webnovel

Chapter 10 Yakuza Alfa

Aku harap Ayah dalam perjalanan kemari, mungkin aku hanya harus menunggu Ayah, sekarang aku berdiri dan berjalan keluar dari ruangan ku, tak peduli misteri apa yang di sembunyikan kediaman ini, aku jelas sudah tahu semuanya, hampir seperti apa yang aku pikirkan.

Tapi siapa sangka, ketika aku melihat gerbang kediaman dari jauh, ada yang membukanya yang rupanya adalah Ayah sendiri. "(Oh Ayah, sudah kuduga.)"

"Raina..." dari dekat ada yang memanggil ku membuat ku menoleh ke belakang, tapi aku terkejut.

"Ahhh!!" Aku hampir jatuh dan tatapan wajah ku tak percaya. Karena aku melihat darah yang sangat banyak di baju Tuan Park.

"Kau baik baik saja?" Meskipun begitu, Tuan Park tampak khawatir dan mengulurkan tangan, tapi aku menjauh, aku terlalu takut dan di saat itu juga Ayah datang.

Melihat Ayah datang mendekat, Tuan Park segera meraih tangan ku. "Raina, aku mohon berdirilah."

"T... Tidak!!" Aku berteriak menolak nya seketika melepas tangan nya.

"Sayang...." Aku mendengar Ayah memanggil.

"Ayah!!" Aku langsung berdiri dan memeluk nya dengan sangat erat, aku tak tahu perasaan apa yang di pakai Tuan Park ketika melihat itu.

"Dengar, aku tak bermaksud," Tuan Park menatap Ayah yang menatap tajam. "Kau tak bisa berpenampilan seperti itu di depan putriku," tatapnya.

Tuan Park menyadari bahwa dirinya kotor akan darah, lalu dia membungkukkan badan dan berjalan pergi, kini dia tahu kenapa aku takut padanya.

"Ayah benar benar jahat," tatap ku dengan sedih. Seketika Ayah terdiam dan mengingat sesuatu.

"Oh... Maaf Sayang, apakah tidak ada yang bilang bahwa Ayah ada urusan mendadak hm..." dia mencoba menatap lembut, tapi aku benar benar masih kesal. Aku kesal karena ingin mengingat soal Ayah meninggalkan ku di kediaman Tuan Park begitu saja, ini menjengkelkan jika aku bisa memaafkan Ayah.

"Hmp," aku hanya memalingkan wajah saja tapi masih memeluk nya.

"Sayang, Ayah tidak akan melakukan itu lagi, Ayah janji, Ayah akan minta izin padamu dulu ya?" dia mencoba membujuk ku dari tempatnya.

Meskipun dia mengatakan itu, aku memang memaafkan nya, tapi aku masih takut pada Tuan Park membuat ku terdiam menatap Ayah.

"Kau baik baik saja Sayang?" Tatap Ayah yang berjalan membawaku ke sebuah ruangan.

"Ayah... Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Ayah membuat Tuan Park pergi?" Aku menatap khawatir. Aku takut Tuan Park akan sakit hati.

"Tidak akan ada apa apa." Ayah menurunkan ku dan kami duduk bersama di ruangan pertemuan sama seperti ketika pertama kali ke kediaman.

"Kau mau makan?" tawar Ayah.

"Aku sudah makan tadi, Tuan Park sangat baik."

"Bukankah tadi kamu ketakutan?" Ayah menatap.

". . . Memang benar sih, tapi ada hal yang membuat ku takut, lebih takut... Setiap kali Tuan Park berada di dekatmu, ada suara yang memanggil nama nya dengan nada keras dan menakutkan.... Um, sebenarnya, itu suaranya siapa? Kenapa sangat menakutkan, dia terus saja memanggil tegas pada Tuan Park," tatap ku dengan bingung.

"Pemimpin kediaman ini, orang nya agak tidak terdengar jika terpanggil, jadi itu hal yang wajar, jangan khawatir," Ayah langsung membalas.

Tapi aku tahu Ayah berbohong, sudah jelas Tuan Park sangat sigap jika di panggil, apalagi aku selalu memanggilnya dengan nada pelan tapi dia tetap menoleh tahu aku memanggilnya.

"Ayah berbohong," aku melirik.

Seketika Ayah berwajah tak nyaman, dia lalu menghela napas panjang. "Ayah mengatakan yang sebenarnya, dia tuli, dia juga bisu, dia juga tidak bisa bicara dan yang dia gunakan hanyalah giginya untuk menggertak, jarinya untuk bergerak dan tangan nya untuk membuat orang tumbang."

Apa? Apa yang Ayah katakan? Aku bertanya tanya soal hal itu sendiri. Biarkan aku berpikir, ini pasti petunjuk hingga aku mengetahui sesuatu, mencoba mengartikan hal itu bahwa yang dia katakan adalah sesuatu yang mengerikan.

Tuan Park di sebut tuli, yang artinya, dia tidak pernah bisa mendengar panggilan dari orang orang yang meminta pertolongan.

Tuan Park di sebut bisu yang artinya, dia hanya menggunakan giginya untuk menggigit dan tidak bisa bicara baik.

Tuan Park juga di sebut menggunakan pukulan nya untuk menyakiti orang lain, orang sepertinya memang orang yang buruk, tapi kenapa yang aku lihat, dia baik sekali, apa ini sama saja seperti Ayah. Bisa saja Ayah Baik padaku, tapi, jika di tempat lain, dia pasti akan bersikap lebih berbeda, mungkin tegas, atau kasar, dari sana aku berpikir bahwa Tuan Park adalah pemimpin kediaman yang begitu buruk.

POV: Percakapan Dua Pembunuh

Setelah itu, Tuan Park datang. "Maaf menunggu." Dia duduk di hadapan mereka perlahan dengan baju yang sudah rapi.

Lalu Tuan Cilioen memegang bahuku dan berbicara padaku. "Sayang, apa kau bisa keluar sebentar?" tatap Tuan Cilioen pada putrinya yang ada di sampingnya.

"Eh kenapa? Kita tidak langsung pulang?"

"Ayah hanya akan sebentar mengobrol."

"Um..... Baiklah," Raina mengangguk mengerti lalu berjalan pergi keluar.

Tiba tiba saja suasana di sana sangat kelam dan hening. Tuan Cilioen menyalakan rokoknya dan mulai duduk menyilangkan kakinya di hadapan Tuan Park.

"Kupikir kau sudah membunuhnya, aku sengaja meninggalkan nya karena ingin melihat apakah kau benar benar menyentuh putriku," kata Tuan Cilioen.

Tuan Park hanya terdiam, ia lalu menatap serius pada nya sambil berkata. "Jika dia adalah putri kesayangan mu, kenapa kau membiarkan nya tertinggal di tempat para pembunuh di sini," tatap nya.

"Jangan salah, aku bukan orang bodoh yang akan menjawab pertanyaan itu, semuanya tahu bahwa Raina adalah putri ku dan aku sangat menyayanginya lebih dari apapun, aku yakin kau memiliki seluk besuk di antara kau tidak membunuhnya."

"Memang nya jika aku membunuhnya, kau akan datang seperti pahlawan yang datang di saat mendesak?"

"Bukan alasan itu yang aku minta, katakan lah kenapa kau tidak membunuhnya?"

"Aku tertarik dengan gadis mu," balas Tuan Park yang langsung mengatakan nya tanpa basa basi bahwa ia memang tertarik dengan Raina. Kemudian dia langsung menambah. "Sehingga aku ingin membunuh orang lain untuk mencegah perasaan ku yang tidak berguna," itu akan secara singkat menjelaskan kenapa dia berlumur darah.

Tuan Cilioen menjadi terdiam dengan mata bosan itu. "Baiklah, kau bisa menyukai Raina kapanpun, tapi aku tidak akan pernah mengizinkan nya, jika dia dekat dengan mu, dia pasti akan menjadi pembunuh sama sepertimu."

"Huh mengatakan orang lain pembunuh padahal diri nya sendiri juga lebih dari pembunuh, kau harus tahu, ketika Gadis mu tahu kau adalah orang yang keji, dia akan menangis sepuas puasnya hingga kau harus menyiksan nya untuk berhenti menangis."

"Itu tidak akan terjadi, Raina tidak akan tahu hal itu, dia memandang ku hanya sebagai Ayah yang baik," kata Tuan Cilioen.

"Aku hanya memastikan dan menebak nya, jika memang itu takdir yang setimpal, jangan bawa bawa gadis dalam urusan kedewasaan yang berbau kriminal, kau harus tahu siapa kau di masa lalu... Tuan Cilioen," kata Tuan Park.

Di saat itu juga Tuan Cilioen terdiam sebentar.

"Tak bisa berkata kata lagi Tuan Cilioen, kau harus tahu siapa yang lebih kejam dari kita berdua, Putrimu akan ikut dengan mu dan pastinya dia juga akan sama dengan hal itu, Anda pasti menikmatinya setiap hari. Menyenangkan nya, memberinya kehangatan, tapi jika saat nya tiba, Raina akan tahu dan menganggap itu semua hanya untuk menutupi kesiasatan buruk mu."

"Jika saat itu terjadi, aku akan berkata sepenuhnya, jika dia membenciku, aku akan membiarkan nya pergi jika dia tetap menerima ku, aku akan tetap memberikan nya semuanya selagi dia masih percaya padaku."

"Tapi Anda tidak tahu apa yang akan putri Anda lakukan, soal umurnya, semua orang tua tahu bahwa di umur Putri Anda, dia seharusnya jauh akan hubungan dengan orang tua, hanya sebatas bicara secukupnya saja, tapi Anda benar benar berbeda dengan yang lain nya, ini mungkin karena Anda terlalu banyak menyayangi nya sendiri."

"Aku Ayah nya dan akan selalu menjadi Ayah nya, kenapa kau menganggap ku berlebihan soal menyayangi putriku sendiri?"

"Tidak ada, aku hanya berpikir Anda akan lebih suka mencium nya, tidur dengan nya, dan selalu memberikan senyuman padanya, apa Anda sadar, Anda memiliki dua wajah sekarang hanya karena putri Anda, di situasi itu, pastinya semua orang yang berbahaya akan berpikir bahwa putri Anda sangat lah lemah dan menjadi kesayangan Anda, di saat itu juga banyak dari mereka yang akan mengincar nya," kata Tuan Park, gaya nada berbicara Tuan Park seperti ia memprovokasi Tuan Cilioen.

"Mengingat putri anda sangatlah cantik, manis, dan juga penurut, dan yang paling penting, dia memiliki kulit seputih porselen, apa dia memang belum pernah keluar rumah?"

"Itu adalah pernyataan umum yang sering dikatakan orang orang padanya, dia memiliki garis darah yang bagus."

"Oh aku mengerti, itu sebab nya anda membunuh istri anda sendiri karena anda sudah tak tahan dengan banyak nya orang yang menggoda nya," kata Tuan Park, tapi tiba tiba Tuan Cilioen memukul meja membuat suasana terdiam.

"Kau tidak bisa menyebut itu tanpa seizin ku!" tatap nya dengan beraura membunuh, Tuan Park terdiam melihat itu, ia membungkukan badan.

"Maafkan aku, wajar saja jika aku mengatakan itu karena hal itu memang benar dan sudah terjadi."

"Jika kau memang tertarik dengan nya, kenapa aku harus menolak mu... Kau pria yang bisa di tanggung jawabkan untuk melindunginya, tapi sepertinya itu akan mustahil, kau memang menyukainya tapi aku tidak menyetujuinya dan Raina akan berada di tengah tengah hal itu dan hanya akan patuh pada satu perintah saja."

"Anda menganggap aku pantas tapi anda masih belum menyetujuinya, tapi sepertinya itu juga benar, jika aku keterlaluan dengan memaksa, Anda pasti sudah mengeluarkan ku dari gang ini..." kata Tuan Park. Lalu ia berdiri dan berjalan pergi dari ruangan itu.

Tuan Cilioen hanya terdiam dengan mata lirikan nya itu.

"(Aku berhak memegang kuasa atas apa yang terjadi di sini, termasuk Raina. Dia benar benar telah menyentuh Raina dengan banyak hal, tapi ini juga bukan hak ku untuk melarang pria itu menyentuh Raina.)"

--

Di luar, Tuan Park melihat Raina yang duduk di teras dengan menggerakan kakinya ke sana kemari.

Raina lalu menoleh dan melihatnya. "Ah Tuan Park, apa kalian sudah selesai?" tanya Raina.

"Kami sudah selesai, kau bisa pulang Raina, jika ada waktu bermainlah kemari sendiri," kata Tuan Park.

"Ya tentu," Raina membalas dengan senyum nya. Tuan Park yang melihat senyum nya itu menjadi tersenyum kecil lalu berjalan pergi.

"Ah tunggu!" Raina tiba tiba memanggil membuat Tuan Park menoleh. "Tuan Park, maafkan aku atas perlakuan ku yang tadi, aku tak bermaksud takut padamu."

Tuan Park hanya tersenyum kecil dan berjalan pergi, tapi Raina tampak masih khawatir.

Tak lama kemudian, Tuan Cilioen mematikan rokoknya dan berjalan keluar. Ia melihat Raina yang menunggu di depan pintu.

"Ayah, apa Ayah sudah selesai?" tanya Raina.

"Ya, mau pulang sekarang?"

"Tentu," Raina mengangguk. Lalu mereka berjalan pergi dari kediaman itu.

Tapi saat melewati kebun dengan berlantai tanah, Raina terbalik dan berhenti berjalan ketika melihat di tanah itu ada banyak gundukan tanah seperti terkubur sesuatu di sana.

"Ada apa Sayang?" tanya Tuan Cilieon.

"Ayah, um... Apa itu kuburan?" tanya Raina. Tuan Cilioen ikut melihat dan menjadi memasang wajah serius, ia lalu memegang pundak Raina.

"Itu bukan apa apa," balas nya.

Di sisi itu, Tuan Park menatap mereka dari jauh, tatapan nya dengan mata yang sangat tajam dan suasana yang begitu sangat suram.