9 Merawat Aya

Selama hampir seminggu ini Sandra hampir tidak bertemu dengan Evan, mereka hanya bertemu secara tidak sengaja di kamar operasi, itupun hanya dua atau tiga kali. Evan benar-benar sibuk semenjak dr. Bram dirawat, Sandra juga tidak enak untuk mengganggu Evan. Pagi ini Evan mengirim pesan kepada Sandra,

"Hari ini aku jeput ya, kebetulan jadwal operasi ga begitu banyak," tulis Evan.

Sandra bahagia mendapatkan pesan itu. Dia hanya menjawab dengan singkat.

"Ok, " , setelah mengirimkan pesan, Sandra langsung bersiap-siap.

Evan sampai sekitar 30 menit kemudian. Sandra langsung keluar rumah saat mendengar bunyi suara dari mobil Evan. Wajahnya terlihat lelah, kantung matanya tampak lebih jelas, tapi dia tetap menyapa Sandra dengan senyumannya.

"Halo, udah nunggu lama ya? sori, ada macet sedikit didepan sana," sapanya.

"Enggak ko," balas Sandra. Sandra memperhatikan wajah Evan dengan seksama.

"Tadi malam pulang jam berapa?" tanya Sandra, khawatir, dia yakin Evan pasti kurang tidur.

"Jam 11an lah, sebenernya udah kelar jam 7an, pas mau pulang, eh ..rejeki..ada konsul cito operasi 2 dari IGD," jelasnya.

"Capek banget ya?" jelas Sandra, tak sengaja Sandra memegang wajah Evan tanpa ia sadari, Sandra cepat-cepat menarik tangannya dengan wajah salah tingkah.

Evan tersenyum melihat tingkah Sandra.

"Kenapa maksain jeput kalau cape? kan bisa tidur dulu kalau ga ada jadwal operasi pagi, " tanya Sandra lagi, berusaha menutupi salah tingkahnya dengan pertanyaan.

"Kan kangen, hampir seminggu ga ketemu kamu," jawab Evan sambil tersenyum, membuat Sandra nyaris tersedak mendengar gombalan Evan. Ia hanya tersipu-sipu malu sambil memukul pelan lengan Evan.

"Udah deh, yuk berangkat," ujar Sandra cepat.

Mereka sampai di rumah sakit 30 menit kemudian. Sandra pamit menuju ruangan operasi, hari ini dia ada jadwal operasi pagi, sementara Evan ingin visite (¹) ke ruangan untuk melihat pasien yang sebelumnya ia operasi. Sebelum berpisah, Evan berjanji untuk makan malam bareng karena hari ini dia bisa pulang cepat.

Sandra bertemu Lila disana.

"Hei, cerah amat pagi ini," goda Lila.

"Halo, masa sih?" tanya Sandra.

"He eh.. " jawab Lila mengangguk.

"Operasi pagi La?" tanya Sandra.

"Iya, kesian si Evan, seminggu ini dia yang back up semua kerjaan dok Bram, udah gitu 2 hari ini Dena demam San, mau tumbuh gigi kayanya dia, jadi aku kepaksa pulang cepat, makanya hari ini biar aku deh yang handle kerjaan pagi" jelas Lila bercerita tentang anak perempuannya yang ternyata sedang sakit.

"Masih demam sekarang?" tanya Sandra sedikit khawatir.

"Udah enakkan pagi ini, kata kak Clara sih ga ada masalah," jelas Lila.

Sandra sebenarnya salut melihat Lila, bukan hanya Lila, semua dokter perempuan yang masih tetap bisa mengurus keluarganya sambil bekerja jelas wanita-wanita hebat di mata Sandra. Apalagi Lila bekerja sebagai dokter bedah, pekerjaannya menuntut waktu cukup banyak, tapi Lila tetap mengutamakan keluarganya. Sandra berpikir, mungkin kalau dia jadi Lila, dia sudah tidak mau berkerja, tapi siapa tahu ya, pikirnya.

"Dokter Bram udah boleh pulang dari rumah sakit?" tanya Sandra.

"Kabar terakhir udah boleh rawat jalan, tapi kemarin denger kabar, beliau minta cuti 1 bulan, alamat sibuk ini sebulan ini, hiks," cerita Lila sambil memasang wajah sedih.

Sebenarnya ada 4 dokter bedah di rumah sakit ini, hanya dr. Seno, dokter bedah senior, sebulan lalu memilih untuk resign dari pekerjaannya sebulan yang lalu. Sementara Lila sendiri hanya dokter mitra di rumah sakit ini, dia tidak bekerja setiap hari, setelah berkeluarga, Lila memang memilih untuk bekerja sebagai dokter mitra saja, sedangkan status Evan dan dr. Bram adalah dokter tetap sehingga praktis setelah dr. Bram masuk rumah sakit, Evan yang paling sibuk untuk menggantikan semua pekerjaan dr. Bram. Mendengar dr. Bram akan mengambil cuti selama satu bulan jelas membuat Sandra ikut sedih, hal ini juga berarti Evan akan lebih sulit ia temui.

"Oh ya La, aku udah nanya, Evan blm punya pacar, " ujar Sandra, tiba-tiba ia teringat perkataan Lila minggu lalu.

"Ohya? terus..percaya gitu aja?" balas Lila.

Sandra jadi bingung menjawabnya.

Lila tertawa melihat wajah bingung Sandra.

"Please San, polos amat deh, jadi gemes" ujar Lila lagi. Lila sadar betul kalau Sandra tidak punya pengalaman pacaran, selama 7 tahun mereka berteman, Lila tidak pernah melihat Sandra dekat dengan laki-laki manapun.

"Gak ngerti, maksudnya gimana?" tanya Sandra.

"Ya ampun non, jangan mudah percaya deh ama laki-laki, jadi cewek ga boleh polos gitu ah," jelas Lila.

"Jangan bilang kamu mulai naksir sama si Evan?" selidik Lila.

"Apaan, kan udah dibilang, kita cuman rekan kerja, temenan aja" jawab Sandra cepat, berusaha mengontrol wajahnya agar tidak memerah karena malu.

Lila tertawa dengan keras melihat tingkah Sandra yang jelas-jelas terlihat salah tingkah.

"Apaan sih La?" sahut Sandra sambil mendorong Lila karena kesal.

"Hahahaha, beneran lucu, nikmatin aja Sandra.. ya ga apa-apa kali kalau naksir..kalau dia single ya syukur, asal jangan sampai patah hati kalau ternyata dia udah punya gandengan ya, " Lila berkata sambil masih tertawa. Sandra mencibir mendengar tawa Lila.

"Apaan sih," Sandra menyikut Lila dengan kesal.

"Eh, serius, inget ya non Sandra, jangan terlalu percaya ama kata-kata makhluk yang wujudnya laki-laki, oke?" nasehat Lila, serius.

Sandra menahan tawa melihat ekspresi Lila.

"Sok tua deh," sahutnya.

"Lah, emang..secara pengalaman jelas aku lebih senior, " jawab Lila sambil mengangguk.

"Iya deh, " jawab Sandra sambil tertawa.

"Udah ah, gue operasi dulu ya, pokoknya..jangan lupa ya San, jangan terlalu naksir..nanti patah hati, " ujar Lila sebelum pergi meninggalkan Sandra.

Sandra mencibir mendengarkan kata-kata Lila.

Selesai operasi Sandra melewati poliklinik bedah, dia tidak mendapati Evan disana. Sandra hampir menabrak Keenan yang sedang berjalan. Kebetulan poliklinik Keenan dan Evan bersebelahan.

"Aah..ketemu dia lagi, " pikir Sandra. Tapi mau tidak mau Sandra tetap menyapa.

"Pagi dok," sapanya. Sandra tersadar, kalau Keenan tidak suka dipanggil dengan "dok" , tapi kalau di rumah sakit rasanya ga masalah. pikir Sandra.

Keenan hanya membalas sapa Sandra dengan anggukan.

Sampai sore hari, Evan sama sekali tidak membalas pesan ataupun menghubungi Sandra. Akhirnya Sandra memilih pulang, padahal ini akhir minggu, pikirnya. Sebelumnya pulang Sandra menyempatkan diri untuk menghubungi bengkel, sehari sebelumnya dia sudah mengantarkan mobilnya ke bengkel untuk pemeriksaan berkala, sayangnya mobilnya belum bisa diambil, sehingga Sandra terpaksa pulang dengan taksi online.

Malam harinya, Sandra menerima telepon dari Clara, saat itu Sandra sedang tidur. Masih setengah sadar, Sandra mengangkat handphonenya. Sandra tahu kalau Clara menelpon pasti ada hal mendesak yang harus disampaikan, apalagi malam-malam begini.

"Halo?" sapa Sandra dengan suara mengantuk.

"Sandra, maaf sekali menganggu, boleh kakak minta tolong?" Clara bertanya dengan ragu-ragu diujung sana.

Sandra mendadak ingat kalau Sena saat ini sedang keluar kota untuk urusan kerjaan selama beberapa hari, pasti Clara saat ini sedang sendirian bersama Aya di apartemen mereka.

"Ada apa Kak?" tanya Sandra.

"Aya lagi sakit San, udah seharian ini demam, aku mendadak dapat panggilan SC(²) dari rumah sakit San, kebetulan istrinya dokter anak senior aku, katanya eklampsi (³) dan gawat janin, udah mau di SC bentar lagi, masih nunggu dokter kandungannya udah di jalan sih.. Aku ga tau harus minta tolong siapa lagi San, ga mungkin bawa Aya juga, boleh tolong jagain Aya sebentar aja San? Sena lagi ga ada di rumah" pinta Clara, suaranya terdengar panik dan bingung.

"Oke, aku kesana segera ya" jawab Sandra cepat. Dia bergegas mengganti baju dan menghubungi taksi untuk berangkat menuju apartemen Clara.

Saat ini sudah hampir pukul 11 malam, Sandra berkali-kali mencoba menelpon taksi, tapi tidak ada yang bisa mengirimkan taksi, daerah perumahan Sandra sendiri berada di pinggir kota, jalanan sudah sepi di jam-jam segini. Kalau saja mobil Sandra sudah selesai dari bengkel, pasti dia tidak perlu bingung seperti ini, pikirnya. Tiba-tiba Sandra teringat Keenan, semoga saja Keenan tidak keberatan meminjamkan mobilnya. Sandra langsung menuju rumah Keenan dengan terburu-buru. Setelah sampai didepan pintu rumah Keenan, Sandra mengetuk pintu tersebut dengan cukup keras sambil membunyikan bel rumah Keenan beberapa kali. Hanya menunggu sekitar 2 menit, Keenan langsung membuka pintu rumah. Wajahnya masih setengah tertidur, dan rambutnya berantakan. Keenan tampak bingung saat mendapati Sandra disana.

"Sandra.., ada apa.."

"Bang..mohon maaf banget..aku mengganggu, mau minta tolong pinjem mobil boleh? Kak Clara lagi ada panggilan SC dari rumah sakit, Aya sakit, ga bisa ditinggal, mobil aku dibengkel, aku udah hubungi taksi ga ada yang bisa kirim ke sini, aku balikin besok pagi mobilnya," potong Sandra cepat.

"Oke, aku ambil kunci mobil bentar" jawab Keenan sambil masuk. Sekitar 1 menit, Keenan sudah kembali dengan jaket dan kunci mobilnya.

"Aku antar ya," ujarnya cepat. Sandra hanya mengiyakan saja.

Sampai di apartemen Sena, Clara sudah bersiap-siap, dia menyambut mereka dengan wajah lega, tapi ada kebingungan diwajahnya ketika melihat Keenan ikut datang. Tapi dia tidak ada waktu untuk bertanya.

"San, makasih ya..Aya lagi tidur.. baru turun demamnya, masih batuk tapi..obat-obatnya ada di meja ya San, udah aku siapin, semoga aja nanti malam ga kebangun ya San, biasanya dia rewel kalau ga liat mamanya, " jelas Clara.

"Oke, tenang aja, kakak cepetan pergi ya, hati-hati" jawab Sandra.

"Oke, nanti kamu tidur di kamar Aya aja, Keenan nanti bisa pakai kamar tamu disana ya, " jelas Sandra sambil menunjuk kamar tamu di rumah mereka. Keenan hanya menjawab dengan anggukan.

"Mau diantar ke rumah sakit?" tanya Keenan tiba-tiba.

Clara menggeleng, "Sudah ada mobil dari rumah sakit yang nunggu aku, temenin Sandra dulu ya Keenan..takut Aya ngamuk nanti malam, aku usahakan pulang cepat ya, kalau ada apa-apa telepon aja ya.." pinta Clara, hatinya sedikit tenang melihat Keenan disana. Dia pun langsung pergi.

Sandra sedikit bingung dengan kata-kata Clara yang terakhir, tapi dia tidak terlalu ambil pusing. Sandra berjalan menuju kamar Aya, anak itu sedang tertidur lelap, Sandra meraba keningnya pelan, sudah tidak demam, pikir Sandra. Keenan masih berdiri didepan pintu, Sandra menutup pelan pintu kamar Aya, berusaha tidak membuat suara.

"Bang, tidur aja dulu di kamar bang," ujar Sandra. Dia tidak enak hati sudah mengganggu Keenan malam-malam begini.

Keenan menggeleng,

"Nanti saja, lebih baik kamu yang tidur, aku jaga disini aja, sambil nonton sebentar, ujarnya, sambil menghidupkan televisi di ruang tamu dan duduk di sofa, dia mengecilkan volume televisi, sehingga hampir tidak terdengar, khawatir Aya terbangun.

"Ngantuknya udah ilang bang, kayanya aku ga bisa tidur," balas Sandra, dia duduk di sofa disampingnya ikut menonton.

Mereka menonton sebuah film Hollywood di saluran tv kabel. Filmnya tidak terlalu menarik menurut Sandra, sehingga perlahan-lahan dia mengantuk dan tidak lama kemudian terlelap di samping Keenan.

Sandra terbangun saat mendengar tangisan Aya, dia mendapati dirinya bersandar di bahu Keenan saat terbangun. Keenan sendiri masih terlelap. Sandra dengan cepat berjalan menuju kamar Aya, anak itu terbangun, dan mendapati ibunya tidak ada disampingnya sehingga Aya mengamuk, Sandra berusaha menenangkannya, Sandra menggendong Aya, tapi Aya masih menangis, memanggil ibunya sambil meronta-ronta. Dengan susah payah Sandra berusaha menenangkan Aya, tapi gagal. Sandra membawa Aya dalam gendongannya ke arah meja makan, panas badan Aya tinggi lagi, Sandra berusaha meraih obat penurun panas yang sudah disiapkan oleh Clara, botol obat itu hampir terlempar oleh Aya, yang masih meronta-ronta, Sandra hampir hilang akal dibuatnya. Selama dua tahun terakhir ini Sandra memang tidak pernah benar-benar mengurus Aya. Sandra tidak pernah menyangka, Aya yang biasa bersikap manis bisa mengamuk seperti sekarang. Tanpa Sandra sadari, Keenan sudah terbangun dan berdiri disampingnya.

"Aya, ini om Keenan, ko ngamuk gitu, Aya mau susu hangat sama biskuit?? Nanti om buatkan ya..tapi Aya minum obat dulu ya..biar panasnya turun, " bujuk Keenan dengan lembut sambil mengambil Aya dari gendongan Sandra.

Aya langsung terdiam, menatap wajah Keenan dan langsung memeluk Keenan sambil mengangguk, pertanda setuju.

Sandra menatap takjub kejadian yang baru dilihatnya, bagaimana bisa Aya, yang keponakan kandungnya, bisa langsung menuruti Keenan.

Keenan menggendong Aya dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya sibuk mencari susu di laci dapur Clara. Dengan lincah Keenan membuat susu, lalu menyiapkan biskuit kesukaan Aya, lalu mengecek apakah susu Aya terlalu panas atau tidak, setelah memastikan susunya tidak terlalu panas, Keenan membantu Aya meminum susunya dan makan beberapa keping biskuit, setelah selesai, Keenan menyuapkan beberapa macam obat yang sudah disiapkan Clara. Setelah itu, Keenan membujuk Aya untuk menyikat gigi sebelum kembali tidur. Aya melakukan semua permintaan Keenan tanpa membantah sedikit pun. Sandra benar-benar terpana, Keenan dengan telaten mengurus Aya.

Wajah dinginnya berubah menjadi lembut dan hangat saat merawat Aya. Sandra merasa dirinya benar-benar bukan tantenya Aya saat ini, Sandra hanya membantu Keenan sedikit, semuanya sudah dilakukan Keenan dengan baik.

Setelah Aya terlelap, Keenan kembali ke sofa dan duduk disamping Sandra.

"Aya memang suka ngamuk kalau lagi sakit, " jelas Keenan, dia yakin kalau Sandra saat ini bingung mengapa Aya menurut sekali padanya.

"Dulu waktu di Jerman, aku sering dimintai tolong Sena untuk membantu menjaga Aya, apalagi kalau Aya sakit. Clara terpaksa cuti satu tahun karena kehamilannya bermasalah, setelah lahir, Aya dirawat cukup lama di NICU (4), bahkan sempat dipasang ventilator (5), itu sebabnya Clara memilih untuk cuti lama, karena itu dia sedikit ketinggalan. Setelah cuti, Clara cukup pontang-panting mengejar ketinggalan, dia sekolah dengan beasiswa, jadi tidak bisa main-main. Waktu Clara sedang dapat shift jaga malam, Aya sering sekali ditinggal, sementara Sena sendiri sudah cukup sibuk dengan kerjaannya, itu sebabnya Sena sering minta tolong aku. Dulu, susu dan biskuit itu sogokan kami ke Aya, kalau lagi ngamuk, lumayan manjur, makanya tadi Aya langsung nurut sama aku" cerita Keenan sambil menatap ke langit-langit, seolah mengenang masa-masa saat dia dan Sena masih di Jerman. Keenan tersenyum saat bercerita.

"Aku kenal Aya bahkan sebelum dia lahir, Clara sudah pernah keguguran dua kali sebelum punya Aya, butuh biaya lumayan besar untuk mempersiapkan persalinan Aya saat itu, terlebih lagi dokter sudah prediksi kalau Aya kemungkinan besar akan menderita gagal napas saat lahir, makanya Sena terlambat datang saat om meninggal, dia sengaja tidak pernah cerita San, dia benar-benar tidak punya uang saat itu, kalau bisa dia ingin sekali kembali ke Indonesia, tapi mahasiswa beasiswa seperti kami ini San, benar-benar sulit keadaannya di luar negeri sana, Sena menyesal sekali saat datang tidak sempat lagi melihat jenazah om" lanjut Keenan lagi.

Sandra hanya terdiam, dia benar-benar terpukul mendengar cerita Keenan. Selama ini dia selalu menjaga jarak, bahkan terkesan membenci abang dan kakak iparnya itu, sikapnya juga acuh tak acuh, bahkan hari ini saja Sandra tidak tahu kalau Aya sedang sakit, padahal dia dan Clara kerja di rumah sakit yang sama, tapi jangankan mengobrol, bertegur sapa saja mereka jarang. Cerita Keenan malam ini benar-benar menyadarkan Sandra. Tanpa terasa air matanya mengalir, masih lekat diingatkannya bagaimana dia marah besar kepada kakaknya itu, bagaimana dia bahkan tidak mau mendengar alasan kakaknya, dan secara terang-terangan membenci Clara sampai sekarang.

Sandra dengan cepat menghapus air mata di pipinya, saat Keenan menoleh ke arahnya.

"Ayo tidur, pasti capek ya tadi, kamu tidur di kamar tamu saja, kalau bareng Aya, khawatir nanti Aya bangun lagi, aku bisa istirahat disini" ujarnya. Malam ini Keenan berbeda sekali dengan biasanya. Suaranya begitu hangat, wajahnya juga tidak sedingin biasanya. Sandra menurut saja. Dia masuk dan mulai berbaring di tempat tidur. Pikirannya kembali ke masa disaat ayahnya sakit dan saat pemakaman ayahnya. Tanpa terasa Sandra terlelap, dalam tidurnya Sandra memimpikan kembali saat-saat ayahnya sakit dan meninggal dunia.

keterangan

(¹) visite : aktivitas dokter untuk mengunjungi pasiennya yang sedang dirawat

(2) SC: Sectio Caesarea/ proses persalinan melalui pembedahan atau bedah sesar

(3) eklampsi : komplikasi kehamilan pada saat ibu mengalami tekanan darah tinggi semasa hamil

(4) NICU: Neonatus intensive care unit, ruangan intensive untuk bayi yang baru lahir

(5) ventilator : alat bantu napas untuk penderita gagal napas.

avataravatar
Next chapter