webnovel

Kencan

Cindy pun menghampiri Bara dengan malu malu, hal itu dilihat oleh Zean kedatangan Cindy.

"Kak Bara," ujar Cindy menyapa malu malu.

Bara mengangguk, namun Zean masih diam tenang di tempat duduknya.

Zean sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu, ia hanya hadir, namun tidak ikut campur dalam hal ini.

"Kau adik kelaskan," ujar Bara basa basi.

"Ia kak."

"Ada apa ya dengan kakak?"

"A- aku hanya," Cindy berhenti sejenak, ia gerogi buat mengucapkan maksutnya.

"Mengapa Cin," ujar Bara, yang baru kali itu berinteraksi dengan orang lain.

"Kak Bara, ini sedikit lancang, tetapi aku ingin menyampaikannya."

"Sampaikan saja apa yang ingin kau katakan," tegas Bara singkat.

"A- a... aku suka sama kakak."

Zean yang berada di samping Bara kaget mendengar ungkapan Cindy, tak sengaja ia memukul meja.

Mata Baraz dan Cindy terarah ke Zean.

"Maaf tadi ada lalat," ujar Zean.

Zean sempat tersenyum ke Bara saat Cindy tak melihatnya.

"Cindy, aku menghargai perasaanmu," ujar Bara setengah yang membuat pertanyaan di benak Cindy.

"Jadi apakah kakak mau nerima cinta aku?"

"Aku hanya menghargai perasaanmu, buat mencintaimu aku tidak bisa, aku sudah punya pacar," ujar Bara malu malu, apalagi matanya mengarah ke Zean.

"Ma- maaf kak, aku tidak memaksa kakak buat mencintaiku, aku hanya menyampaikan perasaanku saja."

"Aku tau itu, itulah mengapa aku menghargainya."

"K- kalau begitu aku pergi dulu ya kak," Cindy pergi dari situ, perasaannya bercampur aduk sekarang. Setelah mengetahui Bara, orang yang ia suka ternyata sudah punya pacar.

"Siapa pacarmu itu?" tanya Zean mengolok olok.

"Diam, kau pacarku. Apakah aku harus mengumumkannya?"

"Seharusnya, itu pun jika kau berani," Zean tersenyum merangkul Bara pergi.

"Mengapa kau membilang, bahwa kau sudah punya pacar?"

"Karena aku menyayangimu lelaki sialan. Seberengsek apa pun kamu, aku tidak akan berpaling," cutas Bara menatap mata Zean tajam.

"Aku kira kau tidak menjawab seperti itu tadi, kau bijak juga ya."

"Diamlah, kau memang manusia sialan, tetapi aku lebih sial lagi karena aku benar benar mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu Bara."

***

"Bara Aku baru menyadari sesuatu," Zean menutup buku yang ia baca sebentar, Zean juga menaruh jari telunjuk sebagai pembatas di halaman buat sementara.

"Zean apakah ada yang salah denganku?" tanyaku, agar aku bisa merubahnya setelah mendapatkan jawaban dari Zean.

"Tidak. Bukan itu, mengapa kau tidak pernah menonton BL lagi?"

"Ouhh... hahaha," Bara tertawa kecil, membuat ekspresi wajah Zean kebingungan.

"Buat apa aku menonton Bl lagi? Bukankah kita sudah sering memperaktekkan setiap adegannya," sahut Bara langasung duduk di depan Zean dengan entengnya.

Ia tersenyum tipis.

"Oh shit! Adik kecilku sepertinya terbangun lagi, kau ingin bermain permainan kecil denganku."

"Nah, pakai ini. Kau perlu pengaman bukan!" seru Bara yang berdiri.

"Sialan kau Bara, sejujurnya aku bosan melakukan ini, tetapi ini adalah kau."

"Jika kau seperti itu, kau bukan lagi seperti laki laki tangguh," sindir Bara menantang Zean.

Zean smirk. "Kau benar- benar tangguh ya? Ouhh berani sekali kau ini," Zean berdiri, ia kemudian menulak, menyudutkan tubuh Bara ke dinding.

"Zean. FASTER, aku menunggu itu," merasa lambat Bara langasung memasukkan bibir Zean, agar ia bisa melumat bibir Bara.

"Hal gila," aku tak pernah berpikir sejauh ini tentang Bara.

Bara memandangi wajah Zean penuh nafsu, ia mencengkram wajah Zean, lalu mencium, serta menjilati leherbara, seperti Bara memakan ice crime.

"I like it," ujar Bara dengan suara pelan.

"You like."

Perlahan demi perlahan penisku, dan penis Zean saling bertemu.

"Ahh, ahh, ahh," ujar kami serentak, itu benar benar terasa sakit, tapi entah apa yang membuatku menyukainya.

Aku bisa merasakan bagaimana kehangatan, dan ketulusan daei tangan Zean. Ia menggerakkan tangannya untuk perlahan menopang wajahku, dan aku kemudian memiringkan kepalaku untuk menciumnya lebih dalam lagi, lidah, dan mulutnya perlahan menikmati rasa manis di dalamnya. Tangan bara sebelah kanan mencengkram pinggangku dengan erat, begitu pun dengan tanganku keduanya memegang pinggang Zean, kami berdua saling menikmati ciuman yang di berikan, di saat tubuhku, dan tubuh Zean mulai menyatu, ciuman yang tak di sangka sangka sebagaimana ciuman di waktu yang lama, justru ciuman itulah yang menguatkan kami satu sama lain, bahwa kami berdua akan saling melengkapi. Ketika semuanya sudah cukup bagiku, dan Zean. Kami berdua menarik bibir kami perlahan keluar dan berbicara lembut.

"Bisakah aku meminta satu hal padamu?"

"Apa?"

"Saat kau marah kepadaku, tolong jangan mendiamkanku. Aku tidak kuat untuk hal itu, aku lemah buat itu, dan aku lemah buat hal yang barusan, haha," tawa Zean kecil.

"Sialan!"

Aku menarik kembali Zean kedalam pelukanku kami berdua mengulangnya untuk melakukannya kembali.

***

"Zean, apakah kau sudah selesai mandi?"

"Ia, aku baru saja siap mandi mengapa?"

"Zean maukah kau jalan denganku?"

"Baiklah, aku belum pernah jalan jalan puas denganmu."

"Hari ini aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."

"Ooiy," aku menaikkan alisku.

"Aku serius Zean."

"Baiklah," apa pun yang di bilang Bara aku selalu mempercayainya.

"Zean tunggu ya aku mau mandi dulu," Aku bergegas mandi, aku melihat Zean yang menungguku di sofa depan, ia duduk sambil membaca buku.

"Zean apa kau serajin ini membaca buku?" Tanyaku berdiri di samping Zean.

"Oiiy tunggu," mataku memperhatikan Bara dari ujung kaki hingga ujung rambut.

"Kenapa?"

Entah mengapa rasanya tanganku ini ingin sekali memberantakin poni Bara.

Akhirnya aku memberantaki poninya.

"Aghh Zean!" wajah Bara terlihat kesal.

"Mengapa kau imut seperti itu, kau terlihat cantik! Apakah kau ingin dilirik lelaki, atau wanita lain?" tanyaku menaikkan alis.

"Zean, lelaki mana yang mau melirikku, hanya kau saja. Karena kau Gay," ucapku yang ikut ikutan memberantakin poninya, kemudian aku tersenyum kepada Zean.

"Sekarang gimana?"

"Aghh sialan ini terlalu gemas."

"Sudah ayo kita pergi, sebelum aku kembali khilaf buat melakukannya lagi," aku menggandeng Bara yang terlihat imut.

"Kau cantik sekali," ucapku memasangkan helm di kepalanya.

"Zean, jangan menggoda godaku dong."

"Tapi aku serius, kau benar benar cantik, bahkan ini terlalu cantik buat di saingkan dengan wanita mana pun aku tetap akan memilihmu, Bara selamanya, dan itu tidak akan berubah."

Zean, sudah ayo berangkat.

***

Aku membawa Zean ketempat pertama kali kami berkenalan.

"Zean apa kau mengingat tempat ini?"

"Aku mengingatnya, kau orang pertama yang aku incar dulu."

"Dan kau orang pertama yang membuatku tidak bisa terlepas, dan berpaling."

"Tidak terasa beberapa bulan sudah kita lewati, aku bahagia bisa mengenalmu."

"Dan aku juga beruntung Zean, aku bisa memilikimu, aku kira aku tidak akan bisa bersamamu."

"Aku juga begitu, selama kita kenal aku selalu saja membuat kesalahan tetali kau masih saja bertaha denganku."

"Aku tidak mengerti, aku hanya mencintaimu. Aku tidak tau bagaimana jika aku tidak mengenalmu Zean, kau membuat aku Gay, tetapi itu adalah hal terindah bagiku," Bara menggenggam tangan Zean erat erat.