelan. Sedetik kemudian, ia menyesali perkataannya itu,

Mata Evan membulat, senyumnya mengembang, ia menatap Sandra dengan lekat, yang membuat Sandra tambah salah tingkah.

"Kenapa?" tanya Evan penasaran.

"Eemm..ga apa, eh..tapi kalau ga bisa ga papa kok, aku minta yang lain aja, nanti dipikirkan lagi," sahut Sandra cepat sambil bersiap-siap membuka pintu rumahnya. Evan menarik tangan Sandra, sehingga Sandra berbalik, mata mereka saling bertatapan, wajah mereka dekat sekali, Evan memegang kedua pergelangan tangan Sandra sambil menatapnya dengan tatapan serius.

"Jangankan dua minggu, sebulan atau dua bulan juga boleh, aku senang jalan sama kamu," jawabnya, Evan menggenggam tangan kanan Sandra, dan mencium punggung tangan Sandra.

"Aku pulang ya," pamit Evan, setelahnya. Evan masuk ke mobil dan sebelum pergi melambaikan tangan ke Sandra sambil tersenyum.

Sandra sendiri masih membatu, mulutnya setengah terbuka, wajahnya terasa memanas karena malu. Sandra rasanya bisa mendengarkan detak jantungnya sendiri, ia memegang dada kirinya berusaha menenangkan diri, diliriknya punggung tangan kanannya, masih terasa hangat. Ia mencubit pipinya, sakit, jelas ini bukan mimpi, pikirnya.

Sandra masuk ke dalam rumah, dan senyumnya masih mengembang.

avataravatar
Next chapter