POV: Sosok Terbiasa
Terlihat Tuan Cilioen terbangun duduk di samping ranjang, ia lalu menoleh ke Raina yang rupanya tidur terlelap di sampingnya.
Ia ingat sebelum mereka berakhir tidur. Saat itu masih di sofa. Lalu Tuan Cilioen membawa Raina ke tempat tidur, padahal dia bilang dia tidak jadi akan bekerja tapi rupanya dia bangun ketika Raina terlelap.
Lalu Tuan Cilioen perlahan bangun dan melihat Raina yang telah pulas. Ia lalu menyelimuti putrinya dan berdiri keluar dari kamar.
Dengan memegang leher belakang nya, ia menatap jam di ponsel yang ia bawa menunjukan pukul setengah 10 malam.
Lalu keluar dan menghubungi seseorang yang membuat nya bicara. "Sepertinya aku butuh seseorang yang bisa menggantikan ku... Aku khawatir kondisi gosip yang akan membuat putri ku kecewa... Bagaimana jika di mulai dari yang mudah dulu.... Siapkan pengawal yang saat itu bertemu dengan ku," kata Tuan Cilioen, entah apa yang dia bicarakan tapi ke depan nya akan menjadi sesuatu yang baru untuk Raina.
Kemudian dia menutup ponsel nya dan berjalan ke balkon, ia menghela napas panjang dan bergumam. "Raina...."
Sepertinya Tuan Cilioen akan pergi ke kantor tanpa sepengetahuan Raina. Masih di malam itu, Ia lalu bersiap dan sudah memakai baju setelan nya berjalan ke garasi menyalakan mobil.
Garasi di rumah besar nya sangat jauh, jadi Raina tak akan mendengar suara apapun dari kamar nya.
Tuan Cilioen pergi ke kantornya dan di jam 10 malam tepat, ia mengikuti rapat penting.
Setelah itu, lebih dari jam setengah 11 malam. Tuan Cilioen kembali ke mobilnya akan pulang ke rumah. Tapi sebelum menyalakan mobilnya, ia sempat terdiam sebentar di dalam mobilnya. Ia sepertinya teringat pembahasan yang di bicarakan Raina tadi.
"(Raina takut jika semua teman teman nya benar benar membicarakan Ayah nya ini, kenapa ini mulai membosankan, itu mungkin karena dia sudah berkurang tersenyum padaku, senyum dan tawa yang dia perlihatkan padaku benar benar kurang... Aku harus melakukan sesuatu untuk membuatnya merasa lebih baik, dengan cara ku sendiri.)"
Tiba tiba saja ada yang mengetuk kaca pintu mobil di bagian kursi samping supir. Tuan Cilioen menoleh dengan wajah datarnya lalu terlihat seorang Lelaki berwajah pengawal dengan setelan nya ada di sana menunjukan wajahnya. Lalu Tuan Cilioen menekan tombol turun jendela dari tempat supirnya.
"Tuan Besar, saya sudah dapat alamat rumah dari nya," kata Lelaki itu yang menunjukan kertas kecil.
"Masuk saja," tatap Tuan Cilioen. Lalu Lelaki tadi masuk ke mobil dan menutup pintunya sambil memberikan kertas itu pada nya.
Tuan Cilioen membaca surat kecil itu yang bertuliskan sesuatu. "-Rumah Nik Jalan Venom-"
"Itu tidak jauh dari sini," kata Lelaki itu.
"Kita langsung ke sana."
"Tunggu Tuan besar, kita tak membawa orang, apa Anda akan ke sana sendirian bersama Saya?"
"Aku tak suka menunggu," Tuan Cilioen menyela lalu menyalakan mobilnya dan berjalan ke tempat yang di tuju yakni yang tertulis kan di kertas tadi.
Hingga saat sampai di sana. Mereka berdua keluar dan berjalan ke depan sebuah apartemen tua yang sepertinya telah lama di tinggalkan.
Tuan Cilioen melihat ke atas mengamati setiap balkon apartemen itu sambil mengambil rokoknya dari sakunya.
Di saat itu juga Lelaki tadi menodongkan korek api padanya, seperti bawahan yang menyalakan rokok untuk atasan nya.
"Apa ini memang benar tempat nya?" tatap Tuan Cilioen.
"Ya, alamat nya memang menuju kesini, biarkan Saya membukanya dulu," balas Lelaki itu, lalu ia berjalan ke depan dan membuka pintu apartemen itu, tapi sepertinya terkunci. Orang sepertinya pasti memilih pilihan mendobrak pintu itu dengan bahunya hingga terbuka.
Terlihat di dalam sana benar benar berantakan, apalagi banyak ruangan kamar apartemen yang tak terawat sama sekali. Tuan Cilioen melihat sekitar dengan santai, ia menemukan foto bingkai di meja, foto itu berisi seorang Pria dengan seorang Wanita yang memakai baju pengantin. Sepertinya apartemen itu milik sepasang pengantin.
"Itu sudah 18 tahun yang lalu, ini sudah di temukan sekarang, orang tua wanita itu benar benar sudah menjadi abu di kuburan sana," kata Tuan Cilioen.
"Anda harus tahu, Nona Besar meninggalkan Anda karena Anda bersikap layak nya pembunuh padanya."
"Dari awal, itu hanyalah sebuah kesalah pahaman saja hingga Raina benar benar lahir."
"Putri Anda tak tahu bahwa Anda membunuh istri Anda sendiri karena Istri Anda akan membunuh Putri Anda, seharusnya yang Anda pihak adalah Istri anda, tetapi Anda memilih pilihan yang sudah seharusnya benar."
". . . Sampai waktunya tiba, dan cepat atau lambat, Raina akan tahu siapa Ayah nya, apa pekerjaan nya ini... Sebagai Ayah nya, memang harus menunjukkan kasih sayang yang berlebihan, tapi sepertinya dia takut pada apa yang terjadi di sekolah," kata Tuan Cilioen.
"Haruskah Saya membunuhnya untuk Anda?"
"Tidak perlu, itu bukan sebuah urusan."
"Lalu, apa yang harus Saya lakukan?"
"Temui aku di kantor besok, ada yang ingin aku bicarakan soal Raina."
Sementara itu Raina yang bermimpi buruk tampak masih dalam mimpinya, dia tak bisa bangun dan hanya bisa menggeliat pelan dengan wajah cemas, berkeringat dingin dan hampir menangis.
Di saat itu juga Tuan Cilioen berjalan masuk ke kamar, dia menatap putrinya yang tampaknya kesakitan, dia lalu mendekat dan memegang pelan kening Raina.
"Sayang, kau baik baik saja?" dia mencoba bersikap tenang dan perlahan Raina bisa membuka mata dengan napas terengah engah.
"Ayah....." panggilnya.
"Kau bermimpi buruk?" Tuan Cilioen menatap.
"Iya..." Raina bangun duduk dan langsung memeluk Ayahnya degan erat. "Aku sangat takut...."
"Shhh.... Tidurlah lagi."
"Tapi aku takut..... Mimpi itu akan muncul lagi..."
"Tak apa... Ada Ayah di sini, jadi jangan khawatir," Tuan Cilioen berbaring dan memeluk putrinya.
"Ayah..." panggil Raina perlahan menatap nya.
"Hm?"
"Sebenarnya.... Apa yang terjadi pada ibu?" Raina bertanya dengan khawatir tapi Tuan Cilioen mengecup kening nya. "Tidurlah..." Hanya itu yang dia katakan.
"(Sepertinya aku harus mencari informasi itu sendiri....) Ayah.... Kalau begitu, apa aku jadi ke tempat kantor Ayah? Karena... Aku ingin jalan jalan... Kantor Ayah kan besar, aku sudah sangat lama tidak ke sana... Aku dengar, kantor Ayah memiliki pembangunan terbaru. (Siapa tahu di tempat itu Ayah menyembunyikan sesuatu yang bisa aku pelajari.)"
"Hanya menambah beberapa lantai dan halaman saja, tapi baiklah... Setelah kau pulang sekolah besok, kita bisa langsung ke sana," kata Tuan Cilioen semakin memeluk nya. Lalu Raina tersenyum senang dan menutup mata perlahan.
"Selamat malam.... Sayang."
----
Hari berikutnya, aku membuka mata ku dan melihat Ayah tak ada di ranjang. "(Wah wah... Sepertinya aku sudah keduluan Ayah,)" pikir ku. Lalu Ayah keluar dari kamar mandi dan menatap ku.
"Kau sudah bangun Sayang? Ingin mandi dulu?"
"Ya, aku akan mandi..." balas ku. Setelah itu aku mandi dan menggunakan baju seragam ku.
"Ayah, bisa aku membantu membuat sarapan," aku langsung mendekat pada Ayah yang di dapur.
"Tentu..."
Setelah kami selesai memasak sarapan bersama. Aku duduk di hadapan Ayah yang mulai makan.
"(Menurut ku hidup bersama Ayah memang lah epik... Di sini tak ada pengganggu sama sekali, aku benar benar senang jika seperti sendiri,)" aku tersenyum sendiri.
Ayah yang melihat ku menjadi berwajah bingung di tengah mengunyah makanan nya. "Sayang, kau baik-baik saja?"
"Eh... Aku baik baik saja hehe."
"Hm... Apa kau senang karena tak sabar bertemu orang yang kita bicarakan tadi malam?" Ayah melirik.
"Apah!!? Apa yang Ayah katakan ini, aku sudah bilang aku tidak suka bukan?!" aku menjadi menatap panik dan kesal.
"Tapi ini adalah tipe yang kau bicarakan malam tadi saat tidur, jangan bilang kau tidak mau tahu orang nya."
"Haiz Ayah... Mana ada pria yang aku idamkan, kalaupun ada pun aku juga tetap memilih Ayah... Tak ada yang bisa menggantikan Ayah... Dari kecil Ayah merawat ku sendirian tanpa campur tangan orang lain karena aku tahu Ayah hanya ingin membuat ku menjadi milik mu, jadi aku tidak mungkin menjadi gadis yang sia sia untuk mu hanya karena dia," waw aku benar benar tidak menyangka bisa mengatakan hal itu. Lalu Ayah tersenyum kecil.
"Kau benar Sayang, tapi mau bagaimana lagi... Orang itu sudah sangat ingin bertemu dengan mu," kata Ayah.
"Ya ngak papa, kan cuman bertemu dengan ku... Kalau bertemu ya bertemu aja."
"Baiklah, bagaimana kau bisa memegang janjimu nanti?"
"(Hizz Ayah.... Kenapa tanya begitu sih.. Memang nya apa Pria yang akan di temui ini adalah tipeku banget... Aku gak percaya sih,)" aku hanya menggeleng tidak karuan.
--
Di gedung kantor Ayah. Tidak akan percaya apa yang terjadi. Gedung itu sudah sangat besar dan aku bisa berpikir bahwa bisnis Ayah selama ini memang sangatlah terus meningkat dan terus meningkat.
"Wah.... Sangat besar," aku menatap terkesan tapi Ayah terus menatap ke ponselnya lalu menoleh padaku.
"Sayang, Ayah harus menemui seseorang."
"Eh, apakah rapat?"
"Ya, jangan khawatir... Di gedung ini, kau bisa jalan jalan di gedung ini, jika mencari Ayah, Ayah ada di lantai 57," kata Ayah.
"Ah, baiklah..." balas ku. Lalu Ayah berjalan pergi duluan. Aku memang agak kecewa, lalu melihat ke sekitar dan di saat itu juga datang seorang lelaki tinggi, gagah dan memakai baju setelan hitam. Aku bisa membaca penampilan nya bahwa dia adalah bawahan.
Dia mendekat padaku, meletakan tangan nya ke dada nya dan membungkukan badan dengan honor yang bagus. "Nona Raina," sapa nya tanpa mengangkat tubuhnya itu padaku.
"Senang bertemu dengan Anda, Saya adalah bawahan Tuan Besar. Ini pertama kalinya Saya bekerja mengawal Anda, tolong maaf jika Saya mengganggu."
Pertama kali katanya? Bagaimana Ayah bisa mempekerjakan lelaki sepertinya, jika dia tak memakai baju setelan itu, dia pasti sudah terlihat seperti Lelaki dewasa di luar sana yang menikmati masa masa bekerja yang lebih baik. Tapi mau bagaimana lagi, pekerjaan bawahan, itu lebih mahal gajinya.
"Ah, terima kasih, jadi.... Kamu pengawal?" tatap ku padanya.
Lalu dia mengangkat tubuhnya dan seketika terlihat wajah tampan dan dewasa itu. "Ya, izinkan Saya melakukan nya."
"Tapi.... Tapi, ini pertama kalinya Ayah melakukan nya padaku, sebelumnya hanya dia yang ada di sampingku, lagipula, Ayah tak pernah bicara soal pengawal untuk ku deh, sepertinya?"
"Sebelumnya, Tuan Besar mengatakan sesuatu padaku, pekerjaan nya semakin sibuk, dan tak akan ada waktu untuk melindungi Anda, jadi Beliau memilih dari yang terbaik yang bisa dijadikan pelindung untuk anda."
"Wah~ kau mengatakan nya yang terbaik dari yang terbaik ya~ apa yang bisa kamu lakukan untuk membuat ku kagum?" tatap ku sambil menggunakan nada agak akrab.
Tapi dia terdiam sebentar dan kembali membungkukan tubuhnya dan dari sana, ketika aku mendengar kalimat yang ia katakan, aku langsung terdiam tak berkutik karena dia mengatakan.
"Saya siap menggantikan kematian anda."