webnovel

Lelaki Dalam Kabut

Bagi Mimi, mimpi adalah bagian dari kenyataan. Apapun yang hadir dalam mimpinya akan hadir pula di dunia nyata. Namun ada satu mimpi yang tak kunjung jadi nyata, mimpi tentang lelaki yang wajahnya selalu tertutup kabut. Berbagai petunjuk hadir tentang lelaki dalam kabut tersebut, namun Mimi tak juga menemukan lelaki itu didunia nyata. Sahabatnya menganggap Mimi sudah gila karena jatuh cinta pada lelaki dalam mimpi yang bahkan tak diketahui wajahnya seperti apa. Dia juga mengabaikan cinta yang nyata ada dihadapannya karena lelaki kabut itu. Apakah lelaki itu memang benar-benar ada? Dan apakah yang dirasakan Mimi adalah cinta atau obsesi semata? Akankah pencarian Mimi membuahkan hasil? 

Zianaabia_79 · Teen
Not enough ratings
74 Chs

New Life

Pagi itu, seisi rumah dibuat terkejut oleh Mimi. Ayah dan Bunda menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Masya Allah anak Bunda!" kata Bunda dengan suara serak.

Mimi berjalan menuju keduanya, dan langsung memeluk mereka.

"Do'ain Mimi ya Bun!" katanya.

Bunda mengangguk sambil mengusap air matanya.

"Terima kasih ya sayang!" kata Ayah begitu Mimi memeluknya.

"Udah sarapan dulu, nanti pada terlambat. Malam kita ngobrol banyak ya!" kata Bunda.

Rendra dan Maya tersenyum sambil menatap Mimi. Mereka juga terkejut, tapi seperti kata Bunda, mereka akan bicara banyak nanti malam.

"Kamu berangkat ikut sama kami ya Dek!" kata Maya, yang dijawab anggukan oleh Mimi.

---

Begitu turun dari mobil, Mimi langsung masuk ke kampus. Tak sengaja dia berpapasan dengan Sisi. Namun entah mengapa, Sisi seperti tak melihatnya.

"Si, Sisi!" panggilnya.

Sisi berhenti berjalan dan menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Sisi tahu itu suara Mimi, tapi dia tak melihat orangnya. Ketika matanya masih sibuk mencari-cari, tampak seseorang mendekat ke arahnya. Sejenak Sisi tak mengenalnya, namun setelah dekat, Sisi benar-benar terkejut.

"Mimi?" seru Sisi. Dipandangi sosok yang tengah berdiri dihadapannya dengan pandangan takjub. "Lo pake jilbab sekarang Mi?" tanya Sisi lagi.

Mimi tersenyum sambil mengangguk, lalu berkata, "Insya Allah, do'ain ya!".

Sisi tersenyum lalu memeluknya erat. "Selamat ya! Gue ngga nyangka. Lo hutang cerita sama gue!" kata Sisi.

"Iya, nanti gue cerita, sekarang ke kelas yuk!" ajak Mimi sambil menarik tangan Sisi.

Sampai di kelas teman-teman Mimi pun terkejut dengan penampilan baru Mimi. Beberapa juga mengucapkan selamat.

---

"Sekarang lo cerita ke gue, apa yang bikin lo ambil keputusan ini!" kata Sisi begitu kuliah selesai.

"Sabar Neng, kita ngobrol di kantin ya, gue lapar," kata Mimi sambil menjawil pipi Sisi.

Saat tengah berjalan menuju kantin, mereka berpapasan dengan Irfan dan Tama.

"Si, kok ngga sama Mimi?" tanya Irfan.

"Lha, ini siapa emangnya?" Sisi menunjuk orang yang tengah berjalan bersamanya.

Irfan menatap sosok itu dan seperti Sisi pagi tadi, dia terkejut. Hanya Tama yang tampak tak kaget.

"Lho Mi? Lo pakai jilbab sekarang?" tanya Irfan.

"Udah, ngobrolnya nanti di kantin aja," kata Sisi lalu menarik tangan Mimi mengajaknya berjalan lagi.

Irfan dan Tama ikut berjalan bersama mereka. Sesekali Irfan mencuri pandang ke arah Mimi. Tampaknya dia masih kaget sekaligus penasaran.

"Edo kok ngga bareng kalian?" tanya Mimi setelah mereka semua duduk di kantin.

"Nah tu dia, panjang umur kan?" kata Irfan. Dan benar saja, Edo nampak tengah berjalan ke arah mereka.

Tanpa basa-basi Edo langsung duduk di samping Mimi.

"Habis ngapain lo sampe keringetan gitu?" tanya Sisi.

"Tadi gue habis bantuin Pak Gun di lab. AC di sana kayaknya mati jadi panas banget."

"Lho, kampus kan pake AC sentral?" kata Sisi lagi.

"Lab yang baru kan ngga, karena letaknya terpisah dari yang lain. Udah ah, kok jadi bahas itu. Gue lapar nih! Tadi gue minta tolong pesan makanan sama Irfan."

"Beres!" kata Irfan sambil mengacungkan jempolnya.

"Bu the way, Mimi mana Si?" tanya Edo yang belum menyadari keberadaan Mimi disampingmya.

"Tuh disamping lo siapa?" jawab Sisi, sambil menunjuk orang di samping Edo.

Edo yang menoleh kaget, "Mimi? Lho, gue pikir tadi itu Rani adiknya Tama," kata Edo. "Lo pakai jilbab sekarang Mi?" tanya Edo.

Mimi tersenyum, seraya berkata "do'ain ya! Semoga gue Istiqomah."

"Cerita dong Mi, kok mendadak lo ambil keputusan ini? Perasaan lo ngga pernah cerita soal rencana lo berjilbab deh!" kata Sisi.

"Sebenarnya ngga mendadak sih. Kepikirannya udah lama. Tapi baru berani memutuskan sekarang," jawab Mimi.

Sisi menoleh kearah Tama, lalu berkata, "kayaknya dari semuanya, cuma Tama yang ngga kaget dengan perubahan Mimi. Jangan-jangan lo curhatnya sama Tama ya?".

" Ih.. apaan sih lo?!" kata Mimi.

"Aku memang ngga kaget, karena aku udah beberapa kali lihat Mimi berjilbab," jawab Tama santai.

"Beberapa kali? Maksudnya?" tanya Irfan dengan nada cemburu.

"Udah, ngga usah ribut, gue jelasin nih! Jadi belakangan ini gue sering jalan sama Rani adiknya Tama. Nah, Rani ini seringnya ngajak gue ikut kajian-kajian. Beberapa kali juga Tama dan Alan ada di kajian itu. Jadi mereka lihat gue dengan pakaian seperti ini. Gimana, jelaskan? Jangan mikir yang ngga-ngga deh!".

" Belum, gue penasaran apa yang bikin lo akhirnya mutusin berjilbab? Gue rasa, lo udah lama tahu soal jilbab itu wajib, tapi kan itu ngga bikin lo langsung berjilbab. Jadi pasti ada satu alasan spesial deh. Apa karena mau ada yang ngelamar elo?" kata Sisi dengan kepo - nya.

"Hah, MELAMAR?" sontak Irfan berteriak kaget. Hatinya masih belum bisa menerima Mimi dengan yang lain.

"Ish Sisi. Lo nih jangan suka ngarang deh! Bukan karena itu kok!".

" Terus karena apa? Tam, lo tahu ngga?" tanya Sisi pada Tama.

"Kalau itu gue ngga tahu lah!" jawab Tama.

"Alasan yang bikin gue akhirnya mutusin ini. Disalah satu kajian dijelaskan "Tiap selangkah anak perempuan keluar rumah tanpa menutup aurat, maka ayahnya selangkah mendekat ke neraka". Waktu dengar itu, gue tiba-tiba merasa berdosa banget sama Ayah. Gue ngga mau Ayah masuk neraka gara-gara gue," kata Mimi pelan.

Sejenak suasana hening. Sisi menggenggam tangan Mimi. "Selamat ya Mi! Semoga istiqomah. Do'ain gue nyusul ya!" kata Sisi.

"Udah ah, kita makan aja. Kok jadi serius gini sih?" kata Mimi.

Mereka lalu mulai mengobrol seperti biasanya.

---

Keesokan harinya, Tama mencari Mimi di kelasnya.

"Mi, ini ada titipan dari Rani," kata Tama sambil memberikan paper bag ukuran besar.

"Apaan nih?" tanya Mimi.

"Buka aja, nanti kamu juga tahu."

"Mau temani aku buka ini di perpustakaan?" tanya Mimi.

"Boleh, kebetulan aku udah ngga ada jadwal."

Mimi langsung membuka paper bag yang diberikan Tama tadi. Didalamnya ada 8 softbox ukuran kecil dan 4 hardbox ukuran sedang. Mimi mengambil salah satu softbox dan langsung membukanya.

"Jilbab? Rani ngasih aku jilbab?" katanya takjub. Lalu diambil salah satu hardbox kemudian langsung dibukanya. Tampak Gamis berwarna Tosca dengan motif bunga kecil berwarna pink di dalam kotak itu. "Aduh Tam, ini Rani ngasih banyak banget. Jadi ngga enak aku nerimanya. Sepertinya ini tidak murah," kata Mimi lagi.

"Ngga usah mikirin itu, dia ngasih brand dia sendiri kok Mi. Mungkin sekalian promosi juga," kata Tama sambil tertawa kecil.

"Brand sendiri? Maksudnya semua ini brand milik Rani?" tanya Mimi.

"Iya, tuh lihat aja nama brandnya!" kata Tama sambil menunjuk logo yang tertera di paper bag, "Raniest Collection" itu tulisan yang tertera disana.

"O iya ya, kamu kan pernah cerita, kalau saat umur 17 orang tua kalian pasti memberi uang untuk modal usaha, jadi Rani juga pasti punya usaha," kata Mimi dengan nada kagum.

"Butik milik Rani belum setahun umurnya. Tapi sepertinya cukup bagus prospeknya."

"Kalian memang keluarga hebat ya?" kata Mimi.

"Bukan hebat sebenarnya, itu hanya trik orang tua kami supaya ngga biayain kami lagi setelah usia 17," canda Tama.

Mimi ikut tertawa mendengarnya.

"Aku harus telepon Rani untuk mengucapkan terima kasih."

"Nanti malam aja teleponnya, seharian ini sepertinya jadwal dia padat," kata Tama.

"Okey Tam. Makasih juga ya buat kamu. Pasti Rani tahu soal aku pakai jilbab dari kamu kan?".

Tama tersenyum kecil, sambil menjawab, "Iya, aku cerita sama Rani, dan dia senang banget. Makanya dia langsung kasih hadiah itu. Selamat ya Mi! Selamat untuk part baru di kehidupan kamu."

"Makasih," kata Mimi sambil tersenyum.