webnovel

Saling Menyalahkan

"Siapa yang mengatakan jika seorang wanita tidak bisa menjadi barista?!"

Terjadi sebuah keributan yang disebabkan oleh dua remaja kelas tiga SMP yang saling beradu di depan toko orang tua mereka masing-masing. Saling merendahkan satu sama lain, merasa tak ingin dikalahkan. Pun walau Angel adalah seorang wanita, dia tak pernah memiliki rasa takut untuk menghadapi laki-laki bernama Edwin. Semenjak keluarga Edwin pindah ke kota ini, kedua remaja itu menjadi sering bertemu. Itu karena toko cokelat orang tua Edwin berhadapan dengan coffee shop milik orang tua Angel. Baru beberapa bulan lalu toko cokelat itu berdiri, dan sudah cukup dikenal banyak orang karena cokelat yang dijual sangat berkualitas. Sedangkan coffee shop milik keluarga Angel sudah berdiri selama dua tahun. Tak sedikit pula pengunjung yang berdatangan.

Awal mula pertengkaran mereka ini ketika Angel disuruh oleh ayahnya untuk membeli sebuah cokelat di toko itu, lantaran sang ibu yang tengah mengidam. Gadis itu juga menurut kala diberikan perintah begitu. Hanya saja, ketika kedua tungkainya berhenti di depan kasir, yang mana terdapat Edwin di sana, laki-laki itu tampak ketus dan tidak bisa melayani dengan baik. Padahal, Angel datang ke tokonya juga membawa uang. Karena itu, Angel tak bisa menahan emosinya saat tak mendapat perlakuan yang baik sebagai pembeli. Dan sejak saat itu, dirinya tak pernah mau jika disuruh untuk membeli cokelat di sana, dia memilih untuk berjalan lebih jauh di toko lain ketika membutuhkan makanan manis itu.

Saat ini, remaja perempuan itu tengah berdiri dengan celemek cokelat yang menempel di tubuhnya. Kedua tangannya berada di kedua sisi pinggangnya, memasang air muka kesal ketika mendapat ejekan dari Edwin. "Seorang wanita juga bisa mengerjakan apa yang dikerjakan seorang laki-laki!" katanya lagi sembari menjulurkan lidahnya.

"Kalau begitu, coba kau baca penunjuk arah di ponselmu," tantang Edwin.

Kontan, tangan Angel yang berada di kedua pinggangnya itu turun dari sana. Ekspresinya pun berubah, lantaran apa yang dikatakan oleh Edwin benar adanya. Angel tidak bisa membaca penunjuk arah pada ponsel. Gadis itu hanya terdiam tanpa bersuara, berpikir sebelum membalas kalimat Edwin yang sukses membungkamnya. Tidak, Angel tidak bisa terima jika dia kalah hanya karena argumen yang membawa salah satu kelemahannya. Terlihat payah sekali dirinya.

"Seorang laki-laki belum tentu bisa melakukan apa yang dilakukan wanita," balas Angel.

"Itu mustahil," Edwin masih membantah, remaja laki-laki itu duduk pada salah satu bangku yang terletak di belakangnya. Meletakkan kakinya di atas kaki lainnya. "Secara harfiah, laki-laki lebih memiliki kuasa dibandingkan wanita. Semua laki-laki pasti bisa melakukan semua yang dilakukan wanita," tambahnya dengan wajah angkuh.

"Kalau begitu, kau coba saja untuk melahirkan. Tidak bisa, 'kan? Wanita bisa,"

Kini berganti Edwin yang terdiam, tapi bukan berarti dia tak dapat membalasnya lagi, melainkan seorang wanita yang tengah menggendong bayi baru saja keluar dari coffee shop milik gadis cerewet itu. Dia adalah ibu dari Angel. Edwin tak bisa membalasnya kala ada ibu muda itu yang selalu bersikap baik padanya, berbeda dengan putri sulungnya yang memiliki mulut setara dengan mesin—sama-sama berisiknya. Dirinya melontarkan senyum, ketika dia ditatap oleh ibunya Angel. Sedikit ada rasa senang, karena setelah ini Angel pasti akan kalah jika ibunya sudah bersuara.

"Angel, suara kamu terdengar sampai ke dalam," tutur wanita itu. Tangannya masih menggendong dan menepuk-nepuk pantat bayinya. "Nanti adikmu bisa terbangun," tambahnya lagi.

Edwin sebisa mungkin menahan tawanya agar tidak terlepas begitu saja. Sudah sangat mudah untuk ditebak. Gadis di seberang sana juga sempat menoleh ke arahnya, memberikan tatapannya yang menyalang, membuat Edwin membalasnya dengan juluran lidah—melakukan hal yang sama seperti Angel lakukan sebelumnya. Tak ingin berlama di sana, Edwin bangkit dan kembali masuk ke dalam tokoh dengan kekehan yang bisa di dengar dari luar coffee shop Angel.

"Tidak usah tertawa!" adalah suara nyaring yang berasal dari mulut Angel.

Ibunya membawa masuk gadis itu ke dalam coffee shop mereka, menyuruh Angel agar tak terlalu banyak emosi jika sudah berurusan dengan Edwin. Sudah tahu jika laki-laki itu adalah penggoda terbesarnya, yang mana sering membuat keributan pada kedua remaja ini. Ibunya Angel juga sudah berkali-kali mengingatkannya pada putrinya. Memang anak zaman sekarang setiap diberi tahu, pasti hanya mampir ke dalam rungunya. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.

Angel melihat dari dalam ruangan, dibalik kaca terdapat Edwin yang masih mengejeknya. Tak henti-hentinya dia begitu. Sampai-sampai Angel mengeraskan rahangnya sendiri. Beruntung mereka berdua tidak berada di sekolah yang sama, Angel bisa lebih naik darah jika berada di satu sekolah dengan Edwin.

"Aku tak menyangka, kenapa ada orang yang seusiaku dengan sikap seperti itu," Angel menghela nafasnya berat. Tangannya tengah sibuk membersihkan meja di sana, dengan mulut yang terus meracau sendiri. "Tahu begini, aku lebih suka kalau toko itu kosong," katanya yang terus tak suka. "Oh, aku tidak boleh berkata begitu. Setiap orang berhak untuk mencari uang dengan cara mereka. Maksudku, aku lebih tidak suka ada laki-laki itu di sana," katanya lagi yang meralat kalimatnya.

Berhubung sebentar lagi Angel akan melaksanakan kelulusan SMP, dia memiliki banyak waktu di coffee shop milik orang tuanya, belajar banyak tentang barista di tempat ini. Untuk saat ini, dia memang masih belum diizinkan untuk menyentuh semua alat di sana, tapi setidaknya Angel juga sedikit menguasai beberapa hal tentang pekerjaan ini. Memang sih, di tempat ini belum ada satupun barista perempuan, mungkin suatu hari nanti Angel akan jadi gadis pertama yang menjadi barista wanita di coffee shop kedua orang tuanya.

Angel tak akan peduli, jika laki-laki di seberang sana akan mengejeknya karena dirinya yang ingin menjadi seorang barista. Lagipula, di seluruh penjuru dunia juga banyak barista perempuan. Edwin saja yang kolot, tidak membaca berita-berita dunia. Entahlah, Angel rasa keseharian laki-laki itu hanya bermain ponsel dan menodong uang pada orang tuanya. Hah, dia adalah anak tunggal laki-laki yang menjadi beban keluarga. Begitulah pikiran Angel terhadap Edwin.

Pun Angel mengenyahkan pikirannya ini, enggan untuk memasukkan Edwin ke dalam kepalanya terlalu lama. Edwin bukan orang penting yang harus Angel masukkan ke dalam pikirannya, dia hanya laki-laki aneh dan tidak tahu diri karena mengatai cita-cita gadis itu. Ditengah-tengah kegiatannya, seorang kurir makanan datang ke tempat ini, dirinya segera meninggalkan meja yang telah dibersihkan, berjalan menuju kasir guna melayani kurir itu. Ketika ponsel diarahkan padanya, Angel terkejut karena semua pesanannya bukanlah berasal dari menu tempat ini. Yang tertera di sana adalah nama-nama cokelat.

"Mas, di sini tidak menjual cokelat. Toko di depan sana yang menjualnya. Mas ini salah alamat," kata Angel.

"Tapi, letaknya benar di sini, mbak,"

Angel perhatikan kembali, rupanya toko cokelat itu salah memasukkan alamat tokonya. Tak heran jika kurir ini datang ke coffee shop ini.