webnovel

Takut Kehilangan

"Pada akhirnya, kita akan bertemu orang yang tepat, setelah bertemu orang yang salah.

Tuhan ngga akan membiarkan kamu sendirian. DIA pasti akan mengirimkan seseorang yang akan membuatmu kembali utuh." (Ziana Abia)

Jodoh itu jorok. Bisa ketemu dimana saja. Seperti halnya Maya, berulang kali gagal dan patah hati, ternyata jodohnya adalah orang yang selalu menemaninya saat dia patah hati. Dia adalah Rendra, sahabatnya.

Minggu ini Rendra dan Maya akan melangsungkan pernikahan. Keluarga besar sudah mulai berdatangan. Untung saja Rendra dan Maya menyewa jasa WO untuk acara mereka, jadi keluarga tidak terlalu repot menyiapkannya.

"Dek, titip ini ya buat Tama dan Rani," kata Bang Rendra sambil menyerahkan dua pucuk undangan pada Mimi.

"Ngga ada undangan lebih ya Bang? Buat teman-teman aku yang lain."

"Aduh, ini aja pas-pasan Dek, teman-teman kamu diundang lisan aja deh ya? Maaf gitu."

"Ya udah Bang, ngga apa-apa."

"Abang nanti habis nikah masih tinggal disini kan?".

" Kenapa emangnya?".

"Ya kalau Abang ngga tinggal disini, sepi banget rumah ini jadinya. Sekarang aja udah sepi, gimana nanti?".

" Dua bulan ini Abang sama Maya masih tinggal disini, karena rumah yang mau kami tempati masih harus ada yang direnovasi."

"Seterusnya aja Bang disini. Ayah sama Bunda pasti ngga keberatan."

"Iya, mereka memang ngga akan keberatan. Tapi yang namanya sudah berkeluarga sebaiknya harus mandiri. Abang janji akan sering kesini."

Mimi hanya terdiam mendengar kata-kata Rendra.

---

"Tam, ini ada undangan untuk kamu dan Rani dari Bang Rendra," kata Mimi sambil menyerahkan dua pucuk undangan pada Tama, saat tengah berkumpul dengan yang lain.

"Makasih Mi, aku usahakan datang," jawab Tama.

"Buat yang lain, gue undang secara lisan ya! Gue minta maaf, bukan mau ngebeda-bedain, karena memang gue ngga dapat jatah undangan. Itu yang buat Tama dan Rani dari Bang Rendra langsung, karena Bang Rendra kenal mereka secara pribadi. Tapi gue tetap boleh ngundang kalian kok. Kalian datang ya, hari minggu besok, nanti alamatnya gue share."

"Ngga apa-apa Mi, ngerti kok. Kalau lo yang nikah terus ngga ngundang kita, baru deh marah," jawab Sisi. "Bang Rendra jadinya nikah sama Mba Maya ya Mi?" tanya Sisi lagi.

Mimi mengangguk sebagai jawaban.

"Aduh sweet banget ya? Dari sahabat jadi cinta, berakhir di pelaminan. Nanti kita ada yang gitu juga ngga ya?".

" Ada Si, nanti lo sama gue gitu," kata Edo sambil tersenyum menggoda.

"Ih, ngga deh ya. Gue sih ogah sama elo!".

" Eh, ngga boleh gitu. Kalau ternyata nanti jodoh beneran gimana?" kali ini Irfan yang menimpali.

"Kok lo malah do'ain sih Fan? Do'ain tuh gue sama Alan kek, atau yang setipe sama dia. Jangan sama Edo," kata Sisi sambil cemberut.

"Lo belum move on juga nih dari Alan?" tanya Mimi.

"Hehehe hampir sih. Cuma kadang masih suka keingetan aja."

"Kalian sering banget ngomongin Alan, itu Alan siapa sih? Aku kok ngga pernah tahu ya?" tanya Tama.

"Ah, lo sih cuma mainnya sama kita-kita. Sekali-kali pulang kuliah tuh nongkrong, biar banyak kenalan."

Tama hanya tertawa mendengar perkataan Sisi. Tak merasa harus menjawabnya.

---

Malam sebelum acara pernikahan, Mimi menemui Rendra di kamarnya.

"Abang!" panggilnya.

"Sini masuk Dek!".

" Abang deg degan ya?".

"Hahaha sedikit Dek. Do'ain ya semoga besok lancar. Kamu ada apa? Mau ada yang diomongin?".

Mimi menatap Rendra sejenak lalu tertunduk, " Bang, kalau nanti Abang udah nikah, Abang masih sayang sama aku ngga?" tanya Mimi.

"Kok nanya gitu Dek? Ya kamu kan adek Abang, masa ngga sayang sama kamu."

"Tapi Abang kan nanti udah ada Mba Maya, pasti Abang akan lebih perhatian sama Mba Maya, daripada aku."

"Ya ngga gitu dong. Kalian punya tempat masing-masing kok. Ngga akan ada yang terabaikan. Kamu tetap adek yang paling Abang sayang," kata Rendra sambil mengusap rambut Mimi. "Dan yang terpenting, Abang dan Maya akhirnya bisa seperti ini kan karena peran kamu juga Dek!".

Mimi tersenyum, setitik air matanya jatuh disudut matanya. Dia benar-benar takut kehilangan Rendra. Rendra yang melihat Mimi menangis langsung memeluknya.

" Kamu ngga akan kehilangan perhatian Abang Dek, Abang janji. Malah sekarang kamu dapat kakak baru, yaitu Maya. Jadi yang merhatiin kamu bertambah. Iya kan?".

Mimi mengangguk sambil tetap terisak dipelukan Rendra. Semoga benar, pernikahan Bang Rendra tidak akan menjauhkan mereka.

---

Acara pernikahan Rendra dan Maya berlangsung lancar dan meriah. Hanya saja saat akad, Maya begitu emosional karena tak didampingi oleh orang tua kandungnya. Untung Bunda bisa menenangkan.

Teman-teman Mimi juga datang, meski tak kenal secara pribadi, mereka tetap memberikan doa. Sebagai teman dekat Mimi, mereka cukup tahu bagaimana perjuangan Rendra hingga akhirnya bisa menikahi Maya.

"Perjuangan yang berakhir manis ya?" kata Tama sambil melihat Rendra di pelaminan.

"Iya, gue jadi kepengen," timpal Sisi.

"Hayuk neng, sama Abang ke penghulu sekarang! Mumpung udah pakaian rapi nih!" kata Edo dengan senyum tengilnya.

"Iiih...!" respon Sisi sambil begidik geli.

Mimi hanya tersenyum mendengar candaan teman-teman nya. Jujur dia bahagia, tapi sekaligus merasa kehilangan.

"Kamu kenapa?" tanya Tama saat mereka tinggal berdua.

"Ngga kenapa-kenapa." elak Mimi.

"Mata kamu ngga bisa bohong," kata Tama.

Mimi tersenyum tipis, "kelihatan banget ya?".

Tama mengangguk, " kenapa, kamu ngga suka Bang Rendra nikah?".

"Oooh ngga, aku bahagia kok. Cuma sedikit takut aja."

"Takut kenapa?".

" Selama ini Bang Rendra kan punya aku sendiri, sekarang aku harus berbagi sama Mba Maya." kata Mimi dengan lesu.

"Punya kamu? Maksudnya gimana?".

" Ya punya aku. Kapanpun aku butuh Bang Rendra, dia selalu ada. Dia selalu jadi pelindung aku, tapi setelah nikah, pasti akan beda keadaannya."

Tam tersenyum mendengar keluhan Mimi, "ngga lah Mi. Kamu ngga usah merasa bersaing sama Mba Maya. Tokh selama ini juga Bang Rendra sebenarnya juga udah perhatian sama Mba Maya, walau hanya sebagai sahabat. Tapi kamu ngga kehilangan dia kan?".

Mimi terdiam. Benar juga, selama ini sebenarnya dia sudah berbagi dengan Mba Maya, tapi tak ada masalah. Jadi sekarang seharusnya juga tidak. Yang berubah hanyalah status.

" Thanks ya Tam. Aku jadi agak lega."

"No problem. Lagipula suatu saat kamu juga akan nikah kan Mi. Kamu nanti juga akan punya kehidupan sendiri."

Mimi menatap Tama, "nikah? Aku akan nikah?" tanyanya.

"Ya iya, emang kamu ngga mau nikah?" tanya Tama.

"Ya mau, tapi sekarang belum kepikiran," jawab Mimi dengan wajah memerah.

"Belum aja kan? Tapi kalau ketemu lelaki kabutmu itu, terus dia ngajak nikah gimana? Sementara kuliah kamu belum selesai. Kira-kira kamu suruh nunggu atau mau langsung memenuhi ajakannya?" tanya Tama sambil menatap Mimi.

"Hah??" kata Mimi kaget dengan pertanyaan Tama. "Aduh, kok bahasnua berat sih Tam? Aku ngga mau bahas ah!" kata Mimi kikuk.

"Ngga apa-apa ngga jawab juga. Aku cuma iseng nanya kok!".

Mimi terdiam sambil menatap kearah pelaminan. Pikirannya melayang, mencoba mencerna pertanyaan Tama. Ya, walau dia enggan menjawab, tapi pertanyaan itu sudah terlanjur masuk dalam pikirannya.

"Menikah? Dengan lelaki kabutnya? Apa mungkin?". Pikirnya.

---

Next chapter